Milyaran Bintang Tak Sebanding Denganmu

Seratus Kata Maaf (8)



Seratus Kata Maaf (8)

0Keesokan harinya, sebelum matahari terbit, He Jichen meninggalkan Sucheng dan pergi ke kota Beijing. Sebelum pergi, dia masuk ke kamar He Yuguang untuk mengambil beberapa barang milik kakaknya itu.     
0

He Jichen baru sampai rumahnya yang di Beijing jam enam sore.     

Setelah mengemudi begitu jauh, ia merasa agak lelah, ia lantas mandi dan langsung ambruk ke atas ranjang.     

Setelah tertidur sebentar, matanya masih terpejam ketika ponselnya berdering. Dengan kesal He Jichen mencari-cari di bawah bantal dan mengambil ponselnya. Ia melihat sekilas pada layar dan ternyata yang menelponnya adalah Tang Huahua.     

Ia mengangkat telepon, tapi sebelum He Jichen dapat mengatakan sesuatu, suara Tang Huahua sudah lebih dulu terdengar. "He Xuezhang, Xiao Yi bergerak sangat cepat. Semalam, ia memutuskan untuk pergi kencan buta, dan malam ini, dia benar-benar akan melakukan hal itu. Aku baru saja mengirimkan lokasi kencannya padamu lewat WeChat..."     

He Jichen langsung bangun dan menggumamkan "Mm" pada Tang Huahua, lalu kembali menjawab, "Aku mengerti", dan mengakhiri pembicaraan.     

Ia memegang ponselnya sambil menatap langit yang gelap di luar jendela, lalu menyibakkan selimut dari tubuhnya. Ia pun turun dari ranjang dan segera berganti pakaian.     

He Jichen mengemudi dari area parkir bawah tanah. Beijing mulai basah oleh rintik hujan.     

Hujan turun semakin deras selagi ia menunggu di alamat café yang dikirim oleh Tang Huahua padanya.     

He Jichen belum sempat memasuki area café ketika ia melihat Ji Yi duduk di dekat jendela, menatap derai hujan.     

Ada seorang pria yang duduk di depan Ji Yi. Mereka berdua mungkin telah selesai bercakap-cakap, karena ia melihat si pria memanggil pelayan untuk membayar tagihan.     

Seorang pelayan segera mengantarkan uang kembalian padanya. Pria itu dan Ji Yi kembali bercakap-cakap sebentar sebelum berdiri dan meninggalkan meja mereka bersama-sama.     

Pria itu langsung menuju mobilnya sedangkan Ji Yi masih berdiri di depan pintu café dengan kepala tertunduk. Ia mungkin sedang mencoba menelepon seseorang untuk menjemputnya.     

Waktu berlalu, tapi tidak juga terlihat ada mobil yang datang. He Jichen mengalihkan pandangannya, sesaat ia ragu, lalu memutar kemudi dan berhenti di depan café.     

Sambil menurunkan kaca jendela penumpang, He Jichen membunyikan klakson.     

Ji Yi, yang sedang memandangi ponselnya, tiba-tiba mendongak terkejut.     

Di bawah sinar lampu café yang terang, He Jichen dapat melihat dengan jelas ketika sepasang mata Ji Yi tertuju ke pergelangan tangannya. Melihat benang berwarna merah di sana, pandangan Ji Yi berubah tegang.     

Dia hanya melihat gelang merah di pergelangan tanganku untuk memastikan siapa aku kan?     

He Jichen menundukkan pandangannya dan berpura-pura tidak melihat wajah Ji Yi yang tegang. Kemudian dengan tenang ia bertanya, "Kau akan kembali ke kampus?"     

Sambil mengatakan hal itu, ia melirik ke pintu belakang mobil, "Ayo, kuantar"     

Ji Yi terdiam cukup lama di tempatnya berdiri, lalu memaksakan diri memberinya seulas senyuman. "Terima kasih, Tuan He, tidak perlu repot. Saya sedang menunggu seseorang di sini."     

He Jichen menatap Ji Yi selama dua detik, lalu mengangguk. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia menginjak pedal gas dan meninggalkan tempat itu.     

He Jichen memutar di bundaran pertama dan memarkir mobilnya di sebuah café, tepat di seberang tempat Ji Yi berdiri.     

Di bawah derasnya hujan, He Jichen masih dapat melihat Ji Yi berdiri di depan pintu café.     

Setelah entah berapa lama, hujan perlahan berhenti. Ji Yi, yang mengatakan padanya bahwa ia sedang menunggu seseorang, lalu melangkah ke jalanan dan berlari menuju stasiun kereta bawah tanah terdekat.     

Rupanya apa yang tadi dikatakannya hanyalah alasan.     

Ji Yi tidak sedang menunggu seseorang—gadis itu hanya tidak ingin masuk ke dalam mobilnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.