Hold Me Tight ( boyslove)

pertemuan keluarga yang membosankan



pertemuan keluarga yang membosankan

0Ingat pesan yang membuat ia tersenyum di pertemuannya dengan Max siang itu...? Pesan yang membuat ia kegirangan hingga berusaha secepat mungkin mengakhiri pertemuan canggung antar pewaris tahta yang membosankan.     
0

                 

Waktunya tinggal lima belas menit dan ia masih saja terjebak dalam macetnya kendaraan. Semua ini gara- gara pria dengan wajah kaku itu, ia terus saja membuat topik perbincangan yang sama sekali tak ia mengerti. Bodohnya lagi pria itu malah menjawab sendiri pertanyaannya seakan pria itu tau jika Nathan sedang terburu- buru dan ia coba mengulur waktu.     

                  

" Brengsek!" Umpat Nathan mengingat seringai puas Max saat ia pergi dari restoran mewah itu dengan berlari kencang.     

                  

" Apa ada yang salah tuan?" Tanya mang aryo, saat melirik geliat gusar dari sang majikan.     

                  

" Tidak, kau berusahalah secepat mungkin untuk sampai tujuan jangan pedulikan aku," perintahnya dingin.     

                  

Setelah melewati perjalanan,  Nathan tak mempedulikan lagi sang supir, ia berlari memasuki apartemen dan menekan tombol 15 di lift. Mengetuk pintu nomor 517 dan mendapati sang pujaan hati mengerucutkan bibir menyambutnya di ambang pintu.     

                  

" Telat. Aku rasa kamu meremehkan marahnya aku, ya?" Ucap Rian dengan nada sengit. Tangannya bersendekap dan menatap tajam dirinya.     

                 

" 5 menit, babe... Kamu tau ini jakarta, kan? Macet. Lagian aku tadi habis dari pertemuan penting,"     

                 

" Jadi aku yang salah? Kamu mau ngomong kalau aku pacar yang nggak ngertiin pekerjaan kamu, gitu?"     

                 

Selalu seperti itu, Nathan hanya bisa diam atau permasalahan akan tambah runyam. Satu- satu nya langkah yang bisa diambil adalah menyerang. Ya... Tubuh mungil itu di dekapnya dengan erat, bibirnya mencari lawan untuk memuaskan hasratnya. Menyerbu mulut manis yang sialnya bermulut tajam itu. Lidahnya terus menyusup dan mencoba membelit lidah sang lawan.     

                  

" Eungh... Stop it! hah... Kau selalu saja bisa membuatku luluh dengan seranganmu, aku ingin lebih, persiapkan staminamu untuk menggempurku malam nanti,"     

                  

Yah... Mereka akan terus seperti itu... Cemburu, bertengkar, saling memblokir komunikasi satu sama lain, yang membuat mereka merindu dan akhirnya selalu sama... Tubuh mereka akan terus membelit sampai batas kepuasan.     

                 

Sudah dua minggu, Nathan dan Rian bertambah mesra. Rian nampaknya sudah benar- benar melupakan kesalahan yang diperbuat oleh Nathan. Tak jarang Nathan akan langsung pulang ke apartemen sang kekasih dan hal itu membuat Rian semakin rajin untuk mengkreasikan bakat memasaknya di dapur. Mereka sudah seperti kekasih yang tinggal bersama, lagipula di rumah besar milik Nathan begitu sepi, orang tuanya bahkan baru akan kembali siang nanti.     

                  

" Aku tak bisa ke apartemenmu malam ini, orangtuaku akan kembali," ucap Nathan sambil membenarkan dasi di lehernya. Rian yang sibuk mengoleskan selai kacang di roti itu pun mendongak dengan raut tak suka.     

                   

" Hem... Aku berusaha untuk tak mendatangi rumahmu dan bilang ' om tante saya pacarnya Nathan'," sindir Rian dengan raut kecewanya. Ia menghemparkan roti itu ke piring, ia sedang tak bernafsu makan kali ini.     

                   

" Hey, kau jangan menangis... Semua ini tak semudah yang kau bayangkan, orangtuaku begitu kolot, mereka tak mungkin akan membiarkan kita tetap bersama seperti ini... Jadi ku mohon, bersabarlah sebelum aku dapat moment yang tepat untuk memperkenalkanmu," bujuk Nathan dengan mengelus dahi Rian yang berkerut tak suka, mencoba memahami Rian akhirnya pun hanya dapat memberikan senyum tipisnya.     

