Hold Me Tight ( boyslove)

Lagi-lagi terciduk



Lagi-lagi terciduk

0Nathan mengalungkan kedua lengannya di leher milik sang kekasih. Keluar dari dalam kamar mandi dengan titik basah yang tak terusap handuk, dan membuatnya jatuh ke lantai tiap sang dominan melangkahkan kaki.     
0

Dengan begitu perlahan, Max mendudukkan Nathan di atas ranjang, segera mengambil handuknya yang di lingkar pada leher, lantas mengusapnya perlahan untuk bantu mengeringkan.     

"Jangan tidur dulu, rambut mu belum benar-benar kering," ucap Max setelah berpaling dan mendapati Nathan sudah merebahkan diri.     

Kembali melangkahkan kakinya mendekat, lantas menarik lengan Nathan dengan pengering rambut yang di dapatkannya.     

Seakan tak menunggu waktu lebih lama lagi untuk mengistirahatkan diri, Nathan yang tak nyaman dalam posisi duduk pun segera melemparkan dirinya untuk kembali berbaring.     

"Sungguh, Max... Ini masih terlalu pagi, dan kau sudah membuat ku mandi dua kali," desah Nathan yang benar-benar kepayahan. Lantas menarik selimut yang terlipat rapi di bawah kakinya, berniat benar-benar mengistirahatkan diri dengan begitu nyaman.     

"Dan kembali berbaring di ranjang dengan keadaan lemas dan begitu sumringah?" Max datang, duduk di pinggir ranjang sembari tak puas untuk memberikan kecupan di setiap titik wajah manis milik Nathan.     

Membuat Nathan mengerutkan dahinya dalam. "Dasar! Bagian dari mananya kau menyangka ku bahagia setelah kau membuat sekujur tubuh ku pegal seperti ini?" protesnya dengan wajah berkerut masam.     

Max yang gemas pun menggigit permukaan bibir milik Nathan yang berkerut. "Ouch!" Jelas saja Nathan yang mengaduh kesakitan langsung memukul mendorong wajah Max menjauh.     

Namun tak bisa menahan kejahilan Max yang kali ini berucap dengan begitu mesum. "Karena dapat memuaskan fantasi orang terkasih mu ini?" Sembari matanya yang mengerling genit.     

Plakk     

Lagi-lagi menoyor wajah menyebalkan Max yang setelah mengungkungnya untuk menjauh. "Sialan, kau!" umpatnya pun tak ketinggalan. Namun meski pun begitu Max tak ingin menyerah, berulang kali menoel pucak hidung sang kekasih.     

"Wajah mu lagi-lagi merona, apakah kau malu saat mengingat bagaimana kau meminta ku untuk melakukannya lebih kasar?"     

"Max..." suara Nathan tegas, netranya yang menajam, jelas memperingatkan Max untuk segera tutup mulut.     

"Apakah kau masih mengingat seseksi apa desahan mu, sayang?"     

"Kau menggoda ku sekali lagi, aku akan benar-benar sangat marah pada mu."     

"Baiklah, kita lihat saja kemarahan mu itu," Menjeda ucapannya, Max yang tetap menarik intens pandang Nathan, di saat bersamaan menjalankan aksinya menyibak bathrob yang di kenakan sang kekasih. "Dapat teralih karena sentuhan ku atau tidak."     

Terbuka. Max yang menyusupkan jemari kasarnya pun lantas merayap ke bagian tubuh atas milik Nathan dengan gerakan amat perlahan, mengeja setiap jengkal tubuh terasa dingin milik kekasihnya itu.     

"Max... Ahhhaa... Jangan kekanakan! Ini sangat geli." Tawa Nathan jelas saja menyembur. Ia bukan orang yang tahan untuk tak merespon sentuhan, terlebih dengan cara Max yang menyasar area sensitif di sepanjang rusuknya.     

Kali ini Max jauh lebih ganas, meloncat ke atas ranjang, seolah menerjang Nathan dengan lebih menggila.     

"Atau kau yang ingin ku buat menggelinjang seperti posisi mengangkang mu di dapur tadi?"     

"Ahhhaa... Cukup-cukup... Ini sudah tidak lucu," mohon Nathan saat merasakan perutnya keram karena terus di pancing untuk tertawa. Ujung matanya bahkan sampai memerah, menitikkan air mata yang sontak membuat Max menyekanya.     

Untuk beberapa saat suara tawa menggema Nathan di iringi pekikan kepuasan Max lenyap. Di gantikan sunyi dengan debar jantung keduanya yang saling bersambut.     

