Sistem Teknologi Gelap

Pidato di Bawah Naungan Bendera



Pidato di Bawah Naungan Bendera

0Sekolah Menengah Jiangling 6, di lapangan sekolah...     
0

Di bawah bendera negara, para siswa memberi hormat sembari memandang bendera tersebut.     

Sepasang mata yang mengantuk, sedang memandang bendera yang perlahan-lahan naik di bawah cahaya matahari. Setelah bendera naik, seorang pria berjalan mendekati panggung.     

Upacara bendera minggu ini sedikit berbeda dari upacara biasanya. Minggu ini, ada seorang tamu spesial yang akan mengikuti acara ini.     

Tamu ini tidak terlihat terlalu dewasa, dan baru tiga tahun lalu, tamu ini berdiri bersama mereka untuk mengejar mimpi dan cita-cita.     

Sekarang, tamu ini telah menjadi kebanggaan para guru di sana. Setiap guru yang menyebut namanya selalu merasa bangga dan gembira.     

Tentu saja, sosok itu tidak lain tidak bukan adalah Luzhou, sosok yang baru saja masuk TV nasional setelah menerima Penghargaan Shengshen, Penghargaan Cole bidang Teori Angka, sosok termuda yang mengikuti Program Sepuluh Ribu Talenta, dan seorang generasi muda hebat yang mungkin akan menjadi profesor termuda.     

Luzhou mengambil mik dari tangan kepala sekolah, lalu berdehem perlahan dan tersenyum.     

"Perkenalkan, saya adalah kakak kelas kalian, Luzhou, lulusan tahun 2013."     

"Terima kasih atas kesempatan yang diberikan pihak sekolah untuk berdiri di sini dan berbicara kepada teman-teman…"     

"Dan hari ini, saya ingin membicarakan tentang universitas…"     

Pidato yang Luzhou berikan dapat dibilang sederhana dan tidak terlalu membangga-banggakan dirinya.     

Semua orang sadar, bahwa dengan semua pencapaiannya, seharusnya bukan Luzhou yang berterima kasih karena kesempatan untuk bicara di depan sekolah, namun seharusnya sekolah yang merasa senang karena mereka memiliki kesempatan mengundang Luzhou.     

Suasana di Sekolah Menengah Jiangling 6 pun sedikit santai, karena evaluasi performa sekolah sudah selesai.     

Sepertinya, evaluasi sekolah tersebut menjadi lebih baik karena dirinya.     

Semua orang tahu bahwa dasar-dasar pendidikan adalah faktor yang sangat penting. Tanpa dasar-dasar yang kuat, semuanya bisa berantakan.     

Luzhou bisa berdiri di sini bukan hanya karena kerja kerasnya, melainkan juga karena jasa guru-guru di sini, termasuk Bapak Ma yang mengajarinya matematika.     

Sekarang, ia berdiri di sini, di lapangan sekolah, dan dikelilingi oleh para murid sekolah.     

Xiaotong menghentakkan kakinya dan memandang kakaknya yang berdiri di dekat bendera.     

Ia sama sekali tidak memperhatikan apa yang kakaknya katakan!     

Di samping Xiaotong, ada seorang siswi bernama Li You, temannya yang meminta Xiaotong membelikan kosmetik itu. Saat para guru tidak memperhatikan mereka, Li You memanggil Xiaotong dengan jari telunjuknya dan bertanya.     

"Hei, Tongtong. Itu kakakmu?"     

Xiaotong memelankan suaranya dan berbisik.     

"Iya, bagaimana? Dia itu calon mahasiswa S3 di umurnya yang masih 21 tahun. Kalau kamu mau kenalan, akan kuperkenalkan."     

Wajah Li You pun memerah, "Kamu ini ada-ada saja."     

"Aku hanya bercanda, kamu mau kenalan?" Xiaotong menjulurkan lidahnya dan tertawa. Tawa Xiaotong yang imut membuat para siswa menatapnya dengan kagum.     

Para siswa-siswi di sekolah menengah memang jauh lebih simpel ketimbang para mahasiswa.     

Terutama di kota kecil, kota di mana nilai adalah segalanya. Nilai bagus, kecantikan, dan sifat periang sudah dianggap sebagai malaikat di sana.     

Tentu saja, Xiaotong memenuhi semua syarat tersebut.     

Sayangnya, saat ini, Xiaotong sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan kepada teman-teman lelakinya. Bahkan, para siswa yang pintar pun juga memandang Li You dengan tatapan curiga.     

Namun, setelah melihat Luzhou, akhirnya mereka mengerti.     

Tidak ada yang sebanding dengan dirinya.     

Kakak Xiaotong terlalu hebat.     

...     

Semenjak hari tahun baru, Luzhou tinggal di rumahnya untuk beristirahat. Terkadang, ia berbincang-bincang dengan orang tuanya atau bahkan mengajari Xiaotong tentang matematika.     

Selain itu, ia juga mempelajari Hipotesis Goldbach dan mencoba mencari apakah ada cara untuk memperbaharui metode SIEF atau circle method. Jika Profesor Frank mengirim email, ia juga akan segera membalasnya.     

Selain itu, Luzhou juga sibuk belajar mobil.     

Bagi Luzhou, belajar mobil adalah sesuatu yang sangat mudah.     

