Hold Me Tight ( boyslove)

Pertemuan antar pewaris tahta



Pertemuan antar pewaris tahta

0Kedua tubuh dewasa itu tak berhenti menjamah. Mereka saling membelit dengan si dominan yang mengungkung wanitanya di bawah tubuh besar miliknya. Tangan sang pria bahkan mulai mengoyak kasar inti tubuh yang ada di bawahnya itu. Lenguhan wanita itu bahkan sesekali teredam dengan cumbuan panas sang pria. Sudah lebih dari setengah jam dan sang pria bahkan masih berpakaian lengkap.     
0

" Eeugh... Oh ayolah Max, biarkan aku memuaskanmu juga," mohon wanita itu dengan tangan lancang meraba gundukan keras di balik celana bahan pria bernama Max itu.     

" Kau sudah melewati batasanmu, kau tau akibatnya kan?" Ucap Max sambil membenarkan kemeja hitam miliknya yang berantakan. Ia berpaling dan duduk di pinggir ranjang kamar mewah milik sang sahabat itu. Ya... Mereka sahabat sejak kecil. Max tak bisa memungkiri rasa sayangnya untuk wanita yang kini sibuk membenarkan rok mininya yang terangkat sampai perut. Celana dalamnya bahkan sudah basah siap untuk digempur habis- habisan.     

" Huh! Kau sangat menyebalkan Max, mau berapa kali lagi kau buat aku rendah diri seperti ini, Hah! Apa aku begitu tak menarik untukmu,"     

Ucap gadis itu dengan nada sesegukan. Ia terlalu lelah, lelah untuk terus diberikan harapan palsu.     

" Kau membuatku tampak paling bersalah disini, Lea," gumam Max, tangannya mengacak kasar rambut miliknya.     

" Aku tau kau berpikir aku  adalah wanita binal, tapi kau tau... Aku hanya berusaha menghilangkan trauma masa laluku, aku ingin seperti dulu, sebelum peristiwa itu terjadi dan menimpaku,"     

Wanita itu tak sanggup menahan air matanya. Tubuhnya terlalu lemah hingga membuat punggung lebar Max lah yang jadi penawarnya.     

Max tau, ini dampak yang sangat berat untuk hidup Lea, tapi tak dipungkiri juga ia merasa mulai terkekang juga dengan ini semua. Bahkan sudah lewat dua tahun, semua ingatan itu sama sekali tak meninggalkan bayang- bayang samar, semua malah nampak seperti bayangan hitam pekat yang akan selalu mengikuti kemanapun mereka melangkah.     

Max memaksa pergi dari rumah Lea setelah itu, bukan tak peduli ia hanya tak ingin kejadian memalukan tadi akan berlanjut. Ia memacu mobil mewahnya di tengah lalu lintas kota yang sedikit lenggang.     

" Kata mama suruh pulang, kalau nggak.... Brother ati- ati aja besok diberondong mama sama calon mantu, kayaknya dia udah nggak sabar deh jadi nenek, hehehe..." Ucap sang adik Cherlin, setelah dengungan ponsel itu dijawab.     

" Dasar mama... Ya ini di jalan kok!" Balas Max singkat. Ia langsung mematikan ponsel dan melemparnya ke jok samping.     

Dilain sisi, setelah peristiwa di klub dua hari lalu, Nathan begitu sangat frustasi. Yang dilihatnya waktu itu memang Rian, tatapan nanar dan penuh kecewa itu membuatnya tanpa sadar berlari dan membuat wanita yang duduk di pangkuannya itu terjengkang dan jatuh ke lantai. Ia tak peduli lagi anggapan kawan- kawannya, ia terus berlari hingga tangan pria yang sedikit lebih kecil darinya itu berhasil digapai. Nafas mereka saling beradu saat mereka saling bertatapan. Ia sedikit tersengal karena terlalu shok, tapi ia tak bodoh, cengkraman tangannya makin di pererat saat Rian mencoba memanfaatkan itu untuk kabur darinya.     

" Ikut aku!" Perintah Nathan tanpa menunggu harus di tanggapi. Mereka masuk ke mobil milik Nathan dan mengunci mobil itu.     

" Itu tadi salah paham,"     

" Semua akan mengatakan kalimat itu saat sedang kepergok," sindir Rian sambil membuang muka.     

Nathan frustasi, belum cukup masalah satu timbul yang lainnya.     

