Hold Me Tight ( boyslove)

Satu Sama



Satu Sama

0Max mengawali hari dengan perasaan kesal yang masih membekas. Tidurnya pun sama sekali tak nyenyak karena peristiwa kemarin malam. Adiknya yang manja dan sedikit nakal itu tanpa rasa bersalah malah melibatkannya dalam kesalahan yang diperbuat. Dan dengan segala kekuasaan berlabelkan ' adik' membuat ia ikut juga dimarahi oleh orang tuanya.     
0

" Kamu tuh gimana sih, Max... harusnya kamu jagain Cherlin supaya nggak minum- minum, jadi mabuk kan adik kamu," omel sang mama walau Max sudah menceritakan perbuatan adiknya itu. Max bertambah kesal saat Cherlin yang sedang bersandar di bahu sang mama terlihat berusaha keras untuk menahan tawa, Cherlin seolah merasa menang darinya.     

" Ma... aku kan udah bilang, Cherlin yang ngerencanain pesta itu, parahnya lagi dia malah nyediain minuman keras yang kadar alkoholnya tinggi. Kenapa malah mama marahin aku juga," protes Max dengan nada merajuk.     

" Lah itu... kenapa coba rencana Cherlin bisa terlaksana, kamu kan bossnya,"     

Max saat itu hanya bisa diam, adik perempuannya itu selalu berkuasa jika di hadapan orangtuanya. Kakak laki- laki yang harus bisa menghadang segala kerusuhan yang diperbuat sang adik, sialnya nasib kakak yang ber adikkan perempuan bar- bar seperti itu.     

Menjewer telinga sang adik nyatanya masih belum bisa membuatnya mereda. Nyatanya pagi ini, Max masih duduk dengan berbagai bayangan rencana untuk bisa membuat adiknya itu jerah.     

Bunyi pintu terbuka dan tertutup sedikit pun tak membuat Max tertarik. Ia malah meraih ponsel dan berpura- pura sibuk membaca beberapa e- mail masuk.     

" Brother!" sapa Cherlin dan langsung menghempaskan tubuhnya di samping Max. Menciumi pipi sang kakak untuk sedikit menarik perhatian Max.     

" Brother jangan marah... bukan maksud aku ngelibatin brother dalam masalah aku kemarin. Aku terpaksa tau... disatu sisi temen- temen desak aku buat ngerancang acara kayak di rumahnya Melisa dan Tantri. Papa sama mama nggak mungkin ngijinin kalau acara kayak gitu di rumah, Brother tau kan aku musuhan banget sama mereka, aku nggak mau kalau mereka ngelebihi aku. Apalagi karena pesta itu juga aku jadi lebih deket sama Nathan, kemarin aja dia beberapa kali perhatiin aku dan juga..."     

" Kau tuh ngomong apa sih... Melisa, Tantri, pesta, Nathan, dan kau malah melupakan kalimat penting yang harusnya lebih dulu kau ucapkan," ucap Max sedikit memberikan kode agar Cherlin meminta maaf padanya. Tapi nampaknya Cherlin sama sekali tak merasa bersalah saat Max melihat raut bingung sang adik.     

" Ehmm... selamat pagi?" ucap Cherlin dengan ragu. Dan Max yang gemas pun mencubit pipi putih itu hingga memerah.     

" Dasar kurang ajar! Melibatkan ku dalam masalahmu dan kau sama sekali tak merasa bersalah akan hal itu... Aku kesal sekali denganmu kau tau, Papa bahkan menghukumku dengan cara melemparku ke Bali untuk mengurus proyek di sana," ucap Max dengan penuh penekanan.     

" Bali... bagus dong, Brother bisa sekalian liburan,"     

Max pun mencubit pipi Cherlin satunya lagi. Max gemas karena tak mungkin ia mengatakan yang sejujurnya. Cherlin akan menganggapnya gila jika Max mengatakan dia suka Nathan. Semua belum pasti, ia tak mungkin secepat itu memberi tau Cherlin. Ia bahkan belum mengambil langkah untuk mendekati Nathan dan adiknya itu sudah selangkah didepannya.     

Bukan maksud Max untuk tak bertindak dewasa dengan merencanakan diam- diam persaingan dengan adiknya sendiri, semua itu juga tak mudah untuknya. Tapi mengingat perjalanan kisah Cherlin membuat Max menyadari kalau adiknya itu dari dulu tak serius dalam menjalin hubungan. Sedangkan dirinya, sudah sangat lama sekali ia tak merasakan kesenangan hanya dengan menatap wajah seseorang. Ia berpikir kalau alangkah baiknya ia berusaha dahulu sebelum keputusan nanti yang akan Nathan tentukan.     

