THE RICHMAN

The Richman - The Deal



The Richman - The Deal

0Ellyn baru saja keluar dengan marah dari ruang kerjanya dan Robert baru saja berniat untuk melanjutkan pekerjannya saat sang ibu tiba-tiba masuk dengan setumpukan dokumen.     
0

"Mom . . ." Robert menatap pada sang ibu.     

"Pilih salah satu dari mereka dan aku akan mengatur janji temu kalian."     

"Oh come on." Robert tampak tidak setuju dengan ide sang ibu.     

"Robert, kau sudah berusia tiga puluh lima tahun dan tidak mengencani siapapun, aku tidak ingin rumors tidak masuk akal timbul karena itu." Terang sang Ratu.     

"Tidak akan terjadi."     

"Lihat saja mereka, aku sudah meminta Gladys memilih semua gadis berkualitas, pilih salah satu."     

"Bagaimana jika aku memilih sendiri." Ujar Robert.     

Sang ratu menyipitkan mata pada sang putera. "Memilih sendiri?"     

"Ya, aku sudah memiliki pilihanku sendiri mom." terangnya.     

"Oh really?" Sang ratu tampak meragukan pengakuan puteranya itu. "Jangan memilih sembarangan Robert, kau tahu siapa dirimu dan jangan mengacaukan semuanya hanya karena egomu." Sang Ratu berbisik di telinga Robert puteranya kemudian pergi meninggalkan ruangan itu.     

Robert menghela nafas dalam, lalu membuka berkas-berkas itu dan melihat gadis-gadis pilihan ibunya melalui biodata dan foto mereka. Setelah membuka lima biodata pertama Robert meletakkan tumpukan dokumen itu dan menarik laci kerjanya kemudian mengambil dokumen bio data milik Emanuella Dimitry. Foto gadis lugu itu terpampang di halaman depannya dan semua keterangan tentangnya lengkap di uraian belakang.     

***     

Robert berjalan ke ruangan ibunya dengan membawa satu lembar dokumen yang dia ambil secara acak, dia bahkan tak melihat foto gadis itu sama sekali.     

"Mom. . ." Robert membuat sang ibu menghentikan aktifitasnya dan meminta Gladys meninggalkannya.     

"Siapa dia?" Tanya Robert setelah melihat Gladys keluar dengan seorang perempuan muda lainnya.     

"Anak magang, dia akan membantu Gladys mengurus jadwal tour istana."     

Robert menatap mereka berdua hingga pintu kembali tertutup, dan mendadak dia mendapatkan ide.     

"Kau berubah pikiran?" Tanya sang Ratu.     

"Jika mommy benar-benar peduli tentang citraku, bagaimana jika aku meng-hire seseorang untuk mengurusi sosial media." Ujar Robert.     

"Sosial media?" Alis sang ratu berkerut. "Kau mencoba untuk membuat deal denganku Prince Robert yang cerdas?"     

"Yes." Angguk Robert.     

"Aku akan membuka magang selama liburan musim panas untuk mahasiswi jurusan ilmu komunikasi dari almamaterku untuk mengurusi semua yang terkait dengan sosial mediaku, dan mommy bebas memilih gadis manapun untukku."     

Sang ratu menyipitkan matanya pada puteranya, "Aku akan meminta Gladys membuka lowongan itu dan menyeleksinya untukmu."     

"Aku akan terlibat langsung dalam seleksi." Ujar Robert.     

"Oh really?" Sang ratu tampak curiga dengan keputusan puteranya itu.     

"Apakah kau sedang merencanakan sesuatu Prince Robert?" Tanya sang ratu penasaran.     

"No, aku hanya mencoba membuat kesepakatan yang fair denganmu, Ratu." Ujar Robert.     

"Ok, let's make a deal." Sang ratu mengulurkan tangannya dan Robert menjabatnya dengan yakin. Meski sejujurnya dia tidak begitu yakin apakah Ella akan ikut mendaftar di lowongan magang yang akan dibuka olehnya itu.     

"Deal." Robert tersenyum kemudian melangkah keluar dari ruangan ibunya itu, Robert menyimpan kembali dokumen salah satu gadis yang sempat dibawanya, karena ide soal internship baru saja dia dapatkan begitu berhadapan dengan sang ratu.     

***     

Pagi hari di kampus semua mahasiswa heboh karena mendengar adanya lowongan magang sebagai administrator sosial media di Istana yang di peruntukkan bagi mahasiswa jururasn komunikasi.     

Mereka berbondong-bondong mendaftarkan diri dan di hari pertama pembukaan sudah ada sekitar seribu orang yang mendaftarkan diri. Hingga membuat Gladys kewalahan melihat resume mereka satu-persatu. Dan mensortir lima puluh mahasiswa dengan track record terbaik di sosial media mereka kemudian menyodorkan pada Prince Robert tapi tak satupun yang masuk dalam kriteria Prince Robert untuk menjadi administrator sosial media miliknya.     

***     

Di hari kedua, Ella dan George duduk saling berhadapan di cafetaria.     

"Kau tidak mendaftar?" Tanya George, dan Ella tampak terkejut mendengar pertanyaan itu dari George, setelah hubungan mereka membaik.     

"Tidak." Geleng Ella.     

"Apa itu karena Prince Robert?" Tanya George.     

Ella mengangkat bahunya, "Kau sendiri yang memintaku mengakhiri hubungan, em maksudku pertemananku dengannya, . . ." Ella begitu sulit menjelaskan dan George meraih tangannya.     

"Lakukan saja, gaji yang mereka tawarkan cukup besar." Ujar George.     

Ella tersenyum, "Ya, aku sempat berpikir tentang itu."     

