THE RICHMAN

The Richman - The Interview



The Richman - The Interview

0Ella duduk menghadapi sembilan orang lainnya di sebuah ruangan besar. Semua tampak tegang tak terkecuali, sementara orang-orang, teman, keluarga, atau orang tua yang mengantar mereka diminta menunggu di ruangan lain. Sepuluh orang terpilih ini duduk mengitari sebuah meja bulat tampak seperti ruang rapat.     
0

"Good moorning ladies and gantleman." Sapa seorang wanita dengan rambut sebahu berwarna coklat tanah. "Terimakasih sudah menunggu." Imbuhnya sembari duduk di kursi tengah. Semua orang yang hadir di ruangan itu memperhatikan dirinya.     

"Aku Gladys, dan aku yang akan membantu kalian untuk interview hari ini." Ujarnya.     

"Tolong perkenalkan diri kalian masing-masing." Wanita itu memberikan kesempatan pada orang yang paling dekat dengannya.     

"Ronald, duapuluh lima tahun, mahasiswa jurusan ilmu komunikasi." Ujar pria bertubuh agak pendek dengan rambut keriting di sebelah Gladys.     

"Next." Gladys tampak mensortir CV yang sudah di print olehnya.     

"Amanda Brew, dua puluh dua tahun, mahasiswa jurusan ilmu komunikasi." Wanita berkacamata dengan gigi berkawat dan rambut di kuncir ekor kuda. Gadis itu cukup manis dan tampak sangat percaya diri.     

"Ok, next." Gladys mengubah susunan print CV di tangannya.     

"Aku Emily, Dua puluh tiga tahun, mahasiswi jurusan imu komunikasi dan folower instagramku sudah ratusan ribu." Gadis berikutnya tampak begitu percaya diri, dia memiliki rambut blonde, tubuh kecil dan kurus tapi kepercayaan dirinya tampak begitu besar di bandingkan tubuh mungilnya.     

"Nice." Glayds tersenyum, tapi tampaknya wanita itu tidak terbaiasa dengan senyum tulus, senyum yang baru saja dia lemparkan tampak begitu dibuat-buat.     

"Selanjutnya." Gladys meminta enam orang lainnya untuk memperkenalkan diri dan terakhir adalah Ella.     

"The last one." Gladys menatap ke arah Ella.     

Ella tampak berusaha tampil percaya diri, dia benar-benar menginginkan kesemaptan magang ini. "Emanuella Dimitry, duapuluh tahun, dan aku mahasiswi jurusan ilmu komunikasi."     

"Ok, setelah ini kalian semua ikut aku." Gladys membawa mereka semua pergi ke ruangan lain dan mereka tampak menunggu di sebuah ruangan besar sementara satu persatu masuk ke ruangan lain untuk di interview, oleh siapa dan apa saja pertanyaannya, tidak ada yang tahu. Sesuai urutan duduk di ruangan sebelumnya maka Ella akan menjadi peserta terakhir. Dan benar saja, dia sudah menunggu lebih dari satu jam untuk tiba gilirannya.     

"Mss. Emanuella Dimitry." Gladys memanggil namanya setelah tidak ada satupun pelamar lain yang tersisa kecuali Ella.     

"Yes." Ella bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan mengikuti Gladys masuk ke ruangan yang di tunjukan wanita itu.     

"Good luck." Bisik Gladys sebelum menutup pintu di belakang Ella. Gadis itu membeku saat melihat pria yang duduk di belakang meja. Sementara pria itu bangkit dari tempatnya duduk, berjalan memutar sambil mengancingkan Blazer yang dia kenakan. Dia menghampiri Ella dan mengulurkan tangannya. Ella segera tersadar dari lamunannya dan menjabat tangan pria itu.     

"Have a seat please." Ujar Prince Robert. Dengan ragu-ragu Ella duduk di sofa yang ada di ruangan itu.     

"Aku tidak menyangka kau akan melamar untuk pekerjaan magang ini." Ujar Robert.     

"Sebuah kesempatan besar dan juga kehormatan bagi saya jika saya bisa bekerja untuk Royal Family." Jawab Ella dengan formal, meski di dalam dirinya semua perasaan dan kenangan tentang Robert, sentuhannya, suaranya, ciumannya, tengah menggelora di dalam dadanya, tapi yang ditampilkan Ella sebaliknya, dia menampilkan sebuah ketenangan.     

"Good." Robert mengangguk. "Aku sudah membaca CV mu." Ujar Robert kemudian. "Ada yang lain yang ingin kau beritahu padaku, seuatu yang tidak ada dalam cv mu mungkin?" Robert menatap Ella dan gadis itu tampak tertunduk, hanya berani menatap Robert dari balik bulu matanya.     

"Semua sudah saya tuliskan di CV saya your highness." Jawab Ella.     

