Hold Me Tight ( boyslove)

Rian Fahreza



Rian Fahreza

0Hari semakin larut, namun sosok pria mungil yang berbaring malas di sofa ruang tengah itu seperti tak berniat sedikit pun untuk mencoba memejamkan mata. Televisi yang dibiarkan menyala sedari tadi tak dapat menarik perhatiannya. Tangan lentiknya sesekali meraba bibirnya yang sedikit menebal dengan robekan kecil di bibir bawah. Berdecak sebal mengekspresikan kekesalan saat ponsel yang dibiarkannya di meja itu sama sekali tak menunjukkan sedikitpun tanda- tanda akan kabar dari kekasihnya.     
0

" Sudah larut kenapa tak tidur?"     

Sebuah suara bariton, sesaat mengalihkan perhatian Rian. Dengan malas ia mendudukkan diri saat tangannya ditarik dan berakhir masuk ke dalam dekapan pria yang tubuhnya jauh lebih besar darinya. Lengan besar itu melingkupnya dengan erat hingga membuat Rian sedikit sesak dan dengan geram mencubit dada pria itu tepat di putingnya.     

" Auchh! Kenapa mencubit putingku sih? Mau kasih kode buat lanjut gesek- gesekkan kayak tadi jangan- jangan... Aku sih siap aja, hayuk,"     

Rian pun tertawa terbahak- bahak saat bibir pria itu mengerucut dan mencium pipinya dengan bertubi- tubi sampai- sampai meninggalkan saliva yang langsung diusap Rian dengan raut jijik.     

" Kau jorok sekali sih, pasti besok pipiku timbul jerawat karena liur mu ini," ucap Rian dengan menggosok- gosok pipinya, meski begitu rautnya yang semula suram menjadi sedikit lebih baik karena kekonyolan pria itu.     

" Aku lebih senang melihat raut wajah memerahmu karena terangsang dari pada murung seperti tadi,"     

Pria itu membelai wajahnya pelan, raut matanya menatap tajam hingga membuat Rian tak bisa sekalipun mengalihkan tatapannya. Suara berat yang dibuat seperti berbisik itu membuatnya terbawa suasana. Nafas mereka bahkan saling berbenturan yang menandakan sedekat itu posisi mereka saat ini. Bibir mereka bahkan sudah sedikit terbuka siap untuk menerima masing- masing. Lengan besar pria itu kini sudah beralih untuk menangkup pantat kecil namun berisi itu untuk ditempatkannya di pangkuannya. Meremas sedikit keras pantat itu dan mendorongnya semakin dekat ke arah tubuhnya.     

" Benarkah... setelah ku kira pikiranmu hanya untuk hal yang tak jauh- jauh dari seks, sekarang terlihat semakin berkembang dari cara mu berbicara, kau semakin lihai mengolah kata.... belajar dari mana cara merayu seperti itu?" tanya Rian dengan tangan yang tak bisa diam, ia mengacak rambut tebal pria yang memangkunya itu hingga rambutnya mencuat tak beraturan.     

" Dari dulu kau menganggap aku seperti itu ya... sejujurnya aku cukup tersinggung, karena hanya denganmu aku sanggup menahan hasrat liarku. Bahkan sampai saat ini kita belum bercinta dalam artian sesungguhnya, karena aku sungguh menghargaimu,"     

" Harusnya memang seperti itu, kan? Kau tau aku sudah punya kekasih dan bahkan seandainya aku tak punya pun kita memang tak mungkin kan?"     

Rian terpekik kaget saat secara tiba- tiba kepala pria itu menyusup ke dalam kaos miliknya. Belum sempat Rian mencegah, ia sudah terlebih dahulu melenguh keenakan saat puting kanannya serasa dihisap dengan keras.     

" Hei! hentikan... eughhh!"     

Rian hanya bisa menyerah, pria itu terlalu liar untuk dicegah, yang bisa ia lakukan saat ini hanya mendesah dan mendesah. Ia bisa merasa benda lembut dan basah itu melingkari puncak dadanya dan mencoba beberapa kali menggigitnya untuk memberi tanda.     

" Kau yakin bisa menghentikanku, heh!"     

Tindakan pria itu semakin parah, tangannya kini bahkan dengan lancang masuk ke celana tidurnya dan mulai meraba kulit pantat nya secara langsung. Jari panjang pria itu bahkan mulai membelai daerah privat nya. Rian harus menghentikan kegilaan ini, ia tak ingin mengkhianati Nathan. Hatinya masih untuk pria yang bahkan sering tak menghiraukan perasaannya itu.     

" Hentikan sekarang, kurasa kau sudah melewati batasanmu,"     

Ting tong!!!!!     

