THE RICHMAN

The Richman - Reconciliation



The Richman - Reconciliation

Leah baru saja menidurkan George dan saat dia keluar dari kamar George dan berjalan ke dapur untuk mengambil air mineral karena mendadak dia merasa sangat haus, tiba-tiba dia di kejutkan dengan kehadiran Ben yang sudah duduk di meja dapur lebih dulu dengan segelas wine di tangannya.     

"Hei . . ." Sapa Ben pada Leah saat wanita itu melintas. Hubungannya dengan Leah tak pernah benar-benar membaik setelah pertengkaran mereka sekembali dari agency surrogasi itu.     

"Hai." Leah membawa gelas air mineralnya mendekat ke arah Ben dan duduk di dekat suaminya itu.     

"Terimakasih sudah sangat membantu keluarga kakakku." Ujar Ben sembari menatap Leah, wanita itu mengangguk, "George adalah keponakanku, aku akan selalu ada untuknya." Jawab Leah.     

"Bagaimana keadaan Adrianna?" Tanya Leah kemudian setelah beberapa saat hening.     

"Sore tadi saat aku kesana, dia sudah siuman. Luka dikepalanya tidak begitu parah, dari hasil CT scan hasilnya baik. Hanya saja tangannya mengalami retak." Ujar Ben.     

"Aku berharap dia baik-baik saja." Leah mengangguk.     

Ben menghela nafas dalam, "Ya." Angguknya, "Terkadang orang berkata ada masalah baru muncul tapi justru membawa kebaikan, kurasa ini salah satunya." Ujar Ben.     

"Mengapa kau bisa berkata seperti itu?" Tanya Leah.     

"Kurasa dengan cara seperti ini Aldric akan memaafkan Adrianna." Ujarnya.     

Leah terdiam, "Bagaimana dengan kita?" Tanyanya beberapa saat kemudian. Ben membeku menatap isterinya. "Apa menurutmu kita sedang bertengkar?" Tanya Ben.     

"I don't know." Leah bergidik, "Kita tidak bertengkar, tapi kita juga tidak baik-baik saja Ben." Imbuhnya setengah berbisik.     

Ben bangkit dari tempat duduknya dan memutari meja kemudian berdiri tepat di hadapan Leah, dengan telunjuknya dia mengangkat dagu isterinya itu kemudian mencium bibir Leah dengan lembut.     

"I'm sorry . . ." Bisik Ben di sela ciumannya.     

"Me too." Leah berkaca, dia segera bangkit untuk mengimbangki tinggi badan suaminya, tapi Ben menarik pingangnya dan membuatnya duduk di meja dapur sementara Ben dengan leluasa menciumi isterinya itu.     

"Tidak seharusnya kita bertengkar untuk apa yang tidak kita miliki sayang, baiku kau saja sudah cukup." Bisik Ben.     

"Ya . . ." Leah mengangguk setuju.     

Malam itu tampaknya meja dapur Adrianna menjadi saksi rujuk dan akurnya kembali Leah dan Ben sementara George tertidur pulas di kamarnya.     

***     

Dua belas jam berlalu dan Adrianna siuman pasca tindakan operasi yang dijalaninya untuk mempertahankan kehidupannya. Aldric duduk di sisinya dan memegangi tangannya saat Adrianna membuka matanya. Matanya menoleh ke arah Aldric tanpa memutar wajahnya. Sepertinya benturan keras yang membuat wajah Adrianna berlumuran darah diakibatkan karena luka robek di bagian pelipisnya dan terpaksa mendapatkan enam jahitan. Sementara itu, justru lengan bagian kirinya mengalami retak hingga harus di gips.     

Meski mobilnya hancur tapi untunglah Adrianna tidak mengalami luka yang cukup parah. Termasuk seluruh organ dalamnya juga aman meski ada memar di bagian dada Adrianna yang sempat membuatnya sesak nafas. Tapi semua sudah cukup membaik pasca duabelas jam perawatannya.     

"Hei . . ." Aldric berbisik saa Adrianna berusaha menatapnya.     

"Ha . . .i" Adrianna terbata menjawab. Dalam hatinya dia berteriak keras sambil menangis haru saat menyadari tangan lembut dan hangat milik Aldric tengah mengenggam tangan kurusnya.     

"Bagaimana keadaanmu?" Tanya Aldric khawatir, "Kau ingin minum?" Aldric bertanya lagi dan Adrianna mengangguk, hingga Aldric mengambil gelas berisi air mineral dengan sedotan dan membantu isterinya itu minum.     

