Hold Me Tight ( boyslove)

Bocah tengil



Bocah tengil

0"Mungkin dia berpikir, kedatangan ku memang akan merusak hubungan mu dengan Max?" Jevin mengatakannya dengan wajah yang nampak begitu serius. Pandangannya bahkan begitu intens menatap Nathan, lengannya yang dingin bahkan menarik Nathan untuk di genggamnya erat.     
0

"Oh ayolah, Jev... Apakah saat ini, hal itu masih berlaku?" ucap Nathan dengan suara rendahnya. Lengannya yang terjerat begitu erat, sedikit pun tak bisa terlepas. Kalau saja Nathan bisa sedikit bijak, pasti saat ini dirinya akan menyadarkan Jevin untuk tak terlalu mengharapkannya.     

"Kenapa tidak, aku bahkan masih sangat mencintai mu walau ku tahu sudah tak ada harapan lagi untuk itu."     

"Terharu rasanya, mendengar pengakuan seseorang yang begitu menggilai ku," lirih Nathan yang berkebalikan dari kalimatnya, pria itu nampak begitu sedih. "Tapi aku tak berharap itu akan terus berlangsung. Yakinlah, akan ada seseorang yang dapat menggantikan nama ku di hati mu, Jev. Cepat atau lambat."     

Jevin bangun pagi sekali, hanya sekitar tiga jam memejamkan mata, rasanya tak bisa di katakan mengistirahatkan tubuh jika pikirannya masih melalang buana.     

Max yang tidur satu ranjang dengannya, sementara Nathan yang begitu lincah memasuki pemikirannya dengan menggores luka makin dalam di hatinya. Bagian yang paling menyebalkan adalah, saat ia kembali terngiang dengan mimpi menyesalkan lalu saat lengannya di gigit begitu keras oleh bocah yang bahkan belum menggenapi gigi depannya. Saat ini Jevin tahu pertanda itu, nyatanya memang rupa yang saat di mimpi lalunya itu terlihat buram adalah perwujudan asli dari Zeno yang begitu menyebalkan. Ya, jelas saja makin memperburuk suasana kepulangan yang awalnya ingin melepas rindu dan mengulang nostalgia bersama dengan Nathan.     

"Ku rasa bocah bernama Zeno itu adalah kuncinya. Max yang memenangkan hati bocah itu terlebih dahulu, mungkin saja membuat Nathan merasa terkagum,"     

.... Oh ya, senang mendengar mu pulang dalam kondisi baik-baik saja. Ya, namun turut berduka cita atas hati mu yang terluka."     

Sebuah pesan masuk dari Rama membuat Jevin berdecih. Di bandingkan Max yang datang dengan penyesalan akhirnya karena telat memperjuangkan, rasanya ia yang lebih dulu menaklukkan bocah bertubuh mungil yang saat itu hanya bisa meresponnya dengan tawa ringan sembari tangis kencang saat ia berniat menjahili.     

Jika di katakan kriteria penentuan Nathan hanya dengan menjalin kedekatan pula dengan Zeno, rasanya ia yang patut memenangkan itu terlebih dahulu. Oh ayolah, bahkan ia masih tak bisa melupakan bagaimana tidur malamnya terganggu akibat Zeno yang haus atau pun buang air. Nathan mana tahu, karena pria itu selalu tertidur dengan begitu pulasnya. Lagi pula, ia masih tak tega membangunkan Nathan dari istirahatnya.     

Namun siapa sangka, bayi yang di rawatnya dulu tumbuh menjadi sosok bocah yang tak tahu terimakasih?     

Menyimpan ponselnya ke dalam saku celana, Jevin lantas merenggangkan otot tubuhnya sembari berjalan. Tiba-tiba saja ia melihat kendaraan kesayangannya yang tengah di panaskan di depan halaman rumah. Sontak saja Jevin yang begitu bersemangat meloncat ke jok motornya.     

"Aku merindukan motor ku," lirih Jevin yang begitu girang sampai mencium kendaraan gagahnya. Jemarinya lantas mengusap dengan begitu hati-hati seolah barang antik.     

Brumm Brummm Brummm     

"Ternyata masih sama seperti dulu."     

"Jelas saja, aku menyuruh mereka untuk rutin memanasi motor mu dan menservisnya."     

Tiba-tiba saja Nathan berjalan ke arahnya, menjawab pertanyaannya dengan senyum khas tipisnya yang begitu manis.     

"Kenapa begitu?"     

