THE RICHMAN

The Richman - Prince Date



The Richman - Prince Date

0Marcus dan Ella berdiri sementara Robert dan Clara duduk menikmati makan siang mereka. Clara datang sekitar pukul sepuluh dan mereka sempat berjalan-jalan menikmati pemandangan di dalam istana sambil berbincang. Sementara Marcus dan Ella berjalan di belakang mereka berdua.     
0

Robert dan Clara terdengar sangat menikmati percakapannya, dan itu membuat hati Ella getir. Dia yakin betul bahwa Robert tengah menyiksanya dengan cara ini untuk menguji batasnya dan Ella tahu menyerah bukan sesuatu yang boleh dia lakuan mengingat ini adalah tugas langsung dari Queen of England.     

Sementara hati Ella menjadi getir, Marcus tampak diam saja, dia tidak berkomentar sama sekali atau mengajak Ella bicara. Dia benar-benar selalu siaga tanpa banyak bicara.     

"Terimakasih your highness sudah mengundangku untuk makan siang, ini sebuah kehormatan bagiku." Clara tersenyum menatap Robert.     

"Aku senang berkenalan denganmu dan mungkin aku berencana melakukan kunjungan ke panti asuhan yang kau kelola dalam waktu dekat.     

"Sebuah kebanggaan bagiku." Clara tersenyum. Pembicaraan tampak semakin mengasyikkan diantara mereka, dan Ella menatap meja itu sembari melihat dengan cemburu yang membara di dalam hatinya. Tak sengaja saat sedang menatap ke arah meja, Robert melirik ke arahnya dan tatapan mereka bertemu sesaat, Ella cepat-cepat mengalikan pandangannya sementara Robert kembali fokus pada pembicarannya dengan Clara.     

***     

"Kau bisa meninggalkan tempat ini jika kau bosan." Mendadak Marcus bicara dengan suara pelan tapi masih bisa di dengar oleh Ella.     

Gadis itu mendongak menatap Marcus, "Aku harus tetap disini dan melihat semuanya." Ujar Ella. "Aku harus mengambil gambar dan membuat narasi untuk keperluan sosial media Prince Robert. " Ella menjawab formal.     

"Tapi ekspresimu saat menatap meja itu bukan seperti orang ingin mengambil gambar, tapi kau lebih tampak seperti ingin mencekik salah satu dari mereka." Marcus kembali bersuara dan Ella cepat-cepat mengkoreksi ekspresinya.     

"Oh . . . tentu saja tidak. "Ella tersenyum kikuk, "Mungkin aku hanya terlalu serius." Dia mencoba terlihat berbeda tapi mata Marcus yang begitu jeli jelas saja tak bisa di bohongi.     

Ella mengambil beberapa gambar sejak Clara Benedict datang dan bertemu dengan Prince Robert. Dan setelah mereka makan siang, ternyata Prince Robert masih mengajaknya tour pribadi keliling istana, begitu juga dengan Marcus yang terus mengawal dari jarak dekat dan Ella yang terus mengambil gambar.     

King dan Queen tampak menjamu Clara Benedirct dengan ramah. Mereka membicarakan banyak hal terutama tentang keluarga Clara dan juga pendidikannnya. Beberapa kali Queen bahkan memuji jiwa sosial Clara yang begitu besar. Sementara itu Prince dan Princess justru tak banyak bicara. Eleonnore yang biasanya banyak bicara memilih diam saja, dia tahu bahwa sesempurna apapun Clara Benedict di mata ayah dan ibunya, hati kakaknya sudah di curi oleh gadis muda di sudut ruangan yang tengah berdiri di sisi Marcus.     

"Aku sungguh berharap hubungan kalian bisa semakin dekat." Ujar Queen Elena.     

"Mom . . ." Robert tampak tak begitu suak dengan kalimat sang ibu barusan.     

"Robert, kau harus berhenti memikirkan dirimu sendiri." Queen menatap Robert, kemudian tersenyum menatap Clara. "Robert terlalu lama sibuk dengan pekerjaannya di dunia militer, dia harus segera mendapatkan sentuhan perempuan." Ujar Queen dan Clara tersenyum anggun sembari mengangguk menyetujui pendapat sang ratu.     

