THE RICHMAN

The Richman - Rainbow After the Storm



The Richman - Rainbow After the Storm

0- Lima Tahun Kemudian –     
0

Setelah lima tahun berlalu, kehidupan mulai berangsur pulih. Christabell sudah mulai bisa menata hatinya atas kehilangan ibu kandungnya. Selain itu hubungannya dengan sang ayah biologis Paul Stell juga cukup baik. Mereka cukup sering saling menggunjungi. Dan yang menarik saat ini adalah Adriann tumbuh menjadi seorang gadis cilik yang begitu cantik dan menggemaskan.     

Dia mulai bersekolah di awal tahun dan tampak sangat menikmati moment-moment bersama dengan teman-temannya di sekolah. Setiap hari Christabell mengantar dan menjemputnya untuk berangkat dan pulang sekolah, tapi sedikit berdeda dengan hari ini. Karena sedang kurang enak badan, jadi Rich yang mengantar Adrianna ke sekolah.     

"Sayang, kau benar-benar tidak ingin pergi ke dokter? Atau kita panggil dokter Peter ke rumah?" Rich memastikan, karena sejak kemarin kondisi Christabell kurang baik. Dia terlihat begitu lemas.     

"Aku baik-baik saja."     

Adrianna memeluknya. "Aku ingin menemani Mommy di rumah."     

"Sayang, mommy akan segera pulih, dan kau tidak boleh melewatkan kelas baletmu hari ini di sekolah bersama dengan teman-temanmu. Kau bilang kau sangat menyukai ballet." Christabell berusaha meyakinkan suami dan puterinya bahwa dia baik-baik saja.     

"Ok, aku akan menghubungimu lagi." Ujar Rich semabri mengecup kening Christabell. Adrianna juga memeluk ibunya sekali lagi, mencium pipinya berkali-kali sebelum benar-benar keluar dari kamar dengan digandeng oleh ayahnya.     

"Daddy apa mommy baik-baik saja?" Tanyanya begitu mereka sampai di mobil dan Rich memasangkan sabuk pengaman untuk puterinya itu. Kali ini Rich memilih untuk mengantar langsung puterinya tanpa membawa supir.     

"Pasti mommy akan baik-baik saja." Jawab Rich meyakinkan.     

Adrianna memandang keluar jendela. "Temanku Emily bilang ibunya sakit lalu tidur terus dan tidak pernah bangun lagi." Ujarnya polos. "Apa itu namanya meninggal?"     

Richard menoleh ke arah Adrianna. "Emily? Apa yang terjadi pada ibunya?" Tanya Rich mengalihkan perhatian isterinya.     

"Emily kemarin mengatakan padaku, saat usianya empat tahun ibunya sakit. Lalu tidur terus."     

Richard mengusap wajah Adrianna dengan lembut. "Mungkin ibunya sakit parah, dan akhirnya meninggal dunia."     

"Apa mommy akan meninggal?" Tanya Adrianna.     

Richard tersenyum lebar. "Of course not." Geleng Rich. "Daddy akan mengantarmu ke sekolah, setelah itu daddy akan pulang dan membawa mommy ke rumahsakit. Apa kita deal?" Rich meminta persetujuan pada Adrianna.     

"Ok Daddy, Deal!" Serunya setuju.     

***     

Setelah menempuh perjalanan selama duapuluh menit akhirnya mereka sampai di sekolah Adrianna. Dia disambut oleh Mss. Seth.     

"Bye daddy…" ucap bocah kecil itu setelah mendaratkan ciuman di pipi ayahnya. Rich melepasnya untuk masuk dan bergabung bersama teman-temannya yang lain. Sementara itu Richard segera kembali ke mobilnya dan dengan kecepatan tinggi dia berkendara kembali ke rumah untuk membawa Christabell kerumahsakit.     

Sebenarnya isterinya itu sudah mengalami keluhan kurang enak badan selama seminggu terakhir. Tapi keluhannya semakin parah pagi ini hingga Christabell merasa harus terus berbaring. Sesampainya dirumah, Rich langsung menemui isterinya kembali. Namun saat dia masuk kedalam kamar Bell tak tampak berbaring di tempat tidur. Dia justru mendengar isterinya itu sedang muntah atau berusaha untuk memuntahkan sesuatu dengan keras dari arah kamarmandi.     

Richard bergegas menuju kamar mandi dan mendapati isterinya terduduk di depan kloset dengan lemas.     

Richard segera mengusap-usap punggung Christabell unguk membantu meringankan keadaannya tapi Bell terus muntah. Tak ada lagi isi perut yang bisa dia muntahkan, karena praktis sejak kemarin Bell tidak ingin memakan apapun.     

"Kita akan pergi kerumahsakit, aku tidak bisa membiarkanmu seperti ini." Ujar Rich setelah Christabell terhuyung lemas di lantai dengan posisi terduduk. Rich menekan tombol flash, setelah itu mengambil handuk kecil dari sisi wastafel dan mengusap bibir isterinya itu untuk membersihkannya. Tak lagi memiliki cukup tenaga untuk menolak, akhirnya Chrisatbell mengangguk setuju.     