" Kau harusnya mengerti, itu adalah hadiah dari kawan- kawan ku untuk menyambut kepulanganku, tak mungkinkan aku langsung menolak? Apa anggapan mereka tentang ku nanti," jelas Nathan.     

" Kau akan di anggap gay atau impoten, pria tak mungkin menolak wanita yang nyaris telanjang ada dipangkuannya,"     

" Demi Tuhan.... Apa aku salah lagi kali ini?"     

Harusnya ia tau, Rian selalu saja pintar dalam kata- kata. Ia bahkan terjebak.     

" Setelah dua minggu aku akan memutuskan tentang hubungan kita. Ku rasa waktu itu cukup untuk membuat kau sadar akan kesalahanmu,"     

Dan ia berakhir dalam kata- kata yang tak pasti itu, menunggu?     

Sungguh.... Itu adalah dua hari yang lalu, tapi kata- kata yang dilontarkan Rian terasa terngiang- ngiang hingga saat ini. Jika bukan karena rapat penting perdananya besok pagi, ia pasti akan berada di depan apartemen milik Rian dan menunggu petugas security untuk mengusirnya seperti kemarin.     

Tommy: Hai kawan- kawan apakah kalian masih hidup?     

Bunyi pesan grup itu membuat Nathan tersadar dari lamunannya. Bibirnya menyungging senyum tipis saat pesan balasan yang lainnya itu dibaca.     

Aki: Menurutmu? Aku yakin kau baru saja mendapat kode balasan dari salah satu wanitamu.... Mood sebagus itu tak bisa di bohongi kawan...     

Ilham: Aku tidur...     

Galang: bahkan ilham langsung off saat mendapati mood tommy yang seperti itu.... Seperti sudah ditebak, apakah kau akan curhat bagaimana rasanya wanita itu??     

Tommy: sekarang bahkan aku masih bergumul di satu selimut dengannya kawan...     

Aki: Dasar gila! Jangan katakan kalau ' itu' kalian masih terhubung...     

Tommy: Kau begitu mengerti Aki... Kapan- kapan kau cobalah seperti ku hai para perjaka tua...     

Nathan: Tommy gila! Aku seperti memasuki grup mesum..     

Keesokan paginya, pertemuan penting itupun akhirnya terlaksana.     

" Seperti yang kita tau, untuk prospek kedepannya kami harap hubungan antar perusahaan kita lebih dieratkan lagi...." Kalimat penutup itu membuat Nathan tanpa sadar menghembuskan nafas lega. Bahkan ia tak tau sedari tadi terus diperhatikan oleh sepasang mata yang menatapnya intens. Nathan tak tau, ia saja sudah terlebih dahulu fokus kepada ponsel yang membuat ia menyungging senyum lebar- lebar.     

" Ehem... Kau harusnya menikmati hidangan makan siang ini dulu, Tuan Nathan," teguran itu membuat atensi Nathan teralih. Wajah rupawan dengan garis rahang tegas itu membuat ia secara tidak langsung terintimidasi.     

" Oh ya, maafkan saya Tuan...."     

" Max, Maxime Nandara kau bisa memanggil sesukamu Tuan Nathaniel Adikusuma," jawabnya dengan nada tegas, pandangannya seperti orang merendahkan dan Nathan sadar itu.     

" Maaf sekali lagi Tuan Max,"     

                 

Ya... Ini sudah kesekian kalinya ia berbuat salah. Ponsel miliknya beberapa kali berdering dengan telpon ataupun pesan tak penting dari kawan- kawannya. Pada awalnya ia merasa pertemuan bisnis seperti ini tak perlu setegang saat rapat bersama dewan direksi yang penuh dengan penampakan wajah keriput itu. Tapi nyatanya ia salah, hanya untuk saling memperkenalkan diri sebagai calon penerus di masing- masing perusahaan harusnya bersikap formal, bahkan di restoran sekalipun.     

                   

" Orangtua kita adalah teman dekat, mereka berharap hubungan antar dua keluarga ini bisa tetap erat, dan saya berusaha untuk itu, Nathan. Oh ya... Dilain pekerjaan saya bisa bersikap seperti teman pada umumnya," ucap Max tanpa mengalihkan perhatian padanya. Tangannya masih bekerja untuk memotong steak daging didepannya. Nathan secara tidak langsung menelan ludah, pandangan dingin seperti itu... Mana ada yang mau jadi temannya?!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.