"Sebuah kebanggan bagiku your Majesty untuk bisa diudang makan malam bersama King and Queen of England." Puji Clara, gadis itu memang begitu piawai mengambil hati orang-orang dengan kecantikan dan keanggunan juga kecerasannya yang begitu terpancar.     

"Kau harus datang lagi sesering mungkin." Ujar Queen dan King tampak tersenyum sekilas. "Bagaimana dengan rencanamu kembalike camp pengungsian Robert?" Tanya sang ayah pada puteranya.     

"Secepatnya dad." jawab Robert.     

Queen menautkan alisnya menatap Robert. "Sebaiknya kau kembali ke camp setelah pernikahanmu dilangsungkan." Queen menatap Robert kemudian Clara. Robert terlihat kesal sementara Clara terlihat malu-malu.     

"Clara, bagaimana pendapatmu soal menikah dengan puteraku?" Queen memotong pembicaraan dan membuat jalan pintas untuk hubungan puteranya itu dengan Clara Benedict.     

"Your Majesty, sebaiknya memberi waktu untuk Prince Robert bingung. Situasi saat ini mungkin membutuhkan Prince Robert lebih aku membutuhkannya." Clara tersenyum dengan rona yang menghiasi wajahnya.     

"Kau benar, tapi aku sungguh ingin pernikahan ini di persiapakan secepatnya." Ujar sanga Ratu dan Robert menghela nafas. Pembicaraan semakin tajam dan beberapa kali sang Ratu berusaha bergegosiasi dengan Robert untuk membuat puteranya membuat gebrakan yang lebih besar soal hubungan asmaranya.     

***     

Barulah setelah pukul tujuh malam, setelah makan malam bersama King dan Queen, juga princess Eleonnore, Clara Benedict berpamitan untuk pulang. Saat itulah tugas Ella berakhir. Gadis itu pamit undur diri dan berjalan menuju kamarnya dengan tertatih. Sepatu hak tinggi kesempitan yang dia kenakan berjalan seharian tampaknya membuat kakinya terluka. Dia bahkan melewatkan makan siangnya juga makan malamnya.     

"Are you ok?" Tanya Marcus saat melihat Ella terhuyung dan berpegangan pada tembok.     

"I'm fine." Ella menegakkan tubuhnya dan berusaha terlihat baik-baik saja meskipun akhinnya dia meringis menahan sakit di kakinya. Marcus membawanya ke sebuah kursi di bagian taman istana dan membantu melepas sepatu Ella.     

"Auw . . ." Gadis itu meringis kesakitan.     

"Mengapa kau memakai sepatu sempit ini, kau tahu kan itu akan melukai kakimu?" Marcus menatap Ella dan gadis itu tampak pasrah.     

"Tunggu di sini, aku akan kembali dengan kotak obat." Marcus berjalan meninggalkan Ella dan gadis muda itu menengadah ke langit, melihat bintang gemerlapan malam itu, juga mencegah air matanya menetes setelah seharian dia menahannya. Rasa perih di kakinya tidak sebanding dengan rasa perih di hatinya.     

"Aku bisa mengobatinya sendiri, Marc . . ." Ella menoleh saat mendengar seseorang datang mendekatinya. Tak terlihat jelas wajahnya karena malam itu suasana di taman cukup remang-remang. Pria itu semakin dekat dan Ella sadar bahwa pria itu bukan Marcus, melainkan Prince Robert.     

"Your highness." Ella berusaha berdiri di atas sepatunya lagi dan memberi hormat pada sang pangeran meski akhrirnya dia merasakan sakit yang semakin menjadi dan terhuyung hampir jatuh, untunglah Prince Robert segera menahan tubuhnya.     

"Duduk diam." Prince Robert menlepas sepatu Ella dan melihat luka di bagian belakang tungkainya. Robert berjongkok dan Ella tampak merasa tak enak hati.     

"Your highness, anda tidak perlu melakukan ini. Aku bisa mengobatinya sendiri." Tolak Ella saat Robert berjongkok di hadapan Ella dan meletakkan satu kaki Ella di atas pahanya.     

