THE RICHMAN

The Richman - You Know Me Well



The Richman - You Know Me Well

0Christabell baru saja tiba di rumah dan bergegas mencari keberadaan bayinya. Rupanya Adrianna ada di dalam kamar, dan sialnya saat Bell masuk kedalam kamar, bukannya Zoey yang tengah bersama bayinya itu melainkan sang suami. Siang hari dan dia ada di rumah?     
0

"Rich?" Christabell terlihat celingukan.     

"Hei…Say hi to mommy." Richard tersenyum lebar sambil menggoyangkan tangan baby Adrianna ke arah ibunya. Christabell mendekat dengan ragu sembari mengukur ekspresi suaminya itu. Apakah pria bijaksana yang dia sebut sebagai suami akan mempertanyakan dari mana isterinya, dan mengapa keluyuran sendiri meninggalkan bayi dengan pengasuhnya, atau apa?     

"Aku akan mengganti pakaian." Ujar Bell, tampaknya dia memilih untuk membersihkan diri dan mengganti pakaiannya sebelum menyentuh baby Adrianna. Christabell masuk ke kamar mandi dan mencuci wajahnya di wastafel. Sejurus setelah membasuh wajahnya, Bell mengusap bagian bawah matanya, terlihat begitu sembab, dan sulit dia sembunyikan. Bahkan setelah membasuh berkali-kali.     

"Oh Rich pasti curiga." Gumamnya. Tak ada pilihan, memilih diam di kamar mandi terlalu lama justru akan semakin memancing kecurigaan suaminya itu. Christabell berjalan keluar dari kamar mandi setelah mengganti pakaiannya dan menghampiri suaminya.     

"Apa yang kau lakukan di rumah sesiang ini Mr. Anthony?" Tanya Christabell sembari mengambil alih puterinya dari tangan suaminya. Itu sengaja dia lakukan untuk menghindari kontak mata langsung dengan suaminya itu.     

Tangan Richard dengan sigap meraih wajah isteirnya itu. "Kau menangis?" Tanyanya.     

"Tidak." Christabell membuang muka.     

Richard menghela nafas panjang. "Kau tidak pandai berbohong Mrs. Anthony, dan kau tidak terlahir untuk menjadi pembohong. Kau juga tidak sedang mengajari puterimu belajar berbohong bukan?"     

Christabell menelan ludah, sudah barang tentu akan tertangkap basah oleh suaminya dan dia sudah sangat yakin, Richard Anthony adalah orang yang teliti dan detail, tidak ada hal yang bisa luput dari pengawasannya.     

"Katakan padaku, apa dan siapa yang membuatmu menangis?" Tanya Richard.     

Tepat sebelum Christabell menjawab, Zoey mengetuk pintu. Christabell segera menyerahkan baby Adrianna pada Zoey karena ini adalah waktu baby Adrianna untuk tidur siang.     

"Bisa kita bicara?" Christabell terlihat sedikit cemas saat mengatakannya dan Richard bisa melihat itu dengan begitu jelas.     

"Tentu saja sayang, take your time." Ujar Rich. Mereka memilih ruangan yang sangat privat, di ruang kerja Richard. Bell bahkan mengunci pintu ruang kerja suaminya itu sebelum mengungkapkan semua keresahan hatinya.     

"Tell me." Richard mulai pembicaraan setelah mereka duduk berhadapan di sofa sudut di ruang kerja Rich.     

Christabell menghela nafas dalam, seolah masih mempertimbangkan untuk mengatakan kebenaran atau justru membuat kebohongan.     

"Aku bertemu dengan wanita di rekaman itu." Ujar Bell, dia tidak langsung membeberkan semua faktanya.     

Richard terkesiap mendengar semua itu. "Kau…?" Kalimat Rich terhenti. Dia juga tampak ragu untuk mengatakan semuanya, "Kau tahu siapa dia?" Sambung Rich.     

Christabell menelan ludah, kemudian mengangguk pelan. "She is my mother." Ujarnya lirih.     

Richard menghela nafas dalam. "Jadi kau sudah tahu soal itu."     

"Tunggu, apa kau juga tahu soal ini Rich?" Tanya Christabell dan suaminya itu mengangguk.     

Rahang Rich mengeras sekilas. "Aku mencoba mencari waktu yang tepat untuk memberitahumu soal siapa wanita itu."     

Christabell mulai berkaca. "Aku menemuinya tadi." Ujarnya dengan suara bergetar.     

"Are you ok?"     

Christabell mengigit bibirnya. "Definitely not." Dia bahkan bergidik, disusul dengan air mata yang berjatuhan tanpa aba-aba. Sontak Richard menggulung isterinya itu dalam pelukan.     

"I'm here baby, I'm here." Richard mengusap punggung isterinya itu dengan lembut berkali-kali untuk memberikan ketenangan.     

"Thank you." Bisik Christabell.     