"Dokter mengatakan hasil CT scanmu bagus tidak ada luka dalam di kepala." Ujar Terang Aldric dan Adrianna mengangguk, meski begitu sudut-sudut matanya berkaca.     

"George . . ." Dia menyebutkan nama puteranya.     

"Dia bersama Ben dan Leah di rumah, dia baik-baik saja." Aldric mencoba meyakinkan Adrianna bahwa puteranya berada di tangan yang tepat.     

"Thanks." Bisiknya pelan. "Forgive me . . ." Adrianna berbisik sekali lagi.     

"What for?" Tanya Aldric.     

"Aku merusak mobilmu." Jawab Adrianna.     

"It's ok, aku akan membelikanmu yang baru." Jawab Aldric cepat.     

Air mata Adrianna justru berjatuhan, "Are you still trying to divorce me and take custody of george?" Tanya Adrianna di tengah isakannya.     

"Don't think about that, just think about your health." Jawab Aldric.     

"I'm dying thinking about it, Aldric." Ujar Adrianna dalam linangan air mata. "I'm begging you, tell me how I can make up for my mistakes?" Tanya Adrianna, satu tangannya yang tak terluka menyeka air matanya sendiri.     

"I swear, that day, someone called me and said the owner of the cell phone had an accident, and I was on his contact list. I went to confirm Javier's condition out of humanity, that's all. I swear that I have nothing to do with Javier." Adrianna menjelaskan semuanya dengan menggebu hingga tiba-tiba dia meringis, seolah merasakan sesak nafas itu kembali, Adrianna memegangi dadanya.     

"Are you ok?" Aldric mendadak menjadi begitu panik dan memanggil petugas medis. Seorang perawat datang dan langsung bertanya pada Aldric.     

"Apa yang terjadi?" Tanyanya.     

"Sepertinya isteriku merasakan sesak nafas."     

"Ok." Perawat itu segera memasangkan oksigen pada Adrianna dan memintanya releks.     

"Mrs. Bloom, tolong kendalikan diri anda. Jangan memikirkan apapun yang membuat anda tertekan." Ujar sang perawat, dan Adrianna terdiam. Dia menahan tangisnya di dalam hati. Aldric mengikuti sang perawat keluar dari ruangan untuk menanyakan kondisi isterinya yang sebenarnya.     

"Apa yang terjadi pada isteriku sebenarnya?" Tanya Aldric pada sang perawat.     

"Dia mengalami hantaman keras di bagian dada dan mengakibatkan memar di dalam Sir, meski tidak ada pendarahan atau tulang yang patah, tapi memar itu mengakibatkan rasa nyeri setiap kali isteri anda bernafas. Jika dia bisa mengatur pernafasannya rasa nyeri itu tidak akan teralalu terasa, tapi jika isteri anda menangis, rasa nyeri dan sesaknya justru akan terasa semakin parah." Terang sang perawat.     

"Sebaiknya anda menjaga kondisi emosinya tetap stabil." Ujar sang perawat dengan diiringi sebuah senyuman sebelum meninggalkan Aldric. Pria itu masuk kembali ke dalam ruangan dan Adrianna menoleh membuang muka.     

Aldric menghela nafas, kemudian duduk di sisi Adrianna kembali. Dia meraih tangan isterinya itu dan mengecupnya, " I love you." Bisik Aldric, namun kalimat sederhana itu justru membuat Adrianna menoleh pada Aldric dan kembali berlinang air mata.     

"Don't cry." Bisik Aldric sembari menyeka air mata isterinya itu. Richard menghela nafas dalam, dan dengan suara tertahan dia mengungkapkan perasaannya, "I admit, I got jealous when I saw you with that man again. After all this time I thought whether maybe you betrayed me all this time, you had an affair with him behind me."     

"No . . ." Geleng Adrianna, sekali lagi air matanya jatuh. "I would never do that stupid thing, never ever." Ujar Adrianna.     

Aldric mengecup tangan Adrianna. "I'm sorry honey, I blame you for the accident that happened to George. It's not that I don't love you anymore, but I'm burning with jealousy. Do forgive me, please." Mata Aldric berkaca, Adrianna mengangguk.     

"Don't ever ask me to leave again. I want to be with you, with you and George." Bisik Adrianna.     

"Ok." Aldric setuju, untuk sekilas dia mengecup bibir isterinya itu. "Get well soon, so we can go home. George is waiting for you at home."     

"Ok." Angguk Adrianna. Tampaknya terjadi dua rekonsiliasi akibat satu kejadian buruk yang menimpa keluarga besar ini. Satu adalah rekonsiliasi antara Ben dan Leah, dan yang kedua adalah rekonsiliasi antara Aldric dan Adrianna.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.