Milyaran Bintang Tak Sebanding Denganmu

Yang Ada Di Depan Mata (3)



Yang Ada Di Depan Mata (3)

0

Zhang Sao memiliki penglihatan yang sangat baik. Meski jarak antara dirinya dan He Jichen cukup jauh, wanita itu masih bisa melihat sekilas layar ponsel He Jichen.

0

Kata-kata yang tertulis di layar ponsel itu tentunya tak terlihat jelas, namun Zhang Sao dapat melihat bahwa He Jichen menerima cukup banyak pesan. Pesan-pesan tersebut tidak terlalu panjang; masing-masing hanya berisi beberapa kata saja.

Meskipun begitu, He Jichen menatap lekat semua pesan yang diterimanya, seakan tak ingin melewatkan hal yang penting.

Zhang Sao tidak ingin mengganggu He Jichen, jadi ia diam-diam meninggalkan ruang kerja itu dan menutup pintu.

Suasana di dalam ruangan itu menjadi sangat lengang.

He Jichen masih terus menatap beberapa pesan yang dikirim oleh Tang Huahua tanpa bergeming.

"He Xuezhang, Xiao Yi sudah pergi ke rumah sakit. Dokter bilang dia baik-baik saja."

"Xiao Yi langsung tidur begitu sampai di asrama. Setelah bangun, dia langsung makan makanan yang kau kirimkan."

"Aku memberitahu Xiao Yi kebenaran tentang Lin Ya tanpa melewatkan satu patah kata pun, seperti yang kau minta."

"Xiao Yi baru minum obat, mandi, nonton drama sebentar, lalu tidur."

Setelah agak lama tidak menyentuh layar, ponselnya lantas terkunci secara otomatis. He Jichen berdiri mematung, menatap ponselnya tanpa bergerak seakan ia tidak merasakan apa-apa.

Setelah entah berapa lama, ponselnya kembali berdering dan layarnya menyala. He Jichen melirik notifikasi pada layar yang masih terkunci. Ternyata Tang Huahua lagi. "He Dage, mengapa kau begitu baik pada Xiao Yi?"

Mengapa?

He Jichen memandangi kata itu untuk waktu yang lama sebelum akhirnya berkedip pelan. Ia mengalihkan pandangannya pada miliaran cahaya yang berkilauan di luar jendela.

Akhir-akhir ini, bukankah kata itu yang paling sering muncul?

Beberapa waktu yang lalu, Li Da yang tak sengaja ia temui di resor pemandian air panas bertanya kepadanya "Kak Chen, mengapa kau melakukannya?" ketika pemuda itu tahu bahwa ia belajar di Akademi B-film.

Kemarin di China World Hotel, Beijing, Han Zhifan bertanya padanya, "Aku benar-benar tidak mengerti. Mengapa kau menyia-nyiakan masa depanmu yang cerah dan kesempatan-kesempatan emas hanya untuk memulai lagi dari nol?"

Li Da dan Han Zhifan... yang satu bertanya apakah ia sudah gila, yang lain menganggapnya sedang depresi.

Bahkan Han Zhifan mengatakan—Ia kuatir bahwa suatu hari, He Jichen akan menyesali keputusannya itu.

Tapi bagaimana mungkin mereka bisa mengerti? Sebenarnya dia tidak sedang depresi, atau gila; Ia sangat sadar dengan apa yang dilakukannya. Jika ia tidak bergabung dengan B-film, justru ia akan menyesal suatu hari nanti.

Kuliah di universitas bergengsi, mendapatkan tawaran tanpa syarat untuk belajar di sebuah universitas di Amerika, bekerja sebagai CEO untuk sebuah PT, bekerja untuk He Enterprises... lantas kenapa memangnya? Apa artinya memiliki masa depan yang cerah?

He Jichen tidak menginginkan semua itu. Yang dia inginkan hanyalah meletakkan gadis itu ke tempat di mana ia bisa terus melihatnya.

Selama aku bisa melihatnya, itu sudah cukup... hanya dengan melihatnya saja sudah cukup...

He Jichen memandang ke luar jendela sambil melamun. Selama beberapa tahun ini, ia selalu memikirkan hal yang sama—selama ia bisa melihat gadis itu, baginya sudah cukup. Selama itu pula He Jichen tidak pernah berharap akan bisa memilikinya. Ia hanya beruntung karena takdir mengikatkan mereka lewat sebuah ketidaksengajaan pada malam itu empat tahun yang lalu.

He Jichen mengingatnya dengan jelas, ketika itu bulan Juni tanggal 1—Hari Anak—seminggu sebelum ujian masuk perguruan tinggi.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.