Bunyi bel apartement mengusik kenyamanan Rian yang masih berada di bawah alam sadar. Seperti tak mengerti, bel itu terus ditekan hingga membuat Rian menggeram kesal.     

" Aii... bukain pintunya, dong!"     

" Aii..."     

Beberapa saat, namun tak ada sosok yang mengahuti, tangan Rian pun meraba tempat di sekitarnya. Matanya seketika terbuka, ia mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan. Tak ada tanda- tanda keberadaan pria itu. Seingatnya terakhir kali sebelum terlelap mereka bergumul di sofa tengah dengan kaki yang bertautan. Ya.... meski karena peristiwa semalam ia sedikit sebal tapi tak bisa dipungkuri perhatian kecil seperti memindahkannya ke ranjang membuatnya cukup tersanjung.     

Ting tong!!!!     

Rian menepuk dahinya saat menyadari ada tamu sedang menunggu dan ia malah sibuk berkhayal di atas ranjang. Tanpa mempedulikan tampilan lusuhnya, ia pun melangkah cepat ke arah pintu masuk dan membukanya.     

" Hai Babe!"     

Tanpa basa- basi Rian langsung melemparkan tubuhnya di gendongan sang kekasih. Senyumnya merekah dengan kaki yang semakin menaut dengan erat melingkari sang kekasih.     

" Aku tau kalau aku se ngangenin itu, tapi bagaimana kalau kita peluk- pelukannya di dalam aja," minta Nathan dengan tangan mengelus rambut halus sang kekasih.     

" Hehe... Kamu sih dari kemarin sama sekali nggak ada kabar, aku jadi khawatir," ucap Rian dan langsung turun dari gendongan Nathan. Tangan mungil itu menariknya dan menutup pintu dengan tergesa- gesa. Mereka masih di depan pintu, tapi nampaknya Rian sudah tak sabar untuk mengecup bibir Nathan. Rian yang tingginya hanya sebatas dagu Nathan itu pun berjinjit dan menyangga tangannya di bahu lebar berbalut kemeja itu.     

Ciuman mereka sangat lembut tak tergesa, mereka fokus menyalurkan rindu dan kekaguman ke masing- masing.     

" Sebentar sayang... kau baru bangun tidur sesiang ini?"     

" Heem... kau mengganggu kegiatan ku, kenapa?" balas Rian masih terfokus ke kegiatan mengecupi bibir Nathan.     

" Aku bahkan sudah setengah hari stress dikantor dan kau bahkan masih memakai baju tidur panda mu,"     

Wajah Rian seketika terkesiap, ia melepas rangkulan tangannya dan menjauhkan tubuh mungilnya.     

" Aku begitu malu, pasti nafas ku bau kan?"     

Nathan jadi bingung sekarang, kekasihnya itu kini berwajah merah padam dengan kepala tertunduk dalam. Ia mencubit gemas pipi tirus itu dan mengecupnya beberapa kali.     

" Aku heran kenapa kau begitu menggemaskan sekali... tapi apa dengan berciuman ringan seperti tadi bisa membuat bibirmu membengkak seperti itu?"     

Rian mengerjapkan mata beberapa kali, ia menjadi takut kalau sampai Nathan berpikiran yang terlalu jauh. Tangannya berusaha menyingkirkan jari yang meraba pelan bibirnya.     

" Dan kenapa ini terluka?"     

Tamat sudah, Rian tak bisa beralasan apa- apa saat ini, ia terlalu gugup. Semua ini salahnya yang tak bisa bertindak tegas dengan pria masa lalunya itu. Ia harus berpikir, hal seperti ini tak boleh membuat Nathan sedikit pun merasa keraguan untuknya.     

" Aku baru sadar kalau ada luka, mungkin itu ada saat kemarin aku tak sengaja terantuk sesuatu,"     

" Kau memang ceroboh, lain kali berhati- hatilah! Oh ya... aku mau mengajak mu makan siang di luar, cepat bersiaplah!"     

" Yey... benarkah? tunggu aku sepuluh menit, sayang!"     

Raut wajah yang sempat memerah malu itu kini kembali ceria. Nathan hanya geleng- geleng kepala melihat kekasihnya yang berlari cepat ke kamarnya. Ia selalu merasa terhibur dengan sifat kekanakan Rian itu.     

Setelah beberapa saat matanya menyusuri ruangan tersebut, ia pun mendudukkan tubuhnya di sofa hitam yang ada di depannya. Tubuhnya bersandar di sofa dengan tangan menarik dasi yang melilit lehernya begitu kencang. Ia menghembuskan nafas lega sesaat sebelum sebuah benda menarik perhatiannya, gelang siapa ini?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.