Beberapa waktu setelah Christabell mulai tenang dia menceritakan kronologis bagaimana Layla Stone, ibuya datang kerumah tempo hari dan meninggalkan mimpi buruk bagi Christabell semalam, hingga pagi ini dirinya memiliki tekat yang bulat untuk menemui wanita bernama Layla yang mengaku sebagai ibunya itu untuk menuntut penjelasan.     

"Awalnya aku benar-benar ingin membuatnya menderita, aku ingin mengeluarkan semua makian kasar yang mungkin bisa ku ucapkan untuk membuatnya semakin terluka. Tapi aku tidak bisa Rich… matanya begitu teduh dan dia ibuku." Christabell menumpahkan semua emosinya pada suaminya.     

Richard mengangguk. "Aku tahu ini tidak mudah bagimu."     

"Aku memang menderita hidup tanpa kasih sayang ibuku, tapi seumur hidupnya dia harus menanggung rasa bersalah karena meninggalkan bayinya di panti asuhan. Dia bahkan berpikir jika dia memaksakan diri untuk membawaku bersamanya, mungkin dia justru akan melihat anaknya mati kelaparan karena dia tak mampu memberiku makan."     

Richard mengusap lengan isterinya yang bergelayut di pundaknya itu. "Kita bisa mengajaknya tinggal di rumah ini jika kau mau." Richard memberikan penawaran.     

"Aku sudah mengatakannya, tapi dia menolak."     

Richard menghela nafas dalam. "Kita tidak bisa bergerak terlalu cepat sayang, kau butuh waktu untuk menerima semua kenyataan ini, begitu juga dengan ibumu."     

"Ya." Angguk Bell setuju. "Aku akan memberinya waktu untuk berpikir." Imbuhnya. Sejurus kemudian Christabell mendongak menatap suaminya. "Bolehkah aku menemuinya lagi, mungkin cukup sering."     

Richard tersenyum. "Untuk apa meminta ijinku. Lakukan apa yang ingin kau lakukan, bahkan aku memintamu membawanya ke rumah ini agar bisa tinggal bersama denganmu. Mungkin dengan begitu kalian bisa menebus masa-masa yang kalian lewatkan sebagai seorang ibu dan anak." Richard mendaratkan kecupan manis di kening isterinya itu. "Baby Adrianna juga akan bahagia karena untuk pertama kalinya ada orang yang bisa dia panggil Grandma."     

Christabell tersenyum meskipun matanya sembab. "You know well Sir."     

"As always." Richard menaikkan alisnya sembari tersenyum jumawa. "Jangan menangis lagi, kau justru harus sangat bahagia sekarang ini. Kita memiliki satu anggota keluarga baru lagi dan itu ibumu, orang yang selalu kaubayangkan hardir dalam hidupmu."     

"Ya." Angguk Bell setuju.     

***     

Hari berikutnya Christabell kembali menemui ibunya di apartmentnya. Tapi wanita itu tampaknya tidak ada di tempat. Bell bertanya pada tetangganya, seorang wanita muda bernama Jodie dan dia mengatakan kemungkinan Layla pergi untuk memeriksakan keadaannya.     

"Mungkin dia pergi untuk check up."     

"Check up?" Alis Christabell bertaut. Dia tidak pernah mendengar soal itu, atau setidaknya belum mendengar hal itu dari bibir ibunya sendiri. "Apa dia sakit?" Tanya Bell.     

"Sepertinya, mungkin karena usianya tidak muda lagi dia perlu melakukan beberapa pemeriksaan kesehatan rutin." Jawab Jodie.     

"Oh, Thanks Jodie."     

Christabell bahkan lupa untuk meminta nomor ponsel ibunya, hingga dia putuskan untuk menunggu. Dua jam kemudian wanita tua itu datang dengan tas blanjaan berisi makanan. Dia terkejut melihat Christabell berdiri di ambang pintunya dengan membawa paper bag yang juga penuh terisi dengan berbagai bahan makanan.     

"Kau sudah lama menunggu?" Tanya Layla sembari tersenyum.     

Christabell mengangguk. "Hampir tiga jam." Jawabnya.     

"Maaf sayang, aku ada urusan tadi." Sesal Layla sambil membuka pintu apartmentnya.     

Setelah masuk kedalam apartment Christabell segera membongkar belanjaannya dan memasukkannya kedalam kulkas untuk diolah sewaktu-waktu oleh ibunya. Bell juga membawa makanan matang berupa lasagne dan juga daging panggang yang mungkin sudah tidak hangat lagi.     

"Aku bisa mengurus diriku sendiri, kau tidak perlu meninggalkan puterimu untuk menjengukku." Ujar Layla sembari membantu puterinya itu memindahkan bahan makanan kedalam kulkas.     

"Jika begitu maka pindahlah kerumah kami." Christabell menghentikan aktifitasnya kemudian menatap ibunya. Layla membeku, dia tersenyum sekilas kemudian kembali melanjutkan memasukkan sayuran tanpa menjawab.     

"Mengapa setelah kita bertemu, ibu justru tampak menghindariku?"     

