Hold Me Tight ( boyslove)

Kebersamaan



Kebersamaan

0"Suami ku masih banyak hari. Kalian di larang bangkit dari meja makan, sebelum menghabiskan makanan lezat yang di sajikan oleh suami ku."     
0

"Ra... Kenapa perlu membuat ultimatum? Tanpa di perintah pun, kami tak akan menyia-nyiakan hidangan yang di buat khusus oleh koki terkenal," sahut Nina menimpali Rara yang merupakan nyonya dari tuan rumah.     

Sementara semua orang yang sudah mengangkat sendok garpu mereka secara serentak, siap beradu mengambil makanan yang paling menarik di pandangan mereka.     

"Bahkan aku sengaja mengosongkan perut ku untuk makan malam kali ini, paman..!" Cherlin berucap paling bersemangat, membuat yang lainnya makin besar napsu makannya.     

Suasana begitu ramai di sebuah kediaman besar. Penuh dengan orang yang bercakap-cakap dengan selingan tawa yang bersahutan.     

Tak lagi ada kecanggungan seperti pertemuan dua keluarga yang lalu, kali ini bukan atas embel-embel paksaan untuk menjalin suatu hubungan, alih-alih memang suatu keterikatan yang sudah benar-benar secara nyata di tunjukkan.     

Setelah perut penuh dengan raut wajah girang akibat lidah mereka yang seperti tak hentinya di manjakan dengan hidangan penutup sebagai akhirannya. Camilan kue kering pun turut di sediakan setelahnya.     

Menempati bagian sudut rumah dengan bebas, dengan para orang tua yang tak hentinya bernostalgia akan perjalanan hidup panjang mereka sampai dengan saat ini yang jelas tak selalu mulus. Pertengkaran karena selisih paham, sikap egois, atau perkara anak mereka yang masing-masing ingin di dahulukan.     

Kali ini hanya tinggal menjadi sebuah sejarah, menikmati sisa kehidupan mereka dengan kedamaian.     

Nampaknya salah satu yang menjadi paling bahagia adalah Nathan. Perjuangannya untuk bisa bangkit dari sifat buruknya yang sedikit pun tak ingin menerima kenyataan dari akibat masa lalu orang tuanya. Sikap egois dan terlalu menganggap dirinya sebagai korban tanpa melakukan apa pun yang berarti. Dan lebih buruknya mempersulit diri dengan cinta yang terus saja disangkalnya. Menjadi bagian terberuntung untuknya saat perubahannya itu belum benar-benar terlambat. Ya, meski pun memang takdir membawa papa dan bundanya terlebih dahulu.     

Namun setidaknya ia sudah bisa menyelamatkan yang tersisa. Berdamai dengan keadaan, dengan cinta yang sekaligus di dapatkan dari seorang pria yang begitu di gilainya. Ya, bisa di katakan sebuah hadiah dari mendiang Lisa yang melengkapi semuanya, seorang putra yang begitu tampan dan cerdas.     

"Kau nampak sangat bahagia, Nath."     

Sebuah suara mempertanyakan, membuat intens pandangan Nathan teralih dari dua pengawasannya pada dua sosok bocah yang sedari tadi kompak membungkam mulut. Zeno yang memang pendiam dan lebih terfokus pada goresan pensil warnanya, sementara Kenzo yang seperti dengan pasrah menemani sampai terlihat beberapa kali menjatuhkan kepalanya.     

Max, Cherlin dan Riki pun mengarahkan pandangan persis ke arah Zeno dan Kenzo yang bersila di atas hambal tepat di tengah ruangan penghubung antara ruang tamu dan tempat bersantai yang saat ini di tempati oleh mereka.     

"Bagaimana aku tak merasa bahagia? Semua tawa yang memasuki telinga ku malah membuat ku terlalu bahagia hingga merasa haru. Aku tak pernah menyangka hari ini akan ada di hidup ku."     

"Hahaa... Maklumi kekasih ku yang sangat berhati lembut ini, ya..." sahut Max yang langsung menarik Nathan ke dalam dekapannya. Tanpa merasa sungkan sedikit pun, memberikan kecupan di dahi sang kekasih.     

Cherlin dan Riki yang juga berangkulan pun mengangguk paham, meski membuat Nathan sedikit mengerutkan bibir karena ia merasa di tertawai dengan sikapnya yang memang sangat mudah untuk tersentuh.     

"Ya, aku maklum. Aku juga secara tidak langsung melihat perjuangan keras mu, Nath. Dari mulai berusaha menerima keadaan dengan penurutan mu mengikuti kehendak orang tua mu. Belajar mencintai wanita ku yang sangat menyebalkan ini."     

"Ouch!" Cherlin mengaduh kesakitan, saat Riki yang menjeda ucapannya tanpa aba-aba mencubit pipinya hingga meninggalkan bekas memerah.     

"Serta di sisi lain berusaha berpaling dari cinta mu sesungguhnya," imbuh Riki membuat Nathan teringat.     

"Apa saat itu kau membenci ku, Rik?" tanya Nathan dengan suara mencicit takutnya.     

