THE RICHMAN

THE RICHMAN – Victory And Defeat At The Same Time



THE RICHMAN – Victory And Defeat At The Same Time

0Richard melihat panggilan masuk dalam ponselnya tepat sebelum dia masuk ke kabin pesawat untuk kembali ke New York. Urusan bisnis mendesak memaksanya kembali untuk sementara waktu, lagipula tidak ada titik terang dalam pencarian mendadak itu.     
0

Rich merasa perlu mempersiapkan strategi baru juga personil yang lebih banyak, termasuk kemungkinan untuk melibatkan media lokal dalam menyiarkan berita kehilangan isteri Rich. Namun derasnya arus informasi juga menjadi boomerang bagi Rich, selain mencari isteri tercintanya dia juga masih mempertimbangkan harga saham perusahaan-perusahaan yang dia pimpin yang mungkin saja akan mengalami gejolak dengan adanya pemberitaan yang sangat mungkin berkembang dengan liar.     

"Apakah anda sudah siap Sir?" Tanya sang pilot.     

"Ya." Angguk Rich. Dia menyakukan kembali ponselnya yang sempat bordering namun kemudian mati sebelum sempat diangkat. Richard menaiki tangga menuju pesawat dan mengambil tempat duduk yang menurutnya nyaman. Sambil melempar pandangan keluar jendela, batin Rich masih tertuju pada panggilan masuk tadi.     

Richard mengamati ponselnya lagi, beberapa kali dia mempertimbangkan untuk mengangkat atau mematikan ponselnya mengingat penerbangan sebentar lagi akan dilakukan.     

Pilot sudah memberi aba-aba pada petugas di menara pantau untuk meminta rute penerbangan, meski demikian menara pantau meminta untuk menungu lima menit lagi mengingat jalur udara saat itu masih begitu padat.     

Richard menghela nafas dalam, suara hatinya seolah berteriak memintanya menghubungi kembali nomor itu. Dan benar saja Richard menyentuh tanda "Dial" di layar ponselnya, sejurus kemudian terdengar suara dering tersambung.     

"Halo." Suara seorang perempuan terdengar di seberang, bergetar dan penuh emosi.     

"Christabell." Richard langsung bisa mengenali suara itu.     

"HOLD ON!!!" Teriaknya pada sang Pilot hingga membuat sang pilot kembali menghubungi petugas menara pantau untuk menunda penerbangan.     

Rich segera keluar dari pesawat.     

"Katakan kau dimana?" Tanya Rich tak sabaran, dia tampak sangat panic sekaligus bahagia. Kebahagiaan bahkan terasa membuncah memenuhi atmosfir di sekitar Rich saat itu.     

"Aku menuju hotel tempatmu menginap."     

"Ok, aku akan ke sana." Richard segera meminta orang kepercayaannya untuk menyerahkan kunci mobil agar dirinya bisa segera menuju hotel tempatnya menginap.     

"Aku ingin bicara banyak, tapi sekarang aku akan menyetir. Bisakah aku menghubungi nomor ini lagi nanti?" Tanya Rich cepat.     

"Ya."     

Sementara Richard menginjak pedal gas sangat dalam hingga membuat mobil yang dia tumpangi melesat cepat, di sisi lain Christabell tengah berderai air mata. Setelah sekian lama, akhirnya dia bisa mendengar suara suaminya lagi.     

"Kalian pasti bertemu." Ujar Ella.     

Christabell mengangguk, dia meremas tangan Ella. "Aku tidak tahu bagaimana cara berterimakasih padamu Ella."     

"Tidak perlu berterimakasih Bell, aku melakukannya dengan tulus.     

Sang supir taksi memacu kendaraannya dalam batas wajar, dan sialnya terdapat sedikit kemacetan di depan sana.     

"Oh, ayolah!" Geram Ella. "Jika seperti ini terus, Pablo mungkin akan bisa menyusul kita."     

"Setidaknya Pablo tidak tahu kemana kita pergi." Christabell mengusap air matanya, dia berusaha berpikir positif agar harapannya untuk bertemu sang suami tak pupus begitu saja.     

Ella sesekali melempar pandangan ke belakang untuk memastikan tidak ada mobil Pablo di belakang kendaraan mereka.     

"Bisakah kita melewati jalan lain untuk menuju hotel itu?" Tanya Ella.     

"Ini jalur terdekat." Ujar sang supir.     