"Diamlah, aku akan mengobatinya." Robert bersikeras dan Ella mengalah pada akhirnya. Untuk beberapa saat Robert mengamati luka itu, rahangnya tampak mengeras sekilas sebelum akhrinya mengambil kotak obat dan menuangkan alkohol ke atas kapas untuk membersihkan luka itu. Ella meringis kesakitan setiap kali kapas yang sudah basah dengan alkohol itu menyentuh lukanya. Dan entah mengapa hatinya yang terasa jauh lebih sakit hingga air matanya berjatuhan. Menerima perlakuan semanis ini dari Prince Robert jelas mengguncang seluruh pertahanan dirinya.     

"Tahan sedikit." Prince Robert menuang obat luka berbentuk cairan ke atas kapas dan menempelkannya ke bagian luka Ella hingga rata sebelum akhinrya menempelkan sebuah plester luka di kedua kaki Ella.     

"Thank you, your highness. " Ella menghapus jejak air matanya.     

Robert bangkit dari posisinya dan duduk di samping Ella duduk. Dia menoleh matap Ella sementara gadis itu tak berani mengangkat wajahnya apalagi membalas tatapan sang pangeran. "Mengapa memaksakan diri memakai sepatu kesempitan?" Tanya Robert, tapi Ella hanya tertunduk tak menjawab. Robert menutup kotak obat dan menengadah ke langit.     

"Apa kata ibuku setelah mendapatkan semua foto yang dia inginkan?" Tanya Robert, dan Ella baru berani menatap wajahnya.     

"Queen sangat senang." Jawab Ella singkat.     

"Dan kau?" Tanya Robert. "Kau puas setelah foto yang ku unggah ke sosial mediaku mendapatkan banyak like dan komen dari orang-orang?" Robert masih tak menatap Ella, dia menengadah ke langit.     

"Ya." Ella menjawab singkat sebelum kembali menunjukkan kepalanya.     

Robert menghela nafas dalam. "Ayahku mencintai seorang wanita sebelum menikahi ibuku." Robert menoleh ke arah Ella dan gadis itu membalas tatapan sang pangeran dalam keterkejutan.     

"Dan sampai sekarang ayahku masih mencintainya." Ujar Robert, sebuah fakta lainnya yang membuat Ella semakin terkejut.     

Robert tersenyum. "Semua orang di istana ini memiliki rahasianya masing-masing." Robert berbicara sembari menatap Ella.     

"Tapi pada akhirnya ayahku menikahi ibuku, seorang wanita yang berasal dari latar belakang keluarga yang di inginkan oleh nenekku." Ujar Robert. "Ini terus terjadi seperti sebuah kutukan." Robert tersenyum hambar, kemudian menatap Ella , "Dan ini akan segera terjadi padaku." Robert tersenyum sekali lagi dan Ella tertunduk dengan mata berkaca-kaca.     

"Anda bisa belajar mencintai Mss. Benedict setelah anda menikahinya, your highness." Ella memberi saran, meski hatinya mengatakan sebaliknya.     

Robert tersenyum lagi, kali ini senyum ironis. "Sama seperti yang coba di lakukan Ayahku dan Ibuku, tapi setelah puluhan tahun mereka berusaha dan tetap saja gagal." Robert menatap Ella.     

"Semoga lukamu lekas pulih." Robert berjalan meninggalkan Ella sembari membawa kotak obatnya. Pria itu tampak berjalan menuju ruangan kamarnya sementara Marcus melihat kejadian itu dari jauh tanpa berbicara sama sekali. Ekspresinya datar dan tak terbaca, setelah melihat sang pangeran pergi, Marcus juga menghilang dalam kegelapan malam. Menyisakan Ella yang masih duduk sendiri di bangku taman menegadah ke langit.     

Dalam benaknya dia memikirkan takdir yang begitu rumit, mengapa dia dibawa ke sebuah situasi dimana dia sendiri tidak tahu apa alasannya dan apa yang akan terjadi jika dia tertap berada di isatana ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.