Ia adalah sosok yang tenang dan rasional, sehingga ia tidak pernah menginjak gas saat ingin menginjak rem karena panik.     

Untuk mempercepat proses pembuatan SIM, Luzhou memberikan sedikit uang kepada si petugas.     

Di kota kecil seperti ini, suap masih bisa mempercepat proses.     

Setelah 30 hari, akhirnya Luzhou mendapatkan surat izin mengemudi.     

Sekarang, ia hanya perlu mempelajari aturan mengemudi khusus di New Jersey.     

Setelah belajar mobil di China, ia bisa mendapatkan surat izin mengemudi dengan lebih mudah.     

Itulah informasi yang ia dapatkan setelah bicara dengan Kakak Luo.     

Tidak terasa, waktu berjalan cepat, dan Februari sudah tiba.     

Luzhou tampak berjalan di samping ayahnya, dan memandang pepohonan yang tumbuh di sisi jalan.     

"Ayah?"     

Ayah Luzhou, Lu Bangguo, kemudian menyahut, "Ada apa?"     

"Sebentar lagi Xiaotong akan kuliah, apa Ayah akan membetulkan rumah?"     

Luzhou mengingat dulu saat ia masih di sekolah menengah, ayah dan ibunya ingin membetulkan rumah setelah kedua anaknya menikah.     

Walaupun Xiaotong dan Luzhou masih belum menikah, mereka sudah cukup mandiri.     

Saat ini, Luzhou masih punya uang lebih.     

Ayahnya tersenyum dan berkata, "Tidak apa-apa, Ayah bisa menunggu sampai kalian menikah."     

Ekspresi Luzhou tampak sedikit berubah.     

Ia akan tinggal lama di Princeton. Mereka akan menunggu lama.     

Luzhou memutuskan untuk tidak berbelit-belit dan berkata, "Ayah, begini, sebentar lagi aku akan pergi ke Princeton untuk mendapatkan PHD, sekarang aku punya 100 ribu dolar, dan mereka sudah memberiku beasiswa, jadi aku punya cukup uang. Uangku yang di bank tidak akan bisa digunakan, jadi kutinggalkan saja di sini."     

"Berapa?"     

"Satu juta yuan."     

Mendengar jumlah itu, ayah Luzhou nyaris tersedak.     

Luzhou menepuk pundak ayahnya dan berkata, "Tenanglah."     

Akhirnya, ayah Luzhou memandang anaknya, "Kan sudah kubilang… Simpan saja uangmu. Simpanlah untuk membeli rumah atau menikahi seorang wanita yang baik… Ayah masih punya tangan dan kaki! Ayah masih bisa bekerja!"     

Luzhou menggeleng, "Masih terlalu cepat untukku untuk menikah, dan Xiaotong akan masuk kuliah bulan September nanti."     

Ayah Luzhou kemudian menggeleng, "Tidak perlu khawatir, Ayah bisa membayar uang kuliah adikmu."     

Luzhou lalu berkata, "Iya, tapi apakah Ayah mau adikku hidup sepertiku?"     

… Satu juta yuan itu hanya separuh dari uangnya…     

Mereka berdua pun terdiam.     

Dulu, kehidupan di rumah serba kekurangan, membiayai sekolah dua orang anak sangatlah sulit, dan ibu Luzhou memiliki kondisi kesehatan yang buruk.     

Luzhou terpaksa harus mencari uang untuk biaya hidup dan biaya kuliah sendiri. Walaupun ia melakukan itu atas keinginan sendiri, ayahnya awalnya menolak, namun akhirnya setuju.     

Walaupun ayahnya tidak pernah mengatakan apa-apa, Luzhou memahami situasi mereka.     

Ayahnya selalu merasa bersalah, merasa bahwa dirinya telah berhutang kepada anaknya.     

Saat ia diterima di universitas ternama, ayah Luzhou harus merayakan dengan makan-makan di hotel, sehingga kondisi mereka semakin buruk. Dengan terpaksa, ayahnya membiarkan Luzhou mengurus masalah biaya kuliah sendiri.     

Luzhou tidak mengatakan apa-apa, ia hanya memandang ayahnya menyalakan rokok.     

Akhirnya, Lu Bangguo menghela nafas.     

"... Kamu kasihan kepada Adikmu, kan? Tapi, biaya kuliah tidak sebanyak itu."     

Mendengar jawaban tersebut, Luzhou tersenyum.     

"Bukan hanya Xiaotong, uang itu untuk Ayah dan Ibu juga. Selama tahun ini, aku pergi ke luar negeri. Aku ingin kalian bisa hidup dengan tenang." Luzhou lalu tersenyum, "Hanya itu."     

Kemudian sang ayah menatap Luzhou, "Kamu ini sudah semakin dewasa saja, bisa-bisa posisi kepala keluarga kamu ambil."     

Luzhou tertawa, "Ayah mau menerimanya, kan?"     

Dan bukankah ayah sudah bilang waktu itu? Luzhou sudah bertanggung jawab atas berbagai urusan keuangan?     

Lu Bangguo lalu berpaling dan mengatakan, "Iya."     

Luzhou pun terdiam. "..."     

Memang sulit memahami jalan pikiran orang tua...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.