THE RICHMAN

The Richman - Story Telling



The Richman - Story Telling

0Ella akhirnya ikut bersama dengan Prince Robert keluar dari istana dengan diantarkan oleh Marcus.     
0

"Kemana kita akan pergi?" Tanya Ella penasaran.     

"Kau akan melihatnya nanti." Jawab Robert.     

"Kupikir anda akan bercerita di ruang kerja anda, your highness." Ella menoleh menatap wajah pria itu dan Robert tersenyum, "Tidak akan seru bercerita di sana." Jawab Robert, dan jawaban itu membuat gadis bermata biru itu terlihat merona tanpa sebab.     

Setelah menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit mereka masuk ke sebuah rumah, tampak seperti istana hanya saja tidak terlalu luas. Untuk menuju istana kecil itu, dari gerbang utama merka masih harus menempuh perjalanan kurang lebih lima ratus meter melewati semacam taman, tapi karena cukup gelap malam itu jadi tak terlihat keindahannya.     

"Another castele?" Ella bertanya pada Robert sembari menatapnya.     

"Ya, bisa di bilang seperti itu. Tapi tempat ini tidak terlalu luas dan jarang di datangi." Jawab Robert.     

"Lalu mengapa anda datang ke tempat ini, maksudku mengapa memilih tempat ini untuk bercerita, your highness?"     

"Tembok istana utama memiliki telinga, sementara tembok istana kecil ini tuli. Jadi hanya akan ada kau yang mendengarkan." Canda Robert dan Ella tersenyum.     

Marcus menghentikan laju kendaraannya dan turun kemudian memutar untuk membuka pintu untuk Robert sementara Ella membuka pintunya sendiri.     

"Come . . ." Robert meminta Ella ikut bersamanya sementara Marcus berjaga di luar. Meski istana ini tidak sering di kunjungi tetapi tetap ada orang-orang yang merawatnya. Bahkan ada juru masak dan juga petugas keamanan.     

Ella terpana melihat pemandangan yang dia temukan di dalam istana kecil itu. Bentuk bangunannya mirip dengan istana utama begitu juga dengan dekorasi dan penataan ruangan. Tapi matanya terbelalak saat melihat kemana Robert membawanya. Pria itu berhenti dan menarik bangku untuk Ella, dimana di atas meja bulat untuk ukuran dua orang, dimana sudah terdapat hidangan yang menunggu untuk disantap.     

"Dinner?" Alis Ella berkerut dalam kebingungan.     

Robert mengangguk, dia tersenyum sekilas. "Aku berhutang satu kesempatan minum kopi denganmu."     

Ella merona, "Anda masih mengingatnya your highness?" Tanyanya lirih.     

"Aku mengingat semuanya Emanuella Dimitry." Robert menatap Ella tapi gadis itu benar-benar tidak ingin hubungannya dengan Robert kembali rumit. Menjadi asisten sosial medianya saja sudah cukup, tidak perlu menjadi lebih dekat karena dia benar-benar merasa dirinya tidak pantas, bahkan untuk sekedar bermimpi menjadi salah satu anggota keluarga kerajaan.     

"Anda tidak perlu melakukan semua ini your highness."     

"Aku ingin melakukannya." Robert membuka botol wine dan menuangkan untuk Ella, juga untuk dirinya sendiri.     

"Terimakasih your highness."     

"Just call me Robert, no one here could hear us." Ujar Robert.     

"What?" Alis Ella bertaut, dia tampak begitu terkejut. Tapi Robert justru tersenyum.     

"Hi . . ." Robert berdiri dan mengulurkan tangannya pada Ella, gadis itu menjadi semakin bingung. "Biarkan aku memperbaiki kesalahanku yang dulu, My name is Robert Owen Fredric Jr." Robert tersenyum di ujung kalimatnya.     

Ella ragu-ragu, dia bahkan mengaitkan bibirnya, dan dengan wajah bersemu merah Ella membalas uluran tangan Robert. "Emanuella Dimitry."     

