THE RICHMAN

The Richman - Finding Him!



The Richman - Finding Him!

0-Seminggu Kemudian-     
0

Kondisi Layla tampak stabil seminggu terakhir. Dia bisa mulai beraktifitas seperti biasa meski Christabell terus mencerewetinya. Jangan lakukan ini dan itu, jangan sampai kelelahan dan lainnya. Zoey berbagi perhatian antara harus bersama Adrianaa atau bersama dengan Layla sang nenek.     

Selain menikmati melakukan kegatan di dalam rumah dengan menulis di buku hariannya, Layla juga senang menikmat kegiatan di luar rumah. Meskipun tak banyak yang bisa dia lakukan tapi dia senang duduk di kursi taman dan melihat ke sekeliling.     

Hal tersebut juga didukung oleh dokter karena ketenangan hati bisa menjadi salah satu kunci kestabilan kondisi Layla. Seperti pagi ini, Layla tampak duduk sendiri, menatap daun-daun yang berguguran di taman. Musim semi memiliki keindahannya sendiri.     

Sebuah keindahan yang ironis, saat banyak daun menyerah untuk bertahan karena cuaca, hingga akirnya mereka mengering dan gugur, seolah sedang mencandai Layla dengan meneriakan sebuah kalimat. "Lihatlah Layla, kau akan kering dan gugur seperti kami. Setelah itu orang akan menyapu kenangan tentangmu dan kau selamanya akan hilang."     

Layla menghela nafas dalam penuh kesedihan. Menyesalpun tak ada gunanya, namun apa yang terjadi padanya saat ini adalah doa-doanya yang terwujud. Bagaimana tidak, saat masa-masa paling sulit dalam hidupnya dia selalu berdoa agar suatu saat dia bisa melupakan semua kejadian buruk itu dan menjalani masa tua dalam ketenangan. Hingga dia tak lagi harus menjalani masa tua dengan mengingat akar-akar pahit yang menjalar dan membelit setiap ruang di hatinya.     

Sangat ironis, ketika apa yang selalu dia doakan dan itu terkabul, justru menjadi malapetaka baginya. Disaat dia benar-benar ingin menikmati kehidupannya saat ini, tapi dia justru tidak bisa mengingat banyak hal, dan bahkan lebih buruk dari itu.     

Di tengah ketenganan tiba-tiba Christabell datang dengan camilan dan teh.     

"Mom..." sapanya.     

"Oh hai sayang." jawab Layla dengan senyuman. Senyum yang selalu berhasil menipu semua orang. Senyum yang bisa menyembunyikan jutaan kegetiran untuk dia nikmati sendiri, tanpa mau berbagi.     

Christabell menyodorkan secangkir teh untuk Layla. "Aku berpikir tentang sesuatu, tapi sebelumnya aku ingin membicarakan hal ini denganmu." Ujarnya.     

"Soal apa?" Alis Layla berkerut menuntut jawaban.     

Christabell menghela nafas dalam, dia mencoba mengukur ekspresi ibunya itu sebelum mengutarakan maksud hatinya. "Apakah kau tidak ingin menemu daddy?" Tanya Christabell perlahan-lahan, dengan penuh kehati-hatian. Layla membeku mendengar pertanyaan dari puterinya itu. Beberapa saat kemudian dia menyesap teh hangat dari cangkirnya itu dan mempertimbangkan.     

"Apa kau ingin menemuinya?" Tanya Layla pada puterinya.     

Christabell mengangkat bahunya "Why not?" Dia tampak tak keberatan sama sekali. Meskipun ini mungkin juga akan menjadi "Another dramatic moment" dalam hidupnya tapi sebenarnya semua ini dia lakukan untuk ibunya. Saat Layla keluar pagi ini, diam-diam Christabell masuk kedalam kamarnya dan membuka buku catatan itu. Memang melanggar privasi ibunya sendiri, tapi dia benar-benar tidak bisa menahan rasa penasarannya. Apa yang sebenarnya ditulis oleh ibunya? Dan pada halaman ke tiga buku itu, sang ibu membahas tentang pria bernama Paul Stell, lengkap dengan alamat rumahnya.     

Christabell sudah mengkonsultasikan soal kemungkinan pencarian ayah kandungnya pada sang suami melalui telepon dan Richard setuju. Bahkan suami kayanya itu tampaknya memunyai privat intelegent yang bisa memberinya informasi apapun yang dia butuhkan. Setengah jam setelah menerima informasi seadanya dari Christabell yang dia curi dari buku harian ibunya, Christabell menerima feed back dua lembar penuh informasi mengenai ayah biologisnya itu.     

"Mom..." Christabell meraih tangan ibunya. "Aku tidak bisa berbohong padamu, dan aku sungguh minta maaf karena melihat buku harianmu tanpa permisi." Ujarnya ragu, tapi Layla tak tampak marah, dia masih mendengarkan penjelasan Christabell.     