Layla membeku, dia menoleh ke arah Christabell beberapa saat kemudian. "Apa kau berpikir seperti itu?"     

"Ya." Angguk Christabell tegas. "Jika kau benar-benar datang untuk melihat puterimu dengan ketakutan besar bahwa aku akan menolak kedatanganmu, itu bukan lagi menjadi masalah karena aku menerimamu. Lalu mengapa ibu yang justru menolak kami."     

"Christabell, kau memang puteriku. Tapi suamimu tidak mengenalku." Jelas Layla.     

Christabell tersenyum lebar. "Richard tahu siapa ibu lebih dari siapapun."     

"Maksudmu?"     

"Rich mencaritahu tentang ibu dan menemukan semua fakta itu sebelum kita bicara, dan saat kami membahasnya Richard justru menginginkan hal yang sama, agar ibu bisa pindah ke rumah kami." Ujar Christabell panjang lebar, namun tampak berhenti mendadak. "Dia bahkan berpikir jika hal itu mungkin bisa mengganti waktu-waktu yang kita lewatkan di masalalu.     

"Sayang…. Kau benar-benar beruntung memiliki suami sebaik malaikat. Jaga dia baik-baik, mungkin dia satu-satunya pria yang berpikir seperti itu." Layla mengusap wajah Chrisatbell, kemudian bangkit berdiri dan berjalan menju wastafel untuk mencuci tangannya dan mengeringkannya sebelum membuak beberapa box berisi makanan siap santap.     

"Kau bisa membuatku gendut jika memakan semua ini." Tawa renyah Layla di susul dengan bulir-bulir di sudut matanya. "Oh… aku tertawa sampai mau menangis." Ujarnya sembari menyeka sudut-sudut matanya. Dam hatinya berbisik, "Aku tidak pernah diperlakukan semanusiawi ini seumur hidupku. Kau, bayi yang kutinggalkan begitu saja justru menerimaku apa adanya. Ini sangat membahagiakan sampai membuatku hampir mati."     

"Maaf tapi aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, aku sudah cukup lama meninggalkan rumah." Sesal Bell.     

"Tentu sayang, jangan sampai kau melupakan bayimu demi merawatku."     

Chrisatbell meraih tangan ibunya itu. "Datanglah ke rumah kami, kami akan sagnat bahagia menerimamu."     

"Akan ku pertimbangkan."     

"Oh ya, aku tidak bisa menunggu berjam-jam lagi lain kali. Jadi sembari menunggu aku sempat membeli ini di toko terdekat. Kuharap kita bisa lebih sering bicara." Christabell mengeluarkan sebuah kotak berisi ponsel baru pada ibunya itu.     

"Ibu bisa membaca petunjuknya saat menggunakannya. Aku sudah memastikan ini bisa di gunakan, ibu tinggal mengisi daya battery saat sudah lemah."     

Layla tertegun menatap puterinya itu. "Kau benar-benar berhati malaikat." Ujar Layla.     

"You're the real angel." Jawab Christabell. "Jika bukan malaikat, ibu pasti sudah menyingkirkanku saat aku masih berupa gumpalan darah dalam rahimmu." Christabell tampak berkaca sekali lagi. Moment kebersamaan itu sering sekali menguras emosi keduanya, tapi mereka menikmati gaya komunikasi yang dalam antara ibu dan anak, semacam yang mereka lakukan sejak bertemu pertama kali.     

"I thank you for given birth for me that day, even if those was the hardest days in your entire life. You still choose to save me."     

"I love you more than my own life dear." Bisik ibunya. "Everybody may say this is bullshit, but I swear that the truth."     

"I believe in you mom."     

"Thanks."     

Christabell memeluk ibunya itu sebelum meninggalkan apartment type studio yang di sewa ibunya dan bergegas masuk ke dalam mobilnya. Mobil mewah yang di kendarai oleh Bell merupakan hadiah ulang tahunnya setahun lalu. sebuah kejutan yang tak pernah di bayangkan oleh Christabell sebelumnya. Malam itu Richard kembali ke rumah setelah begitu larut, san meletakkan sebuah kunci mobil di sebelah bantal Chrsitabell.     

Awalnya Christabell marah besar karena Rich melupakan janji kencannya, makan malam yang sudah di rancang Chtistabell di sebuah restoran mewah untuk dua orang. Setelah menunggu lebih dari tiga jam Christabell pulang dengan rasa malu yang teramat sangat karena makan malam itu batal. Sang suami tidak datang dan tidak memberi kabar. Pasalnya Richard tengah sibuk di area pembangunan proyek baru dan ada kendala yang harus di selesaikan malam itu juga. Rich lupa menghubungi isterinya dan melalaikan makan malam untu merayakan ulang tahun Christabell.     

Untuk menebus rasa bersalahnya Richard menghadiahkan sebuah mobil dan berjanji bahwa isterinya itu boleh mengendarai mobil itu sendiri tanpa pengawalan dan tanpa supir. Setelah kesepakatan di buat, barulah Christabell membebaskan Richard dari belenggu rasa bersalahnya itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.