"Ok." Robert mengangguk, entah mengapa pria itu juga tampak begitu terpengaruh dengan kehadiran Ella.     

"Apakah ada yang ingin anda tahu lagi your highness?" Tanya Ella.     

"Tidak, hanya satu ketentuan jika kau diterima untuk pekerjaan ini kau akan tinggal di istana selama masa magang." Ujarnya. "Apa kau tidak keberatan?" Robert menatap dalam ke arah Ella dan gadis itu menggeleng.     

"Jika memang itu bagian dari tanggungjawab pekerjaanku, aku tidak keberatan."     

"Ok, siapkan barang-barangmu. Supir dan Marcus pengawalku akan menjemputmu." Ujar Robert.     

"Your highness?" Alis Ella bertaut. "Apa maksud anda aku diterima?"     

"Ya." Robert mengangguk. "Aku sudah mewawancara semua mahasiwa lainnya dan mereka tidak qualified." Jawab Robert berusaha meyakinkan Ella tapi Ella justru menatap pria itu dengan curiga.     

"Anda sungguh-sungguh?"     

"Emanuella Dimitry, kau mendapatkan kesempatan ini, take it or leave it."     

Ella menatap Robert dalam-dalam. "I'll take it."     

"Congratulation for your new job." Robert mengulurkan tangannya.     

"Thank you." Ella membalas uluran tangan pangeran Robert dan dia tampak begitu sumringah, dengan mata berbinar dia menanyakan sebuah pertanyaan lugu "Apakah aku boleh keluar dari tempat ini?"     

"Tentu saja boleh, supir dan pengawal akan menjemputmu besok pagi."     

"Yes your highness. Thank you very much." Ella pamit undur diri dari ruangan itu dan berjalan cepat untuk menemui George. Pria itu tampak sudah menunggu di samping mobilnya.     

"Aku berhasil!" Ella tampak sangat bahagia dan memeluk Geroge untuk merayakan keberhasilannya, tapi dalam hati George, ini adalah sebuah kegagalan besar baginya. Bagaimana tidak, pertarungan dimenangkan oleh Robert Owen Fredric Jr,sang pangeran dari Royal Family. Dia membuat Ella dekat dengannya dengan kedok pekerjaan magang.     

"Congratulations." George menatap Ella dan tersenyum untuk kebahagiaan gadis yang disukainya itu.     

"Ya, jika bukan karenamu aku tidak akan mendapatkan pekerjaan ini."     

"Why me?' George membuka pintu untuk Ella dan gadis itu masuk kedalam mobilnya. Sementara itu George memutari mobil dan masuk ke sisi pengemudi.     

Ella memutar tubuhnya hingga setengah menghadap ke arah George, "Kau yang meyakinkanku untuk melamar pekerjaan ini, kau menemaniku menunggu email balasan, dan sekarang kau mengantarku, menungguku hingga semuanya selesai." Ella mengoceh panjang lebar memuji dan berterimakasih untuk apa yang sudah di lakukan George untuknya.     

"Thankd George, kau teman terbaikku." Ella meraih tangan George dan meremasnya lembut. "Thank you." ujarnya lirih, George benar-benar ingin mencium bibir Ella saat itu juga, tapi jika dia melakukannya, tentu saja itu akan langsung merusak hubungan yang susah payah dia perbaiki dengan Ella.     

"Aku akan melakukan apapun untukmu Mss. Dimitry." George merubah situasinya menjadi semacam lelucon. "Mari pulang dan rayakan keberhasilanmu." Ujar George.     

"Ok." Ella tampak sumringah. George menyalakan mesin mobilnya dan mobil itu melaju keluar dari area istana.     

***     

Di dalam ruang kerjanya Robert tampak terduduk dan kembali sibuk dengan pekerjaannya. Namun di dalam hatinya dia sungguh bahagia karena Ella tidak membuat situasi menjadi sulit dengan keraskepalanya yang terkadang muncul begitu saja.     

Mendadak sang ratu muncul dengan tumpukan berkas dan meletakkannya di meja Robert, membuat pria muda it menghentikan pekerjaannya dan menoleh menatap ke arah ibunya.     

"Apa lagi mom?" Tanya Robert.     

"Kau sudah berjanji untuk membuat janji temu dengan salah satu gadis ini." Sang ratu menunjuk pada tumpukan berkas berisi CV para gadis yang ternyata sempat di buang oleh Robert dan ditemukan kembali oleh Gladys dan di laporakn pada sang ratu.     

"Oh, aku hanya belum sempat melihatnya."     

Sang ratu tampak menghela nafas dalam, dia melipat tangannya di dada dan menatap dalam pada sang putera. "Robert, kau membuang berkas itu, dan itu jelas berbeda dengan kau belum sempat memilih."     

Robert tertunduk sekilas. "Pilihlah salah satu yang sesuai dengan kriteria mommy dan atur janji temunya." Jawab Robert pasrah.     

