Milyaran Bintang Tak Sebanding Denganmu

Merindukan Masa Muda Kita (2)



Merindukan Masa Muda Kita (2)

0

Malam hampir tiba ketika Ji Yi mengelilingi danau Houhai dengan santai, sesekali langkahnya terhenti.

0

Ia terlihat lelah setelah berjalan cukup lama—dan tiba-tiba berhenti di sebuah tempat yang sepi. Ji Yi mengambil beberapa lembar tisu dari dalam tas, meletakkannya di tanah, lalu duduk di sana..

Setelah cukup lama memandangi danau dengan tatapan sedih, Ji Yi berkedip dan menundukkan kepala. Ujung-ujung jarinya menyentuh permukaan tanah. Perlahan ia memungut sebuah kerikil, lalu berjongkok dan mulai menulis di tanah dengan kerikil itu.

Kuatir bahwa Ji Yi akan menyadari kehadirannya, He Jichen tetap menjaga jarak. Dari tempatnya berada, He Jichen dapat melihat bahwa gadis itu sedang menulis sesuatu di tanah.

Beberapa saat telah berlalu sebelum Ji Yi akhirnya berhenti menulis.

Ia menatap kata-kata yang ditulisnya itu berulang kali sambil melamun. He Jichen dapat melihat dengan jelas bahwa Ji Yi jauh lebih sedih dari sebelumnya. Ketika ia mengira Ji Yi akan menangis, gadis itu lantas menoleh dan menatap danau sekali lagi.

Setelah cukup lama berjongkok, kaki Ji Yi terasa pegal. Ia segera sadar, lalu mencampakkan kerikil di tangannya, dan berdiri.

Ia menggerak-gerakkan jari kakinya sebentar untuk mengusir rasa kebas, lalu menatap tulisannya di tanah, dan beranjak pergi.

He Jichen menunggu hingga Ji Yi cukup jauh sebelum berjalan ke tempat di mana Ji Yi sebelumnya duduk.

Kegelapan mulai menyelimuti, dan lampu-lampu jalanan di sekitar Houhai kini menyala, menerangi danau dan mempertegas keindahan alam di sekitarnya.

He Jichen memanfaatkan penerangan jalan yang kuning itu untuk membaca tulisan Ji Yi yang terukir di tanah: Aku hanya melihatmu.

Ia membaca kata-kata sederhana itu berulang kali hingga akhirnya mulai menghubungkan kata demi kata.

Entah sudah berapa kali ia mengulang kata-kata itu. Ketiga kata itu terus berputar-putar di benaknya, lagi dan lagi.

"Yuguang", "Manman", "Penuh", "Mataku"...

Hembusan angin malam yang dingin menusuk tulang menyadarkan He Jichen dari lamunannya.

Ia menunduk untuk menyembunyikan kepedihan dan kekecewaan di matanya. Pemuda itu lantas mengangkat kepalanya dan mencari-cari sosok Ji Yi.

Ji Yi tidak lagi terlihat, maka He Jichen segera berjalan ke arah di mana ia melihat Ji Yi untuk terakhir kalinya. Kemudian, dari balik jendela kaca sebuah bar bernama Flying Fish, He Jichen melihatnya sedang duduk di dekat jendela sambil memesan segelas minuman pada pelayan.

He Jichen berdiri di tepi jalan dan memandangi Ji Yi untuk beberapa saat sebelum melangkah masuk ke dalam bar.

Satu-satunya penerangan dalam bar itu berasal dari lampu panggung dan lilin-lilin yang ada di tiap meja.

Cahaya yang redup membuatnya sulit melihat wajah para pengunjung. He Jichen diam-diam memberi isyarat agar pelayan datang. Ia pun memilih duduk di belakang Ji Yi. Sambil duduk membelakangi punggung gadis itu, ia memesan secangkir teh hijau yang ada di menu.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.