"Tak apa memutar sedikit asal tidak harus menunggu dalam kemacetan." Ella setengah memohon, dia benar-benar tidak sanggup membayangkan kegagalan yang mungkin saja terjadi seperti Pablo yang muncul tiba-tiba dan menyeret mereka keluar dari taksi, melempar dirinya begitu saja di pinggir jalan sementara membawa Christabell pergi semakin jauh dan semakin sulit ditemukan. Christabell akan menjadi semakin tak berdaya karena Pablo tahu betul kelemahan Bell terletak pada bayinya. Christabell tidak mungkin mengorbankan keselamatan Adrianna demi apapun.     

"Kumohon Sir." Christabell membungkuk demi memohon pada sang supir.     

"Ok, argonya akan naik jika begitu."     

"Ya, tidak masalah. Suamiku memiliki banyak uang." Ujar Bell berbinar. Meski demikian dia sadar betul bahwa Ella dan dirinya pergi tanpa uang sepeserpun.     

Ella mengrenyit menatap Bell, sementara Bell mengangguk. "Kita harus bisa bertemu dengan Richard, itu yang paling penting. Akan kubereskan soal taksi ini." Ujar Bell bangga.     

Sementara itu darah mulai surut dari wajah Ella, dia benar-benar lupa jika taksi ini harus di bayar dan nilainya tidak sedikit apalagi jika harus melalui jalan memutar sedangkan yang ada di dalam dompetnya hanya beberapa dollar saja.     

"Bell, apa tidak sebaiknya kita menunggu saja." Ella merubah pikiran.     

"Ella, apa yang terjadi?" Desis Bell, mereka tampak saling berbisik.     

Ella membisikan jawabannya di telinga Bell. "Aku tidak memiliki cukup uang untuk membayar argo."     

"Suamiku akan membayar semuanya, percayalah. Setelah bertemu dengannya semua akan baik-baik saja." Christabell berututur.     

***     

Ella dan Bell turun dari taksi sementara sang supir di minta menunggu untuk bertemu dengan Richard.     

"Aku tidak bisa menunggu." Gerutu sang supir.     

Ella mendekatinya. "Tetap nyalaan argomu dan kami akan membayarnya dua kali lipat." Ujarnya bangga.     

"Ok." Pria itu masuk lagi kedalam taksi dan tak lama sebuah mobil sedan memasuki area parkir.     

Ella dan Christabell saling menatap dalam kebekuan, mereka benar-benar mati langkah. Karena begitu mobil terparkir, Pablo tampak keluar dengan wajah marah.     

"Apa yang kau lakukan di tempat ini." Pria berkulit coklat itu berbicara diantara gigi-giginya yang terkatup.     

"Pablo biarkan Christabell pergi." Ella menghalangi langkah Pablo untuk mendekati Christabell, tapi pria itu tampaknya sudah gelap mata. Dia mendorong Ella hingga jatuh tersungkur, sementara sang supir taksi tampak ketakutan dan memilih diam di dalam mobil.     

"Sial, bukannya mendapatkan bayaran dua kali lipat, ternyata suaminya orang gila." Gerutu sang supir.     

Tak berapa lama mulai terjadi tarik menarik, Pablo mencoba menyeret Christabell masuk kedalam mobil. Dia tak lagi menunjukkan kelembutan yang biasa dia berikan pada Bell dan Adrianna. Rasa takut akan kehilangan kedua malaikat itu membuatnya menjadi sangat posesif hingga tak bisa mengendalikan dirinya lagi.     

"Pablo kau menyakitiku." Christabel meronta dengan tetap mempertahankan bayinya dalam dekapan sementara Pablo dengan sekuat tenaga terus menyeretnya.     

Mendadak seseorang menyerang Pablo hingga jatuh tersungkur setelah bogem mentah mengenai wajahnya. Pablo di tarik dan berkali-kali di pukul hingga terhuyung jatuh, si lawan menindihnya dan menghajarnya hingga babak belur sampai beberapa orang datang dan melerai mereka.     

Ella yang semula menolong Christabell untuk membawa bayinya tampak berdiri dengan air mata berderai-derai melihat pria yang juga mengalami lebam di wajahnya akibat perlawanan dari Pablo itu berlari ke arah Bell dan memeluknya erat. Menciuminya berkali-kali. Bahkan sang supir taksi yang tadinya acuh tampaknya juga membantu melerai mereka berdua pada akhirnya bersama beberapa orang dari pihak keamanan hotel.     

"I love you." Itu yang dikatakan oleh Pablo berlulang-ulang sambil memeluk Bell. Dan saat suasana haru biru diantara mereka mulai mereda, Ella berjalan mendekat "Bayi kalian." Ujar Ella singkat, namun begitu dahsyatnya kalimat itu di telinga Richard. Dia membeku untuk beberapa saat, sampai akhirnya matanya tampak berkaca, menatap Bell. Wanita itu mengangguk dengan berderai air mata. Setelah Bell meyakinkannya, dengan sedikit ragu Richard mengambil alih Adrianna dari pelukan Ella dan mendekapnya.     