"Aku mendapatkan informasi ini." Bell menyodorkan dua lembar kertas lengkap dengan gambar berwarna. Tangan keriput Layla gemetaran menerimanya.     

"Dia tinggal di Brooklyn."Ujar Christabell.     

Layla tampak tak lagi fokus pada puterinya itu. Dia melihat foto seorang pria tua dengan setelan rapi tampak duduk sendiri bersama dua orang bocah di samping kanan dan kirinya. Dia tersenyum penuh kebahagiaan dalam gambar itu.     

"Foto itu diperolah dari akun sosial media puteranya Robert Petterson Stell Jr."     

Layla tersenyum pada Christabell, setelah menghela nafas dalam. Seolah selama mengamati dua lembar kertas tadi Layla lupa bernafas. "Jika kau ingin menemuinya, aku tidak keberatan." Ungkapnya.     

"Setidaknya sekali dalam seumur hidupku aku mengenal ayah biologisku, mungkin itu akan terasa baik untukku."     

"Ok sayang apapun untukmu." Jawab Layla sembari mengusap lengan puterinya. Dalam hati Christabell. "Apapun untukmu mom."     

Mereka tampak menikmati pemandangan dan teh di pagi hari sambil berbincang dari hati ke hati pagi itu setelah Richard pergi ke kantornya dan Adrianna bersama Zoey.     

"Aku suka musim gugur." Ujar Layla tiba-tiba.     

"Semua orang menyukai musim gugur."Timpal Christabell.     

Layla tersenyum menatap dedaunan yang jatuh. ''Meski itu ironis." Dia beralih menatap puterinya. "Seperti sebuah kehidupan, ada masa kuncup, kemudian bermekaran dan gugur. Dan aku merasa aku ada pada masa menanti gugurku."     

"Mom..." Christabell meraih tangan ibunya dan meremasnya.     

Layla tersenyum sekali lagi. "Kematian bukan hal tabu untuk dibicarakan sayang. Semua orang akan menuju ke sana hanya soal waktu."     

"Tapi aku ingin memiliki waktu lebih lama denganmu."     

"Ya aku juga begitu." Layla setuju. "Waktu setiap orang sudah ditentukan bahkan saat dia belum dilahirkan, dan tidak ada yang bisa menawar." Ungkapnya. "Jika suatu saat aku pergi, seperti apa kau akan mengingatku?"     

Pertanyaan yang membuat Chrisatbell kelabakan menjawabnya. "Ibu terbaik yang pernah kumiliki" Jawab Christabell.     

"Meski aku meninggalkanmu puluhan tahun di panti asuhan?"     

"Pilihan pertamamu di usia mudamu saat itu untuk tetap melahirkanku, itu yang membuatmu menjadi ibu terbaik." jawab Bell.     

"Aku begitu yakin, mommy akan memiliki kehidupan yang jauh lebih mudah jika tidak memilihku saat itu. Tapi mommy memilihku dan mengorbankan seluruh hidup demi pilihan itu."     

Layla mengerucutkan bibir keriputnya, tampak ada getaran di sana. "Terimakasih untuk cintamu yang begitu besar."     

Mereka masih menikmati moment kebersamaan itu dengan saling mencurahakan perasan hati yang terdalam. Bagaimana tidak, belum genap sebulan pertemuan itu dan sudah begitu banyak kejadian dramatis yang mereka lewati.     

Banyak yang jauh lebih beruntung memiliki kedua orang tua, masih lengkap dan sehat tapi terkadang lupa mensyukurinya. Atau mereka lebih memilih untuk menitipkan orang tua mereka di panti jompo ketika sudah lanjut usia dan dirasa merepotkan. Benar kata pepatah, saat kita sudah kehilangan mereka, mungkin arti kehadiran mereka itu baru kita rasakan, namun yang tersisa hanyalah penyesalan yang tidak ada artinya lagi.     

"Aku sudah menghubungi Robert Piterrson Stell Jr dan dia mengatakan bahwa kita boleh datang kerumahnya kapan saja." Kalimat itu membuat Layla menatap Christabell dengan keterkejutan yang besar.     

"Apa yang kau katakan padanya?" Tanya Layla penuh kekhawatiran.     

"Tidak banyak, aku hanya mengatakan bahwa ibuku dan ayahnya adalah kenalan lama. Dan ibuku ingin menemui ayahnya. Hanya itu saja."     

"Oh syukurlah." Layla bisa bernafas lega.     

"Aku tidak ingin memaksamu mengatakan apapun, jika mommy hanya ingin bertemu tanpa mengatakan apapun itu tidak masalah bagiku."     

"Akan kupikirkan nanti." Layla bangkit dari kursinya dan berjalan meninggalkan Chistabell. Tampaknya pembicaraan soal masalalu membuatnya merasa kurang nyaman.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.