Rich segera membopongnya keluar dari kamar dan menuju ke lantai satu. Sang supir sudah tampak bersiap dengan kendaraannya.     

"Tolong antar kami kerumahsakit sekarang." Perintah Rich pada supirnya.     

"Baik Sir." Jawab sang supir. Perjalanan menuju ke rumahsakit sedikit lebih lama, entah mengapa terjadi kemacetan di satu titik karena sebuah kecelakaan mobil. Terpaksa mereka harus memutar arah.     

Setibanya di rumahsakit, Christabell langsung dibawa ke emergency unit untuk mendapatkan pemeriksaan dasar seperti pengecekan suhu tubuh, pengukuran tekanan darah dan juga chech darah harian di lab. Selain itu karena Rich mengatakan bahwa isterinya itu mengalami mual yang hebat dan juga lemas, perawat dan dokter yang bertugas segera memberikannya infuse untuk memulihkan tenaga serta suntikan rasa penghilang mual.     

"Bagaimana rasanya?" Tanya Rich setelah semua penanganan pertama itu dia dapatkan.     

"Lebih baik." Jawab Bell lemas. Selah memastiakan kondisi Christabell, dokter yang bertugas menyarankan untuk dilakukan opname untuk mengobservasi perkembangan kondisi pasien. Christabell dipindahkan ke runagan VVIP untuk beristirahat.     

Setelah mendapatkan suntikan pereda rasa mual dan juga infuse yang kaan memulihkan cairan tubuhnya, Christabell bisa jauh tertidur. Sebelumnya selama dua hari itu dia selalu gelisah karena rasa mualnya bisa datang kapan saja dan membuat dia kesulitan untuk tidur.     

Richard duduk di sisinya, meski perhatian Rich juga harus di bagi antara kantor dan juga isterinya. Sesekali Rich melirik arliji untuk memastikan bahwa dirinya tidak datang terlambat untuk menjemput puteri sematawayangnya.     

***     

Adrianna tampak baru selesai mengikuti kelas ballet. Hari ini tidak banyak pelajaran di sekolah. Setelah mengikuti kelas ballet, anak-anak dibawa ke cafeteria, tempat anak-anak mendapatkan makanan sehat yang di sediakan sekolah untuk mereka setiap hari.     

Meski belum begitu pandai menyantap makanan sendiri, namun beberapa guru ada di sana untuk membantu mereka yang masih kesulitan memakan makanannya sendiri.     

"Hai Emily." Sapa Adrianna.     

"Oh Hai." Jawab Emily ramah.     

Adrianna duduk di bangku dengan makanan di hadapannya. Makanan yang di sediakan oleh petugas kafetaria bagi anak-anak. Meski usia mereka masih sangat kecil, namun berkat pendidikan dasar yang tepat, mereka bisa bertingkahlaku dengan baik dan cukup sopan.     

"Emely, apakah ibumu meninggal dunia?" Tanya Adrianna tiba-tiba, tatapannya begitu polos pada sahabatnya itu.     

"Ya." Angguk Emily.     

Adrianna memang tumbuh dengan rasa ingin tahu yang begitu tinggi, hingga dia merasa sangat perlu menanyakan alasan atau penyebab mengapa ibu Emily meninggal dunia.     

"Apa yang terjadi pada ibumu?" Tanya gadis kecil itu.     

Emily mencoba mengingat. "Entahlah, saat itu ayah mengatakan padaku bahwa kami akan punya bayi baru. Tapi saat itu aku hanya melihat ibu sudah tidur tapi tidak bisa bangun lagi."     

"Jadi adik bayimu dimana?" Tanyanya kebingungan.     

"Ada, adik bayiku lahir. Tapi ayahku mengatakan kalau ibuku tidak bisa bangun lagi. Ibuku sudah tidur selamanya. "     

"Apa kalau punya adik bayi mommy kita akan tidur selamanya?" Tanya Adrianna khawatir.     

Emily mengangguk polos. "Mungkin iya."     

Adrianna mulai ketakutan, karena tiga hari yang lalu ayahnya sempat bergurau soal memberinya adik.     

"Aku tidak ingin punya adik." Ujar Adrianna tiba-tiba. Sementara teman mungilnya menyahut. "Kenapa?" Tanyanya polos.     

"Aku tidak ingin ibuku tidur selamanya." Jawab Adrianna.     

Emily mengangguk. "Ayahku memberiku ibu baru, tapi tetap saja aku lebih suka ibuku yang lama."     

Dalam batin Adrianna si gadis kecil yang polos itu berbisik, "Aku tidak ingin mommy meninggalkanku dan daddy memberikanku ibu baru."     

Makan siang sebenarnya menjadi agenda bagi anak-anak untuk saling bertemu dengan teman-temannya dan berinteraksi. Beberapa ada yang makan sambil bercanda, tapi entah mengapa bagi Adrianna dan Emily, waktu ini mereka manfaatkan untuk membicarakan apa yang sebenarnya tidak benar-benar mereka mengerti.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.