"Apanya?"     

"Kenapa repot-repot melakukan hal yang tidak berguna?" pikir Jevin, saat mengingat memang tak akan ada yang menggunakan motor miliknya ini selain hanya dirinya.     

"Bagaimana kau mengatakan tindakan ku tak ada gunanya. Oh ayolah, aku bahkan sangat mengerti jika motor mu ini adalah bagian dari hidup mu juga."     

"Atau kau yang yakin kalau aku akan kembali?" Jevin menimpali cepat, menggoda Nathan dengan kerlingan matanya.     

Sementara Nathan hanya mengangkat bahu, dengan kedua alisnya yang di jungkat-jungkit. Rasanya kecanggungan larut malam kemarin sudah terlupakan, membuat keduanya kembali dekat, sampai-sampai Jevin yang menepuk jok menjulang di belakangnya dan memberikan penawaran.     

"Ingin menjadi penumpang ku?"     

"Papa...!"     

Sebuah teriakan yang sampai mengalahkan suara deru mesin motor, membuat perhatian Nathan dan Jevin sontak teralih pada Zeno yang berlari kencang dari dalam pintu depan yang terjerembap terbuka lebar.     

Kepalanya menunduk, alisnya yang mencerung naik, sampai memperjelas netra tajamnya yang menghunus tetap sasaran pada Jevin.     

Nampak begitu posesif, saat Zeno yang berada di tengah-tengah dua orang dewasa itu langsung merangkul erat lengan milik Nathan. Otomatis membuat Jevin mengetatkan rahang karena rencananya untuk mengajak Nathan berkeliling mendapatkan halangan.     

"Oh, sialan! Dia lagi!" geram Jevin dengan suara beratnya pada dirinya sendiri. Namun seperti dapat di analisis gerak bibirnya oleh Zeno yang makin memelototinya.     

"Apa dia akan mencuri motor ini, pa?"     

Lihatlah, bahkan bocah itu sudah mulai tak logis. Mana ada pencuri yang mengambil barang persis di hadapan tuan rumah?     

"Memangnya tampang ku ini kriminal, sampai-sampai kau terus saja menuduh ku yang bukan-bukan? Lagi pula kau salah paham, ini adalah motor milik ku. Bagaimana aku bisa mencuri milik ku sendiri?" kesal Jevin yang masih ingin mempertahankan posisinya yang menginginkan penghormatan layaknya orang dewasa.     

"Sudahlah, sayang... Papa tak ingin kau mencari gara-gara dengan paman Jevin," sela Nathan yang berniat mendinginkan suasana. Hari yang begitu indah dengan sinar matahari yang begitu sangat bersemangat menyinari bumi, rasanya tertutup dengan konflik yang seperti menghadirkan awan hitam persis di antara mereka.     

"Jadi menurut papa aku yang bermasalah?"     

Malah di tangkap Zeno demikian. Hampir saja Nathan mengumpat, kalau tak ingat pengajaran baiknya untuk bisa mendidik Zeno menjadi sosok yang baik. "Ishh... Bukan begitu-"     

"Ada keributan apa pagi-pagi begini?"     

Ucapan Nathan terhenti, Max yang mendengar kegaduhan dari dalam, lantas bergabung dengan mereka.     

"Paman..." Seketika di sambut Zeno yang berpaling dari rangkulan Nathan yang di anggapnya tak se kubu dengannya.     

"Paman... Papa sudah tak sayang lagi dengan ku. Lihatlah cara papa membela paman jelek itu!" tunjuk Zeno dengan wajah memberenggutnya untuk mengadu. Nathan yang menjadi sasaran, lebih banyaknya Jevin yang di olok sembarangan.     

Membuat pria yang menunggang di atas motor besarnya itu membulatkan matanya. Mengayun kakinya yang membuat posisi mengangkang sebelumnya, lantas menundukkan kepala dengan gaya perlawanannya di atas motor sebagai singgahsananya.     

"Jelek? Kau mengatakan wajah tampan yang seperti ini, jelek? Lalu bagaimana tampan menurut mu, bocah?!"     

"Semua pria tampan, terkecuali kau!" teriak Zeno yang sampai mengorbankan predikat baiknya di depan Nathan.     

"Sungguh, aku tak percaya ini. Nath, bolehkan aku memberitahukannya tentang selaku apa aku di pasaran? Tak hanya wanita, pria bahkan sanggup bertekuk lutut di hadapan ku," bangga Jevin sembari menepuk dadanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.