Milyaran Bintang Tak Sebanding Denganmu

Merindukan Masa Muda Kita (10)



Merindukan Masa Muda Kita (10)

0

He Jichen membuang puntung rokoknya ke tempat sampah dan berdiri di sana cukup lama sebelum akhirnya kembali masuk ke dalam mobil.

0

Ia mengemudi pulang sambil mengingat-ingat rute yang tadi diambilnya, namun di tengah perjalanan, ia mendadak meminggirkan mobilnya ke sisi jalan. Ia lantas mengambil ponselnya, mengetik kata "Sucheng" pada navigasi ponsel. Setelah ia menemukan rute yang dicarinya, He Jichen kembali menginjak pedal gas dan memutar, kemudian melanjutkan perjalanan lewat jalan tol.

He Jichen mengemudi sejak tengah malam hingga matahari terbit, dan ia baru sampai di gerbang tol Sucheng ketika hari mulai siang.

Setelah membayar tol, He Jichen mematikan navigasi di ponselnya dan dengan mudahnya mengemudi memasuki kota Sucheng.

Ia menuju ke kediaman milik Keluarga He terlebih dulu. He Jichen tidak mengatakan kepada siapapun bahwa ia akan pulang, maka selain pengasuhnya, tidak ada orang lain di rumah.

Wanita itu terkejut bercampur senang melihatnya, ia tak henti-hentinya bertanya, " Er Shaoye, mengapa kau tiba-tiba pulang? Apakah kau lapar? Mau makan? Apa kau mau makan sekarang? Apa sebaiknya kutelepon Tuan dan Nyonya? Mereka pasti akan sangat senang melihatmu kembali..."

Sambil berkata demikian, sang pengasuh itu segera mengangkat telepon di ruang tamu, namun sebelum wanita itu sempat menekan nomor, He Jichen berkata, "Jangan, tidak perlu. Aku nanti ada perlu, jadi harus cepat pergi."

Setelah terdiam sejenak, He Jichen menambahkan, "Lanjutkan saja kegiatanmu. Jangan hiraukan aku."

Wanita itu menjawab, "Baiklah."

He Jichen tidak bicara lagi dan langsung pergi ke lantai dua.

Di dalam kamarnya, ia mandi terlebih dulu, lalu berbaring di ranjang dan tertidur sebentar. Ketika terbangun, waktu sudah menunjukkan pukul empat s0re. He Jichen berganti pakaian serba hitam, mengambil kunci mobil dan dompetnya, lalu keluar.

Ia mampir ke toko bunga yang paling dekat dengan perumahan mereka. Kemudian memilih sebuah karangan bunga segar. Setelah membayar, ia pergi ke supermarket yang ada di sebelah toko bunga dan membeli dua botol bir. He Jichen meletakkan barang-barang itu di bagasi mobil, lalu mengemudi ke perbatasan kota Sucheng.

Setelah mengemudi sekitar empat puluh lima menit, ia berbelok menuju kompleks pemakaman pribadi yang dimiliki keluarga He.

Penjaga pemakaman itu mengenalinya ketika ia menurunkan kaca jendela mobil. Begitu melihat He Jichen, lelaki itu segera membuka gerbang dan menyapanya, "Er Shaoye, kau datang rupanya."

He Jichen mengangguk pelan dan memarkirkan mobilnya di tempat parkir di dalam pemakaman. Ia lalu membuka bagasi, mengambil barang yang tadi dibelinya, dan melangkah masuk jauh ke dalam pemakaman itu.

Ia berjalan selama hampir sepuluh menit, lalu berhenti di depan sebuah batu nisan. Ia berdiri di jalan kecil di samping makam itu untuk beberapa saat, dan akhirnya melangkahkan kaki ke depan batu nisan itu.

Secara kebetulan, matahari telah bergeser ke arah barat dan sinarnya yang semerah darah membiaskan lingkaran merah ke sekeliling batu nisan itu.

He Jichen berdiri tanpa suara cukup lama di sana, lalu berjongkok untuk meletakkan karangan bunga segar di atas makam itu. Perlahan ia mengangkat pandangannya ke arah foto hitam-putih yang menempel di batu nisan.

Orang di dalam foto itu mengenakan kaos warna putih dan tersenyum hangat.

Wajahnya sama persis dengan wajah He Jichen.

Saat memandangi foto hitam putih itu untuk waktu yang sangat lama, He Jichen merasa sedang menatap sebuah cermin. Perlahan ia menyentuh nama yang terukir di batu nisan itu.

Dengan jari gemetar, ia menatap kata demi kata yang terukir itu—He Yuguang.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.