"Jujur saja, saat itu aku sangat ingin memberikan mu beberapa pukulan yang setidaknya bisa membuat mu mengerti jika pilihan mu salah."     

"Percayalah, bahkan aku pun sangat ingin menendang Cherlin ke ujung dunia karena ketidakpeduliannya akan sikap jelas ku yang menempatkannya menjadi rival untuk memperebutkan Nathan," timpal Max melanjutkan kemarahan masa lalu Riki, membuat keempatnya lantas menertawai.     

"Sebentar-sebentar. Alih-alih menyalahkan kak Nathan, kenapa brother malah seperti melimpahkan kesalahan pada ku, ya?"     

"Hei, siapa yang berani berani mengalahkan orang yang di cintainya?"     

"Ishh... Sialan!" kesal Cherlin yang setelahnya mengalihkan pandangan melotot tajamnya pada Riki. "Masih untuk kau mengatakan jawaban yang aman. Kalau tidak... Siap-siap saja menikmati malam mu tanpa diri ku untuk menghangatkan."     

"Syukurlah, berarti aku mengatakan pilihan jawaban yang tepat," lega Riki yang secara terang-terangan mengusap dadanya.     

Sementara Max yang jauh lebih mengharapkan suasana lebih hidup dengan perseteruan konyol antara adiknya dan Riki, lantas menimpali. "Dari raut wajah lega mu sepertinya kau memang menyembunyikan alasan lain yang tidak menguntungkan posisi mu saat ini ya, Rik?"     

Cherlin yang sudah beransur tenang, lantas menarik gurat wajahnya kembali menegang. "Aku baru memahaminya, alasan lain yang tak kau pilih. Apa itu, Rik!"     

Sontak saja Riki ketar-ketir, pandangan Cherlin yang menghakimi, sementara sang kakak iparnya yang seperti tak bersalah malah terang-terangan terkikik geli. "A-anu... Anu... Itu, sayan- Aouch!"     

Plak     

Cherlin memukul kencang paha milik sang suami, membuat pria itu terpekik kaget alih-alih merasakan sakit yang tak berarti. "Apa anu-anu, eh?! Katakan pada ku, apakah saat itu kau juga menyalahkan ku, eh?!"     

"Sayang... Itu sudah berlalu... Yang terpenting saat ini kita sudah bersatu, kan?" bujuk Riki yang sepertinya tak bisa sepenuhnya berhasil. Cherlin yang melipat lengannya di dada, lantas memalinginya dengan dengusan kasar.     

Untung saja malaikat kecil kesayangannya yang selalu datang menyelamatkannya.     

"Pa... Ma... Aku mengantuk... Aku ingin tidur," rengek Kenzo dengan kelopak matanya yang hampir sepenuhnya tertutup.     

Dengan siaga Riki bangkit dari tempatnya, mengangkat sang buah hati ke dalam gendongannya. "Hushh... Anak ku sudah mengantuk, ya... Ayo ma, kita pulang."     

Keselamatan Riki memang selalu di dapat karena kehadiran sang anak. Ya, mau tak mau Cherlin memang menerima uluran tangan sang suami.     

Tak lagi membuang waktu, keluarga kecil itu lantas berpamitan pulang terlebih dahulu. Mengucapkan terimakasih pada Rara dan Hardi yang sebelumnya menawarkan untuk mereka menginap saja.     

Tak lama setelahnya, Zeno yang ketiduran dengan posisi meringkuk pun membuat Nathan dan Max buru-buru mengikuti jejak kepergian Cherlin dan Riki beberapa menit lalu.     

"Iseng sekali. Kasihan Riki, dia pasti di marahi Cherlin tanpa alasan," tegur Nathan saat mereka berada di dalam perjalanan pulang.     

Max pun mengangkat pandangannya ke arah spion kaca depan, menangkap Nathan yang tengah memangku Zeno dengan usapan penuh kasih sayang pada anaknya yang terlihat sudah nyenyak tertidur.     

"Biarkan saja. Lagi pula sepenuhnya bukan salah ku, kok. Akhir-akhir ini Cherlin memang terlalu mudah tersulut emosi."     

"Dan kau menganggapnya sebagai sebuah hiburan?"     

"Bukan seperti itu, hanya saja aku ingin mengulang masa perubahan sikap Cherlin yang dahulu menyimpan rahasia pada ku. Dan saat itu aku yang bodoh masih tak menyadarinya."     

Nathan yang lebih mengerutkan dahinya. "Aku tak mengerti dengan maksud mu."     

"Berdoa saja dugaan ku dan Riki benar. Sepertinya Cherlin tengah hamil."     

"Benarkah?!" pekik Nathan yang tanpa sadar menaikkan volume suaranya. Membuat Zeno sedikit menggeliat dengan raut wajah berkerut karena merasa terganggu. "Hushh-hushh.... Sayang, tidurlah lagi." Nathan yang kembali menenangkan Zeno.     

"Hanya dugaan saja, semoga benar."     

"Ya, ku harap juga begitu, Max."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.