"Robert, aku benar-benar berharap pertemuan itu bisa berlanjut dengan kencan dan pernikahan. Kau akan menjadikan gadis itu isterimu, dan suatu saat nanti dia akan menjadi ratu, bagaimana kau bisa seenaknya memintaku memilih untukmu. Aku berharap kau mencintainya."     

Robert menghela nafas dalam, dia bangkit berdiri dan mendekati sang ibu, "Tidak ada tempat untuk cinta di istana ini mom, bukankah itu yang selalu dikatakan semua orang di tempat ini. Bahkan mommy dan daddy tidak saling mencintai, dan kita semua tahu itu." Ujar Robert.     

"Robert!" Sang ratu tampak marah mendengar kalimat itu. "Jangan sampai ayahmu kembali dari kunjungan kenegaraannya dan kau belum memutuskan siapa yang akan jadi pasanganmu." Sang ratu berjalan keluar dari ruangan puteranya itu dengan perasaan marah. Memang bukan rahasia lagi jika dia dan suaminya menikah tanpa cinta. Satu sama lain memmiliki cinta sejatinya masing-masing namun mereka tetap berusaha menjadi contoh pasangan ideal di luar istana demi rakyat dan juga demi nama baik keluarga kerajaan.     

***     

Ella memasak dan George tampak menyiapkan meja. Hari ini sepulang dari istana Ella dan George memutuskan untuk berblanja bahan makanan dan bersantap di apartment Ella.     

"Aku harus mengepak barnag-barangku malam ini." Ujar Ella.     

"Wait. . ." George menekuk alisnya, "Apa kau akan tinggal di istana?" Tanya Geroge, meski sejujurnya dia sudah hampir yakin bahwa Robert memberikan syarat itu untuknya.     

"Ya, mereka menysaratkan itu."     

"Ok." George mengangguk pasrah, tak banyak yang bisa dia perbuat.     

"Apa kau sudah tahu detail pekerjaan yang akan kau kerjakan nanti?" Tanya George dan Ella terdiam.     

"Em . . . mungkin secara teknis aku akan diberitahu tentang detailnya besok." Jawab Ella dan George mengangguk. "I see."     

"Kau tampak tidak terlalu tertarik membahas soal pekerjaan baruku George." Ella menangkap adanya perubahan yang terjadi pada diri Geroge sejak mereka tiba di apartment Ella.     

"Tidak, aku hanya berpikir apa yang akan ku lakukan selama liburan musim panas tanpamu." George tersenyum.     

Ella terkekeh, "Kau bercanda?" Ujarnya. "Kau punya lusinan teman George, dan kau juga sudah memiliki daftar rencana perjalanan liburan, kau juga sudah memikirkan untuk kembali ke New York selama liburan." Ujar Ella panjang lebar dan George tersenyum.     

"Entahlah, aku justru belum memutuskannya." George mengangkat bahunya.     

"Kau tidak akan kesepian Geroge Bloom, kau adalah penggemar pesta dan selama liburan musim panas kau bisa berpesta setiap hari dengan teman-temanmu."     

Geroge menatap Ella. "Ella . . ." George memanggil gadis itu dan Ella menoleh padanya setelah memastikan ovennya terpasang dengan tempratur yang tepat.     

"Ya." Ella menjawab.     

"Apa rencanamu setelah lulus kuliah?" Tanya Geroge.     

"Bekerja, traveling . . . dan . . ." Ella menjeda kalimatnya.     

"Dan apa?"     

"Menikah mungkin." Wajah gadis itu bersemu merah saat mengatakan bagian terakhirnya.     

"Kau?" Ella balik bertanya pada George.     

"Aku membayangkan akan menemukan seorang gadis untuk ku nikahi, lalu kami akan pulang kerja di sore hari dan aku akan duduk di meja makan sambil menunggunya selesai memasak." George mengatakan apa yang dia lihat sekarang dan itu membuat Ella menyadarinya. Gadis itu bergidik, "Kau . . ." Ella melihat pada dirinya sendiri.     

George bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan ke arah Ella. "Dia mearih tangan gadis itu dan mereka berdiri berhadpan.     

"Emanuella Dimitry, aku tahu jika aku mengatakannya dengan jujur kau pasti akan sangat marah dan mungkin hubungan kita tidak akan sebaik ini." Ujar George, dan Ella sudah mencium adanya ketidak beresan dari kalimat yang barusan di ungkapkan oleh George padanya.     

"George, please don't." Ella menarik tangannya. "Aku tidak bisa." Ella bergidik, dia membalik tubuhnya dan melipat tangannya di dada.     

"Ok, aku mengerti." George menghela nafas dalam dan kembali duduk. Malam ini mereka akan merayakan keberhasilan Ella dalam kecanggungan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.