"My baby." Bisiknya, ujung hidung Rich menyentuh kening Adriana dan bayi yang semula sempat menangis itu menjadi tenang.     

"She is my baby." Richard menatap Bell dan isterinya itu terus mengangguk sembari mengusap punggung pria gagah yang kini menjadi melankolis saat mendekap bayinya untuk pertama kali.     

"Em… Dia menunggu bayaran taksi." Ella menyeringai karena merasa kurang nyaman mengganggu romantisme di hadapannya. Richard cepat-cepat menyerahkan Adriana pada ibunya dan mengambil dompet kemudian menarik beberapa lembar pecahan seratus dollar dan di sodorkan begitu saja tanpa menghitung lagi lembarannya.     

"Tapi tuan, init erlalu banyak." Sang supir taksi tampak kebingungan.     

"Ambil saja kembalinya. " Jawab Richard cepat. Dia tak peduli lagi soal uang tampaknya, baginya isteri dan puterinya adalah segalanya saat ini.     

Ella mendekat dengan canggung. "Kurasa kau benar, Pablo tidak seperti yang ku pikirkan." Ujar Ella.     

"Ella, maafkan aku." Rasa bersalah tiba-tiba menyeruak di hati Christabell melihat Pablo babak belur karena di pukuli suaminya dan kini duduk dengan beberapa orang petugas keamanan yang tampak tengah menginterogasinya.     

"Bisakah aku menemuinya sebentar?" Tanya Bell, tatapan Richard berubah saat tahu maksud isterinya adalah Pablo.     

"Untuk apa menemuinya lagi, brandalan tengik itu sudah membohongiku."     

Christabell menghela nafas dalam. "Jika tak ada dia, mungkin kau tidak akan pernah bertemu denganku dan puterimu." Ujar Bell, dia tetap mendekat ke arah Pablo, sementara Ella mengambil alih lagi Adrianna.     

Lankah Christabell goyah melihat Pablo yang sebelumnya dia bayangkan sebagai monster menjadi Pablo yang penuh kasih dan begitu peduli padanya dan Adrianna. Christabell duduk mengadap Pablo tapi pria itu membuang muka.     

"Pablo,…" Christabel menyentuh wajah memar pria itu dan dia tampak meringis nyeri. "Maafkan suamiku." Ujar Bell.     

"Pergilah, untuk apa lagi kau disini?" Pablo menjawab ketus.     

"Aku benar-benar tidak ingin berakir seperti ini." Sesal Christabell.     

Pablo menatapnya. "Pergilah."     

"Aku akan membayar biaya perawatanmu hingga sembuh, juga mengganti semua biaya yang sudah kau keluarkan untuk merawatku dan Adrianna." Ujar Bell.     

Pablo tampak tersenyum skeptis. "Tidak semua bisa kau bayar dengan uang Mrs. Anthony." Pablo bangkit dari tempatnya duduk dan meninggalkan Bell sendiri. Dengan sedikit terpincang dia berjalan menuju mobilnya dan pergi.     

Christabell menatapnya pergi dengan air mata berderai, bagaimanapun juga pria itu menjadi makhluk paling dekat yang bisa dia andalkan untuk bertahan hidup. Tempatnya dan Adrianna puterinya bergantung hidup selama beberapa waktu.     

Richard menghela nafas dalam menyaksikan semua itu, dia tidak pernah melihat Christabell seemosional ini ketika berpisah dengan seseorang. Sebuah tanda tanya menyeruak dari dalam batin Richard, apakah Bell menyimpan nama lain selain namanya di dalam hati? Apakah pria berkulit coklat itu bisa merebut hati Christabell selama beberapa waktu mereka bersama?     

Christabell mengusap air matanya, perpisahan dengan Pablo memang tak terelakkan lagi, tapi itu juga bukan akhir dari segalanya. Dunianya yang dulu telah datang, Richard Anthony ditambah dengan Adrianna Anthony, bukankah dunianya kini kembali sempurna? Lalu mengapa rasanya seperti ada lubang hitam menganga besar di dalam hati Bell.     

Ella menyerahkan Adrianna kedalam pelukan ibunya, dia tampak berpamitan, dan tidak ada yang bisa di ucapkan selain terimakasih. Ella bahkan menolak sejumlah uang yang hendak di berikan Richard padanya sebagai tanda terimakasih. Melihat itu hati Christabell semakin terkoyak, kalimat Pablo tadi seolah menamparnya sekali lagi. "Tidak semuanya bisa di bayar dengan uang"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.