"Nice to see you Emanuella." Robert tersenyum kemudian duduk.     

"Just Ella." Ella bergidik malu.     

"Ella." Robert mengeja nama gadis itu. "Jadi, sekarang kita bisa memulai semuanya dari awal tanpa kebohongan." Ujarnya lega.     

"Sungguh, anda tidak perlu melakukan semua ini your highness."     

"Just Robert." Robert mengkoreksi.     

"Robert . . ." Ella menyebut nama itu dengan ragu dan Robert tersenyum. "Di tempat ini kia akan menjadi Ella dan Robert, bukan Emanuella sang asisten sosial media dan Robert Owen sang pangeran dari Royal family." Tegas Robert.     

"Bagaimana mungkin?" Tanya Ella bingung.     

"Sangat mungkin." Robert menatap Ella dalam-dalam dan memegang tangannya, sementara gadis itu tampak membeku saat tangan pangeran menyentuh miliknya. Rasanya menjadi sangat berbeda apalagi setelah mengetahui siapa Robert.     

"Selain namaku, dan statusku, semua yang kita alami waktu itu adalah nyata, Ella. Bahkan ciuman itu." Robert memulai mengarah pada apa yang pernah terjadi diantara mereka dan itu membuat Ella begitu canggung.     

"Haruskah kita membicarakan soal itu?" Tanya Ella ragu.     

"Aku tahu sulit bagimu untuk kembali percaya dan kembali pada situasi sebelum kau tahu siapa diriku, but for me, it's me, just Robert." Robert meyakinkan bahwa dia benar-benar tidak mempedulikan siapa dia dan dari mana asalnya atau latar belakangnya.     

Ella menarik tangannya perlahan dan Robert melepaskannya. "Sorry . . ." Ella tampak berusaha untuk tetap berada di jalurnya meski seluruh jiwa raganya bersorak bahagia saat Robert menawarkan dirinya untuk dimiliki seutuhnya, meski ini hanyalah permulaan.     

"Tidak, harusnya aku yang minta maaf." Sesal Robert. "Setelah membuatmu merasa begitu kacau dan sekarang aku seenaknya memintamu kembali menerimaku, itu jelas tidak adil bagimu."     

"Bukan seperti itu." Ella menyangkal. "Bisakah anda tetap menjadi anda, pangeran dari Royal Family dan aku adalah Ella, asisten sosial media anda, your highness. Aku merasa hubungan itu lebih nyaman untukku."     

"As you wish." Robert tersenyum, dia bukan pria yang tidak bisa mengontrol dirinya. Baginya strategi itu penting dalam melakukan segala sesuatu, dan mata elangnya sudah bisa melihat bagaimana gestur Ella menggambarkan betapa lemahnya pertahanan gadis itu. Hingga dalam satu atau dua kali serangan ringan berikutnya maka Ella akan bertekuk lutut padanya. Dalam strategi perang, memang kecepatan itu penting, tapi yang jauh lebih penting dari semua itu adalah ketepatan sadaran dan timing waktu.     

"Ok, mari kita lupakan dan makan. Hanya makan malam." Robert mengalihkan pembicaraan dan mencoba mencairkan suasana hingga Ella merasa belenggu yang baru saja hendak di pasangkan pada dirinya terbebas begitu saja. Gadis itu dengan polosnya tersenyum lalu mengangkat gelasnya seperti yang dilakukan Robert.     

"Untuk Pekerjaan barumu." Ujar Robert.     

"Untuk kesuksesan anda, your highness."     

***     

Makan malam berjalan dengan biasa setelah keduanya menjadi lebih santai. Robert mulai bercerita tentang foto-foto yang di katakan oleh Ella.     

"Oh foto gadis kecil itu?" Tanya Robert.     

"Ya." Angguk Ella.     

"Entah mengapa, mungkin ini kebetulan, namanya adalah Emanuella. Dan saat kami datang ke camp pengungsian itu dia demam." Ujar Robert.     

"Lalu?"     