"Listen Ella." George menatap Ella dalam-dalam, "Asalkan kau profesional, tidak masalah kau berada di lingkungan yang sama dengan pria itu." Ujar George.     

"Bagaimana denganmu?" Tanya Ella, "Apa rencanamu untuk liburan musim panas?"     

"Mungkin aku akan kembali ke New York." Ujar George, banyak yang ingin dia lakukan di sana, setidaknya setelah sang bibi meninggal, dia harus menghabiskan banyak waktu dengan adik sepupunya itu.     

"I see."Ella mengangguk.     

"Jadi . . .?" George menatap ke arah Ella.     

"Apa?" Tanya Ella.     

"Kau akan mengirim lamaranmu?" Telisik George dan Ella tersenyum malu-malu, "Em . . . sebenarnya aku sudah menyiapkan lamarannya, hanya saja aku masih ragu apakah harus mengirimnya atau tidak. Setidaknya setelah pertemanan kita kembali membaik, aku butuh saran dari teman terdekatku saat ini."     

George tersenyum, meski dalam hatinya kecut, "Dan sebagai teman yang baik, teman terdekatmu, aku mendukung apapun yang terbaik untukmu."     

"Kirim lamaranmu sekarang." George memberikan support meski separuh dirinya sejujurnya ingin melarang Ella melakukannya.     

"Kau yakin?" Ella menyipitkan matanya pada George.     

"Ya. Aku akan bahagia jika kau bahagia El." Ujar George meyakinkan Ella, sebenarnya kalimat itu lebih tepat di tujukan untuk meyakinkan dirinya sendiri. Dengan sumringah Ella membuka laptopnya dan membuka akun emailnya, lalu membuka email yang sudah dia siapkan di draft dan sebelum menekan tombol kirim, Ella sempat memejamkan matanya seolah tengah berharap sesuatu dari email itu.     

***     

"Sir, tamu anda sudah menunggu di ruangan rapat." Ujar sang asisten pribadi.     

"Aku akan segera kesana." Jawab Robert tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya. Hari ini pukul dua belas batas waktu pembukaan lowongan itu dan tinggal beberapa menit lagi. Tampaknya semua orang mendaftar pada kesempatan pertama hingga hari ini sudah tak banyak email yang masuk.     

Rahang Robert mengeras sekilas, sebelum akhirnya dia bangkit berdiri dan berniat untuk meninggalkan ruangan kerjanya, seorang tamunya sudah menunggu di ruang rapat.     

Tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi email masuk dari laptopnya dan Robert menyempatkan diri unguk melihat email itu, tak sempat membukanya, tapi dari username email itu sudah terlihat jelas siapa pengirimnya, emanuelladimitry. Robert tersenyum untuk dirinya sendiri sebelum meninggalkan ruangan kerjanya menuju ruang rapat.     

Dia segera mengirim pesan singkat pada Gladys dan mengirim daftar nama-nama mahaiswa yang akan diwawancara besok. Di list terakhir Robert sudah menulis nama Emanuella Dimitry meski dia belum menerima email berisi lamaran dari gadis itu.     

"Gladys, aku akan menginterview mereka besok pukul sebelas." Robert menulis pesan itu disertai 10 daftar nama pelamar.     

"Yes your highness." Jawab Gladys melalui pesan singkat.     

Robert menyimpan ponselnya di saku bagian dalam blazer yang dia kenakan dan berjalan menuju pintu keluar ruang kerjanya.     

"Anda terlihat bahagia yang mulia." Ujar sang asisten pribadi.     

"Tidak ada alasan untuk bersedih Thomas." Robert tersenyum pada asistennya itu sebelum meninggalkan ruangan menuju ruang rapatnya. "Waktunya bekerja untuk rakyat." Imbuhnya, dalam hatinya Robert tersenyum lebar penuh kemenangan. Buruannya yang sempat lari dan lepas dari pandangan kini akan datang dan menyerahkan diri, apa yang lebih baik dari ini.     

***     

Ella duduk menghadapi laptop, sepiring kecil kentang goreng dan segelas juice yang ditraktir George untuknya.     

"Mungkin aku tidak akan berhasil, lihat ini, seribu orang lebih melamar pada lowongan ini." Ujar Ella pesimis.     

"Tunggu saja." George tersenyum menatap gadis itu, dalam hatinya dia sudah siap kalah karena dia tahu Robert bisa saja menggunakan keuasaannya untuk membuat semua terlihat seperti persaingan sehat, padahal Ella sudah hampir pasti memenangkan persaingan karena Robert menginginkannya. Dan jika Ella memengangkan persaingan itu, George yakin betul siapa orang dibaik lowongan magang ini.     

"Thanks George, kau teman yang sangat baik." Ella tersenyum tulus, "Kau selalu ada untukku."     

"Itulah gunanya teman." Jawab George.     

Mendadak terdengar notifikasi email masuk dan Ella cepat-cepat membukanya, dia berteriak histeris dan langsung menghambur memeluk George.     

"Aku mendapatkan kesempatan interview." serunya, matanya bahkan berkaca karena begitu gembira dan George tersenyum simpul. Dalam hatinya dia tahu bahwa Robert tengah menggunakan kekuasaannya untuk membuat semua ini terjadi.     

"Congratulation." Goerge mengusap-usap punggung Ella, dan entah mengapa kejadian itu di abadikan oleh salah seorang mahasiswa, teman George dan di posting di laman instagramnya dengan hastag "Another hug today" dan nama George di tandai dalam postingan itu. Hingga tak butuh lebih dari satu menit untuk postingan itu dibaca oleh Ellyn dan dia semakin patah hati. Meski si pengambil gambar menutupi bagian wajah si wanita tapi Ellyn tahu betul siapa yang sedang memeluk wanita itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.