Milyaran Bintang Tak Sebanding Denganmu

Pernahkah Kau Menyesali Sesuatu? (5)



Pernahkah Kau Menyesali Sesuatu? (5)

0

Setengah jam setelah kembali ke ruangan pribadi itu, He Jichen dan Fatty mengakhiri pesta makan malam mereka.

0

He Jichen lalu membayar tagihan dan mereka bertiga melangkah keluar dari Lou Wailou.

Fatty sedang berada di Hangzhou karena urusan pekerjaan, maka perusahaannya telah memesan sebuah kamar hotel untuknya. Di ruangan pesta tadi, dia sudah menelepon taksi.

Mereka bertiga berdiri di luar Lou Wailou yang berseberangan dengan Danau Barat. Kurang dari dua menit kemudian, taksi yang dipesan Fatty datang.

Karena agak mabuk, Fatty melingkarkan lengannya di pundak He Jichen. Mereka berulang kali mengucapkan salam perpisahan sampai sang sopir menurunkan kaca jendela dan mendesak mereka untuk bergegas. Fatty membuka pintu mobil, lalu masuk.

Perlahan taksi itu mulai melaju dan Fatty mengeluarkan kepalanya dari jendela. Dia terus menerus bicara sampai mobil itu meluncur jauh dan mereka tidak dapat mendengar suaranya lagi; Ji Yi masih bisa melihat tangan Fatty melambai.

Mobil itu berbelok, dan menghilang dari pandangan.

Akhirnya He Jichen mengalihkan pandangan dari mobil yang membawa Fatty pergi.

Saat itu sudah jam sepuluh malam dan hawa panas hari itu sudah berkurang drastis. Hembusan angin malam menerpa Danau Barat dan bercampur dengan dinginnya permukaan air menghasilkan suhu udara yang tepat dan menyejukkan.

Ada beberapa orang yang sedang berjalan-jalan di jalan setapak yang ditumbuhi pohon Willow di sepanjang tepi danau. Bunga teratai di permukaan danau baru saja mekar, dan di bawah cahaya lampu jalanan, bunga-bunga itu terlihat sangat cantik.

He Jichen menatap danau untuk sesaat, lalu tiba-tiba berkata, "Jalan?"

Ji Yi mengerti He Jichen berniat mengajaknya berjalan-jalan di sepanjang tepi Danau Barat. Gadis itu tertegun untuk sesaat sebelum akhirnya mengangguk dan berkata pelan, "Oke."

He Jichen tidak mengatakan apapun seraya menunjuk ke arah jembatan Duan. Dia terus berjalan lurus di depan.

Ji Yi mengikuti di belakangnya.

Pemuda itu tidak berjalan cepat, tetapi kakinya panjang, jadi satu langkahnya sama dengan dua langkah kaki Ji Yi. Agar tidak tertinggal jauh di belakang, Ji Yi hanya bisa berjalan lebih cepat.

Setelah berjalan sekitar lima menit, He Jichen menyadari bahwa Ji Yi sedang kesulitan mengimbanginya, maka ia pun berjalan dengan lebih pelan.

Meskipun dia tidak mengatakan apapun, Ji Yi mengerti mengapa pemuda itu memperlambat langkahnya. Sepertinya ia menyadari bahwa Ji Yi bersusah payah mengimbangi langkah kakinya.

Hati Ji Yi tiba-tiba terasa hangat. Ia tidak dapat menahan diri dan menoleh pada He Jichen.

Pemuda itu sedang menatap lurus ke depan sambil berjalan santai di bawah cahaya lampu temaram samping danau. Cahaya lampu itu tidak cukup terang, tetapi auranya yang elegan dan mencolok masih terlihat jelas.

Di belakangnya, pepohonan willow menggeliat diterpa angin, bunga-bunga teratai melenggak-lenggok, dan permukaan air beriak.

Pemandangan itu luar biasa indah: sangat sedap dipandang dan pada saat yang sama menenangkan pikiran. Ji Yi menikmati semua pemandangan itu untuk waktu yang cukup lama. Ketika mengalihkan pandangan, secara kebetulan dia melihat dua orang gadis sedang memotret He Jichen dengan ponsel mereka.

Ji Yi spontan menoleh dan menatap tepat ke arah kedua gadis itu.

Salah seorang dari mereka menyadari tatapannya, lalu menyenggol gadis lainnya yang sedang mengarahkan ponsel pada He Jichen dan tak henti-hentinya memotret.

Wajah gadis itu seketika memerah dan dia segera menyimpan ponselnya. Ia lalu menarik gadis di sebelahnya dan berlari pergi.

Ji Yi tidak bisa menahan senyum sembari memandangi punggung kedua gadis yang terburu-buru pergi itu.

He Jichen kebetulan menoleh ke arah Ji Yi pada saat itu dan menyadari bahwa gadis itu sedang tersenyum. "Kenapa kau tersenyum?" tanya He Jichen pelan.

Mereka berdua belum saling berbicara sejak mulai berjalan-jalan.

Mendengar pertanyaan itu, sesaat dia ragu, tapi lalu menjawab, "Ada dua orang gadis yang diam-diam memotretmu barusan, jadi aku menatap mereka dan menakuti mereka."

"Mm," balas He Jichen. Dari ekspresinya yang datar, sepertinya hal ini biasa terjadiꟷorang-orang sering memotretnya saat dia sedang makan.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.