Hold Me Tight ( boyslove)

0Maxime Nandara, pria 28 tahun yang sukses membuktikan kepemimpinan nya selama lima tahun ini diperusahaan properti. Paras tampan dan kharisma yang di turunkan dari Jonathan yang memiliki darah jerman membuat ia mempunyai wajah yang lebih dominan bule. Ia bahkan tak mewarisi sedikitpun wajah lembut khas jawa dari Nina, ibunya. Rautnya cenderung kaku dengan mata yang memincing tajam. Netra nya yang berwarna hijau keabu an itu pun semakin membuatnya nampak menonjol. Tinggi 191 cm dengan tubuh atletis yang di dapatkannya dengan olahraga rutin. Secara fisik ia memang begitu sempurna dengan kulit yang sedikit kecoklatan.     0

Tapi berbeda dengan Cherlin Adelina, adiknya itu lebih mewarisi rupa dari Nina yang berwajah oriental. Adiknya itu cenderung tomboi dengan rambut lurus sebahu. Kulitnya putih pucat dan akan memerah jika sedikit saja terkena panas matahari. Dari tampilan luar memang ia terlihat berwajah lembut, tapi jangan salah, sekali ia bicara stigma itu akan berubah seratus delapan puluh derajat.     

Mereka tergolong adik- kakak yang cukup dekat meski keduanya tak sering mengobrol satu sama lain. Sifat dasar mereka yang sama pun akhirnya membuat mereka saling memahami.     

Menjelang jam makan siang, tubuh letih itu bersandar malas di punggung kursi empuknya. Tangannya melepas kacamata minusnya dan memijat pangkal hidung berusaha merilekskan matanya yang sedikit memanas karena terlalu lama menatap komputer. Menghembuskan nafas besar, Max meraih ponselnya yang bergetar beberapa saat lalu. Jarinya yang besar itupun menekan icon panggilan tak terjawab, dan semua itu dari orang yang sama.     

" Selalu membuatku muak dengan sikapnya," Max bergumam lirih, ia begitu kesal saat panggilan dari orang yang sama lagi- lagi masuk ke ponselnya. Tanpa pikir panjang ia langsung menolak panggilan itu. Max bukan orang yang suka menunda- nunda dalam menyelesaikan masalah. Tapi wanita bernama Anastasya Leandra itu begitu keras kepala. Wanita yang sudah lama mengenal dirinya itu harusnya tau kalau ia bukan tipikal orang yang suka di desak. Ia cenderung melakukan sesuatu sesuai keinginannya sendiri.     

Mengalihkan pikirannya yang sudah kepalang kesal, jarinya pun spontan membuka media sosial yang sudah beberapa bulan diabaikan. Melihat beberapa postingan grup kantor yang melaporkan kinerja mereka atau beberapa diskusi singkat yang sepele.     

" Persiapan satu minggu menjelang ulang tahun perusahaan," pesan terakhir grup itu membuatnya seketika mengingat perbincangan orang tuanya tadi pagi. Otaknya ingin meledak sekarang, bagaimana hal sepenting itu bisa membuat ia lupa sesaat. Bukan karena perayaan tak penting yang di adakan tiap tahun itu, hanya saja desakan orang tua yang memiliki seorang anak di umurnya yang sudah waktunya untuk membina rumah tangga. Ia cukup memahami keinginan orang tuanya itu, tapi soal hidup selamanya dengan seorang yang dipilih itu bukan perkara mudah untuk Max.     

Hari- hari pun semakin mendekati acara. Max cukup tak kaget jika Lea memanfaatkan itu untuk kesenangannya. Ia bahkan tak henti- hentinya untuk terus mengusik waktu Max bahkan disaat waktu kerja sekalipun. Meminta ia menemani berbelanja, menyeretnya ke sana ke mari, hingga yang membuat marah adalah pesan masuk di tengah malam yang memintanya untuk membeli nasi goreng pinggir jalan.     