" Di sana aku kerja dan pastinya akan sulit untuk mencari waktu luang,"     

" Dan harus jauh dari kak Lea, kan?" ledek Cherlin dengan merangkul bahu sang kakak.     

" Nggak... lagian kan banyak wanita cantik disana," sahut Max ringan. Lagipula ia hanya bercanda, Max bukan orang yang suka melakukan seks bebas dengan sembarang orang. Dan bukan berarti ia masih perjaka, waktu zaman SMA ia sudah pernah melakukannya beberapa kali dengan sang mantan.     

" Oh... brother, aku bilangin Kak Lea nanti,"     

Jawaban Cherlin membuat Max terkekeh. Mana mungkin ia khawatir jika jauh dari Lea, yang ada dalam benaknya sekarang malah rasa kesal saat harus menunda rencananya mendekati Nathan.     

" Hahah... nggak pantes buat orang yang mantannya bejibun ngomong kayak gitu," ledek Max lalu menjulurkan lidah.     

" Apaan sih! nggak nyambung... Lagipula sekarang ini aku mau fokus deketin Nathan," jawab Cherlin dengan menaik turunkan kedua alisnya. Kedua tangannya bersendekap dan mengangkat tinggi kepalanya.     

" Ehmm... trus kalau udah dapet,"     

" Ya... lihat kelanjutannya aja,"     

Max menatap raut wajah ceria adiknya itu. Mereka saling berpandangan, Max meneliti raut itu. Sedikit rasa iri untuk Cherlin menghinggap di hatinya, mengekspresikan diri rupanya terlihat begitu menyenangkan.     

" Kok aku nggak yakin ya,"     

" Nggak yakin apa?" tanya Cherlin dengan santai merebahkan tubuhnya di ranjang Max. Hari masih begitu pagi, dengan menyamankan tubuhnya Cherlin sesekali memejamkan mata.     

" Kalau kamu suka Nathan. Bukannya orang seperti Nathan itu bukan tipe kamu, ya?" pancing Max untuk bisa mengetahui tujuan adiknya itu.     

" Kenapa pengen tahu?"     

" Ehm... mama sama papa nggak tau rencana kamu lusa ya? klub malam sepertinya akan membuat papa..."     

" Bentar- bentar, brother nyadap ponsel aku lagi?!"     

Cherlin yang nampak bingung itu langsung bangun dari rebahannya dan menatapnya dengan memelotot tajam.     

" Demi kebaikan adik apa salahnya? lagi pula pergaulan mu sepertinya wajib dikontrol. Bukan dengan menyadap ponsel, aku hanya mengusulkan ke papa beberapa bodyguard kepercayaan ku itu saja,"     

Dengan santai Max bangun dari tempatnya, mengecek beberapa berkas yang harus dibawa. Dan setiap pergerakan Max, Cherlin menatap tajam dirinya. Max sadar itu, ia yakin Cherlin begitu kesal padanya. Satu sama, itu setimpal.     

" Mulai kapan aku hidup diawasi seperti itu? Kata papa hukuman akan berjalan besok, kenapa brother udah tau rencana yang aku susun tiga hari lalu?"     

Cherlin mendekat pada Max, berdiri tepat dibelakangnya sambil berkacak pinggang.     

" Ehmm... mulai kapan ya? aku juga lupa, nanti kamu tanya langsung aja sama mas Riki yang ada di depan rumah,"     

Max membalikkan badan dan memberi cengiran kepada Cherlin. Wanita itu mengerucutkan bibir dengan wajah memerah, ia marah.     

" Nyebelin banget! Itu sama aja aku nerima hukumannya dari brother,"     

Cherlin dengan kesal menendang kaki Max beberapa kali.     

" Pengen tau rahasia lainnya?"     

" Ada lagi?"     

" Setiap laporan akan masuk ke aku, dan jika kau tak ingin papa tahu beberapa rencana nakalmu itu, lebih baik turuti aku dan jangan lakukan hal buruk lagi,"     

Hancur sudah, setelah ini Cherlin akan jadi anak cupu yang hanya bisa melihat postingan keseruan teman- temannya saja. Max tak ada harapan untuk diajak kerja sama, Sial!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.