" Bagaimana kalau satu ronde di meja makan?!"     

Setelah menuntaskan ' permainan' paginya, ia langsung bergegas kembali ke kediaman orangtuanya. Hanya demi kepatuhan dan kepastian warisan dari orang tuanya ia rela meninggalkan sang kekasih dengan keadaan yang memprihatinkan. Memang salahnya yang tak bisa mengendalikan gairah muda yang begitu meluap- luap, bukan membela diri... Tapi memang bukan sepenuhnya adalah salahnya. Rian memang ikut andil dalam seks pagi yang jadi beronde- ronde itu. Tangannya yang kecil dan begitu lentik itu selalu saja bisa menyenangkan ' adik kecilnya' dan ia rasa Rian begitu menyukai keganasan ya.     

" Paman! Kenapa di rumah terlihat sibuk sekali?" Tanya Nathan saat memasuki dapur dan mendapati para pelayan sedang sibuk dengan masakkannya.     

                 

" Bukankah kau tau orang tuamu akan datang siang nanti... Yah, mereka langsung mengadakan pertemuan dengan sahabat karib mereka malamnya," jelas pria paruh baya itu.     

                

" Oh... Kenapa terburu- buru sekali, bahkan mereka saja belum datang ke rumah,"     

                 

" Kau akan tau nanti, kau bersiaplah, cari pakaian terbaikmu, aku yang akan menjemput mereka,"     

                 

Nathan begitu penasaran, meski begitu ia tetap menurut dan mempersiapkan diri sebaik mungkin.     

Malam telah tiba, ruang makan sudah ditata semenarik mungkin dengan hidangan yang mewah pula. Orangtuanya sudah datang, meski begitu mereka hanya mengecup pipinya dan tersenyum lembut, tanpa sepatah katapun. Mereka bahkan sudah lebih tiga tahun tak bertemu, tak ada pembicaraan mengenai kabar atau apa pun. Begitu dingin, apakah mereka tak merindukannya? Nathan begitu kecewa sekarang.     

Matanya menangkap bingkisan terbungkus paper bag itu dengan nanar, " memangnya ia anak kecil, selama itu hanya di beri sebuah hadiah?!"     

                 

" Selamat malam dan selamat datang keluarga Nandara," sambut Rara, mama Nathan saat mendapati tamu yang di tunggunya datang. Rara menggiring tamu- tamu pentingnya itu dan mereka pun duduk di ruang tamu dengan posisi Rara yang menempel terus dengan perempuan seumurannya. Bagas Adikusuma yang merupakan papa Nathan itupun juga nampak akrab dengan pria yang ia tebak sepasang suami istri itu. Nathan hanya diam saja, ia cukup tak terkejut bahwa salah satu wajah itu begitu diingatnya sangat lekat. Wajah kaku itu bahkan sedari awal telah menatap lekat ke arahnya, dan lebih parah lagi ia duduk tepat disebrangnya. Nathan seperti buronan sekarang.     

                  

" Ehem... Pasti kau Nathan, kan?" Sebuah suara wanita tertangkap di telinga Nathan. Pandangannya menoleh dan didapatinya senyum lebar itu menatapnya.     

                  

" Ehmm ya... Perkenalkan Nathan dan kau...?"     

                  

" Cherlin, adiknya Max," balas wanita itu sambil menjabat tangan Nathan. Ia sedikit risih sekarang, pandangan mereka seluruhnya tertuju ke arahnya.     

                  

" Hanya mendengar cerita dari mamamu, ternyata kau orang yang cukup pendiam juga, ya nak Nathan," komentar dari wanita paruh baya itu membuat ia mengulas senyum tipis, ia merasa canggung. Jelas ia tak suka pertemuan yang formal seperti ini.     

                 

" Dan Max, pria yang pendiam juga, ku rasa mereka akan cocok bila bersama," balas Mama Nathan sambil tersenyum lebar.     

                  

" Ya... Bahkan mungkin mereka tak akan memulai pembicaraan jika tak ada hal yang sangat penting," timpal Papa Nathan membuat semua orang tertawa. Semua nampak bergembira dengan pertemuan dua keluarga ini, dan bisa ditebak senyum kecut malah tersungging di bibir kedua pria muda yang tanpa sadar memperhatikan satu sama lain.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.