Sebenarnya bisa saja dia menyewa wanita lain untuk berpura- pura sebagai kekasihnya, tapi pasti akan gagal seperti yang sebelumnya. Ibunya Nina itu orang yang sangat selektif, ia selalu mempertanyakan pertanyaan pribadi mengenai dirinya. Dan bisa ditebak, wanita yang baru di sewanya itu malah menjadi sasaran ceramah dari Ibunya. Ibunya bahkan sudah mewanti- wanti Max untuk tidak menipunya lagi. Dan pernah satu waktu disaat ia benar- benar terdesak ia malah mengenalkan Lea. Karena pertemanan mereka yang cukup lama membuat wanita itu tau segala hal dari Max. Dan dengan gampangnya ibunya itu malah mempercayai wanita yang pandai berbicara itu. Ia tak akan bisa lupa saat sang ibu malah mendukung ke duanya untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius.     

" Sial! kalau bukan karena aku sudah mengenalnya sejak lama, sudah ku depak dia jauh- jauh hari," kesal Max saat membaca pesan masuk dari Lea. Wanita itu bahkan mulai menerornya saat matanya baru saja terbuka. Dia memang wanita gila.     

Memulai hari dengan wajah tertekuk, pria jangkun itu akhirnya selesai mempersiapkan dirinya dengan mandi singkat. Memilih kemeja biru laut dan dasi yang sedikit berwarna gelap. Memasang jam tangan di pergelangan kirinya setelah itu menyemprotkan parfum dengan aroma yang maskulin. Rambutnya yang berwarna coklat gelap dan disisir rapi ke arah kiri dengan sedikit gel rambut. Pantulan di kaca itu sudah sangat membuatnya puas dengan persiapan super singkatnya.     

Suara pintu terbuka membuat Max seketika menoleh. Memutar matanya malas, saat penampakan wanita dengan cengiran itu memasuki kamarnya tanpa ijin.     

" Ciuwitt...!!!!!" dia Cherlin, adik Max itu langsung menempatkan pantatnya di ranjang besar sang kakak. Bibirnya itu masih saja melebar saat Max menatap melalui pantulan cermin besar di hadapannya.     

" Lain kali ketuk pintu dulu kalau mau masuk, kita itu sudah dewasa bukan anak- anak, kalau tadi aku sedang telanjang bagaimana?" ceramah Max sambil mempersiapkan tas kantornya.     

" Itu tidak mungkin, kebiasaanmu kan selalu ganti pakaian di kamar mandi," bela Cherlin membuat Max bungkam. Adiknya itu memang hafal kebiasaan sang kakak.     

" Kau memang mengenalku luar dalam, adikku tersayang. Sudah jam setengah delapan, kenapa kau masih lusuh seperti itu, tak kuliah memang?" tanya Max mendekat ke arah Cherlin dan mengacak rambut sang adik.     

" Libur.... papa udah kasih ijin,"     

" Papa emang manjain kamu terus, tapi ibu nggak bakal diam aja lihat kamu males- malesan kayak gini,"     

" Ckkkk... Aku hanya berusaha menyayangi diriku sendiri dengan berbuat semauku. Hari ini aku sedang tidak ingin mendudukkan pantat seksi ku di bangku kuliah yang menyebalkan itu, jadi aku bolos saja. Aku tidak ingin memaksakan diriku, lagi pula aku hanya tidak ingin jadi orang kaku seperti kakak," sangkal Cherlin dengan mengerucutkan bibirnya.     

" Aku tidak sekaku itu, lagi pula sebanyak aku berceramah pasti tak akan kau dengarkan, ah sudah lupakan... kau ada masalah apa sampai menemui ku? berantem sama temen? Apa minta tambahan uang jajan?"     

" Tanpa kau sadari sebenarnya kita punya sisi yang sama. Kau sama seperti ku selalu berpikir buruk,     

tapi memang aku sedikit memerlukan bantuanmu,"     

" Sudah ku duga,"     

" Nathan. Aku ingin dekat dengannya," ucap Cherlin secara blak- blakan. Tubuh wanita itu mendekat ke Max, dan mengayun- ayunkan tangan sang kakak. Bibirnya secara drastis berubah jadi senyum malu- malu.     

" Nathan yang mana?"     

" Berpura- pura tak tau, Nathan yang anaknya aunty Rara yang pasti," jelas Cherlin dengan sedikit merajuk.     

" Jangan mengada- ngada, dia tak cocok denganmu,"     

" Hei! kenapa kau bilang begitu, dasar pria aneh!" dengan kesal ia menghempaskan tangan sang kakak dan memukul- mukulnya beberapa kali.