"Kami datang dengan tim medis, tapi karena terlalu banyak yang di tangani sehingga tidak bisa maksimal." Terang Robert, dia meletakkan alat makannya, dan menatap Ella. "Malam itu dia diberikan obat penurun demam karena demamnya sangat tinggi, dan aku menemaninya. Aku bercerita padanya tentang banyak hal dan dia tertidur sambil memegangi tanganku."     

Ella berkaca-kaca menatap Robert, "Dimana orang tuanya?"     

"Dia kehilangan orang tuanya dalam tragedi kerusuhan yang terajdi dan tidak memiliki siapapun di camp." Terang Robert dan entah mengapa air mata Ella berjatuhan tanpa aba-aba.     

"Hei . . ." Robert mengambil sapu tangan dari dalam saku blazernya dan menyodorkannya pada Ella. Gadis muda itu menyeka jejak air matanya.     

"Maaf, aku terharu mendengar ceritanya."     

Robert tersenyum. "Aku tahu, kau melihat seluruh dunia ini dengan hatimu Mss. Dimitry."     

"Entahlah, aku hanya merasa nasibnya begitu malang." Ujar Ella.     

"Ya, tapi kami membangun pusat perlindungan anak-anak yang kehilangan orang tua dengan relawan yang akan fokus pada pendidikan dan juga kesehatan mereka. Dan yayasan mendanainya secara penuh."     

"Tunggu, yayasan anda?" Alis Ella berkerut.     

"Ya." Angguk Robert.     

"Anda menggalang dana atau?" Ella belum menyelesaikan kalimatnya saat Robert menjawab dengan senyuman, "Uangku sendiri, sejauh ini masih sangat kecil."     

"Anda sedang merendah, your highness." Puji Ella.     

"Akan ku bawa kau ke sana kapan-kapan." Robert berjanji dan Ella mendadak bersemu merah kembali.     

"Aku benar-benar menunggu hari itu." Ella tersenyum meski matanya masih berkaca. Keharuan itu tak akan mudah hilang dan akan mengganggunya jika dia biarkan bergelayut di sisa makan malam, jadi Ella memutuskan untuk mengubah topik pembicaraannya.     

"Lalu foto dengan nenek tua di sebuah peternakan?" Tanya Ella.     

"Oh, foto itu diambil tidak sengaja. Saat itu kami melakukan kunjungan ke Penistone, Yorkshire Selatan, di sana banyak peternakan. Dan kami mengunjungi salah seorang nenek yang memiliki peternakan. Kunjungan seperti biasa, kami datang, berbicara dengan warga, melihat peternakan, mencicipi susu terbaik, ada juga pabrik keju rumahan yang di kelola oleh salah seorang warga." Kenang Robert.     

"Tapi mengapa foto itu menjadi istimewa adalah bahwa putera, nenek itu, namanya Marry Margareth, aku masih ingat betul namanya. Puteranya bernama Christ adalah salah seorang tentara militer angkatan udara yang gugur saat latihan dengan pesawat tempur. Waktu itu pesawatnya menabrak bukit dan dia meninggal dalam kecelakaan itu." Ujar Robert, dia menghela nafas dalam. "Marry mengatakan bahwa saat melihatku dia teringat puteranya, jadi itu sebabnya foto itu diambil, saat itu aku menangis mendengar ceritanya." Robert tersenyum.     

Ella meletakkan alat makannya dan menatap Robert dengan dalam, penuh kekaguman. "Aku sangat kagum padamu, meskipun aku tidak tukbuh besar di negara ini, tapi beberapa bulan aku di sini aku belajar banyak tentang keluarga kerajaan. The King dengan kebijakasanaannya dan di cintai oleh semua rakyat dan aku yakin saat waktumu tiba, kau juga akan menjadi raja yang bijaksana dan di cintai rakyat." Ella menatap dalam pada sang Pangeran.     

Dalam hati Robert, dirinya bergetar mendegar kalimat tulus dari Ella.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.