Nathan yang merasa posisi mereka sangat rawan untuk kembali menyebabkan tubuhnya ngilu, meski kain selimut tebal menghalangi. Cepat-cepat mendorong Max untuk bangkit dari kungkungannya. Namun tetap saja, tak bisa menyingkirkan telapak tangan besar milik Max yang menakup wajahnya.     

Kenyataan yang masih tak bisa terelakkan sampai dengan saat ini, Nathan tak bisa mengendalikan dirinya saat pria berparas oriental yang begitu tampan itu sudah menatapnya dengan begitu tajam. Berniat mengalihkan pandangannya, namun yang ada malah ia yang lagi-lagi terkalahkan dengan bibirnya yang berkedut hendak menarik kedua sudut bibirnya. "Apa?"     

"Apakah kau berpikiran jika ciuman saja lebih baik?"     

"Max..." Nathan benar-benar sudah tertawan oleh sihir milik Max. Terlebih saat pria jangkun yang menyeruakkan feromon gagahnya dengan jempol tangannya yang menekan bawah bibirnya.     

Max nampak begitu terpana, sampai-sampai tak bisa membuang waktu lebih lama lagi untuk mendorong wajah Nathan ke arahnya. "Emmph..." Nathan hanya berucap tak jelas, saat Max yang menjulurkan lidahnya, dan langsung menyusupkan miliknya ke dalam mulut milik kekasihnya itu. Mengobrak-abrik isi di dalamnya, mencampur adukkan saliva keduanya dan saling haus untuk menelan.     

Tak kuat untuk membentengi dirinya lagi, Nathan yang sudah di buat mabuk kepayang hanya bisa pasrah dengan jemarinya yang mencengkram dada terbuka milik sang kekasih.     

Hampir saja keduanya tergoda untuk melanjutkan pergulatan mereka yang selesai ronde beberapa menit lalu. Kelopak mata yang sudah terpejam saling menghayati gelayar rasa yang datang, kalau bukan suara yang memasuki pendengaran keduanya yang menggagalkan acara tumpang tindih selanjutnya.     

"Papa...!"     

Segera saja Nathan membelalakkan mata. Max yang seperti masih mengambil sisa nyalinya, seperti coba tutup kuping dengan terus menyedot permukaan bibir lembut milik Nathan. Membuat pria yang gemetar ketakutan itu mencengkram erat bagian dada milik Max sampai membuat pria jangkun itu terpekik kesakitan dan mengumpat kasar. "Ah, Sial!"     

Sementara Nathan yang sudah tak mempedulikan Max yang meringkuk ke perutnya dengan mengusap perih di dada karena kuku panjang milik Nathan yang seperti menancap ke permukaan kulit. Pupil matanya membelalak lebar, tak berkutik saat pintu ruangannya terjerembab terbuka lebar.     

Zeno ada di sana, tiba-tiba saja melayang dan jatuh bertengger di gendongan Jevin.     

"Sukurnya aku cepat tanggap, kalian harus memberikan ku penghargaan karena ini."     

Namun rasanya tak terlupakan begitu saja karena Jevin yang sudah cepat tanggap melindungi pandangan bocah belia itu. Nyatanya Zeno yang memerintah jauh lebih mudah pada paman yang tak di anggapnya itu, lantas membuka persidangan dengan Nathan dan Max yang menjadi tersangka.     

Tak memandang usia atas siapa yang berhak berkuasa. Nyatanya Zeno sudah bisa melakukannya, membuat Nathan dan Max kompak menyusut di pinggir ranjang. Jevin yang berdiri di belakang Zeno, selayaknya ajudan yang di tugaskan.     

"Paman sedang bertekuk lutut di hadapan papa?" tanya Zeno yang dengan polosnya mengangkat dagu. Kedua lengan kecilnya yang terlipat di depan dada, seperti menekan Nathan dan Max untuk segera angkat bicara.     

"Apa?!" Namun Max dan Nathan kompak tercengang dengan pemahaman Zeno yang tak seharusnya. Membuat kedua pria dewasa itu melirik mata saling berbalas, meringis kesal dengan mengumpati diri sendiri yang tak bisa menjaga rahasia yang masih tak seharusnya terungkap.     

Rencana untuk memberitahukannya pada Zeno saat usia bocah itu sudah lebih sedikit dewasa untuk bisa memahami segalanya, nyatanya gagal karena kesalahan tak bisa menjaga nafsu.     

"Aku mencerna segala informasi dengan baik. Dia yang mengatakan jika wanita dan pria bisa mencintainya, berarti memang ada kemungkinan untuk pria jahat ini bersama dengan sesama pria, kan?" tunjuk Zeno pada Jevin yang di jadikan contoh. Jelas saja bocah pandai itu menyerap ilmu dengan sangat baik. Membuat Max dan Nathan hanya bisa tepuk dahi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.