Hold Me Tight ( boyslove)

Max berkhianat?



Max berkhianat?

0Apakah Max berniat mengkhianatinya, lagi? Demi apa pun, Nathan berubah tak tenang, sesaat masih di tahannya tentang sebuah pesan yang malam kemarin dengan lancang di bukanya.     
0

Max memiliki janji temu dengan seorang, di sebuah hotel yang jelasnya menjurus pada pemikirannya yang macam-macam.     

Apakah pria itu menjadi tak tahan dengannya karena percintaan mereka yang seperti sangat sulit untuk terjadi? Nathan yang terlalu jual mahal, apakah membuat Max yang terlampau kesal mencari pelampiasan lain?     

Bukan tak mungkin terjadi, waktu perpisahan mereka yang memakan waktu bertahun-tahun pun mustahil tak ada penghianatan yang di lakukan. Alamiah jika bergairah, kebutuhan mengenai kepuasan diri normal menjadi alasan.     

Namun setelah Nathan yang kemarin mengikrarkan hubungannya dengan Max di depan mamanya, apakah tak menjadi pertimbangan pria berparas oriental itu tentang keseriusannya untuk menjalin kedekatan?     

Tanpa sadar Nathan yang meninggalkan Zeno itu menitikkan air mata, ia benar-benar sangat kecewa dengan kesalahan awal Max yang tak ingin terbuka kepadanya. Ya, pria itu memang sempat izin pergi untuk urusan penting, tapi kenapa harus di hotel? Terlebih melalui pesan pribadi? Rekan kerja mana yang seperti itu?     

"Nath, ada apa dengan mu?" Tommy mencegat jalannya, membuat Nathan yang sejenak lepas pertahanan pun mengusap air matanya dengan punggung tangan.     

"Hiks.. Aku tak apa. Tom, bisakah kau menjaga Zeno untuk ku?"     

"Tapi, kau mau kemana?" tanya Tommy yang menampakkan rautnya yang begitu cemas.     

"Nanti aku akan menceritakan pada mu."     

"Tapi, Nath..." Tommy yang masih begitu penasaran, sementara Nathan yang seakan habis waktu dengan cepat beranjak pergi meninggalkannya. "Nath!" Panggilan keduanya tak kunjung disahuti, sampai akhirnya Tommy yang menyerah pun memindahkan berkas pekerjaannya ke ruangan Nathan untuk mematuhi perintah.     

Nathan menancap mobil merahnya terlalu kencang, di jam siang waktu istirahat kerja yang membuat jalanan otomatis ramai kendaraan.     

Lawan keberanian dengan adu salip di setiap celah terkecil sekali pun. Meliuk-liuk ahli, sampai akhirnya sebuah gedung menjulang tinggi menjadi tujuannya.     

Buru-buru Nathan keluar dari dalam kendaraannya, melemparkan kunci mobilnya ke petugas, dan tanpa membuang waktu lebih lama lagi, berlari ke lift yang akan membawanya ke lantai lima. Untung saja masih di ingat oleh Nathan sampai dengan nomor ruangan yang di kirimkan seseorang misterius itu pada Max.     

Menyusuri lorong yang cukup besar dengan netra buramnya yang mengeliminasi nomor yang tertera. Sampai membuat langkahnya bergetar, napasnya yang menjadi tersengal saat setelahnya bagian sisi ujung yang menjadi tempat sasarannya.     

Sembari mengumpulkan sedikit keberanian untuk menghadapi kenyataan yang terburuk, Nathan pun berusaha mengatur napasnya yang berulang kali seperti membuatnya tercekat. Lengan bergetarnya pun terangkat untuk menekan tombol memanggil, meski setelah berapa lama, membuatnya semakin terbakar kemarahan saat mendapati seseorang yang membukakan pintu.     

"Nath?"     

Nathan membelalakkan netranya yang basah, mendapati Max yang rupanya benar-benar berada di sana. Sungguh, di dalam hati kecilnya, Nathan benar-benar terus meyakinkan jika Max seserius itu menggilainya. Namun nyatanya yang di dapatinya saat ini, cukup membuat Nathan kembali kecewa.     

Namun bukan menjadi sosok pengecut seperti dulu yang pasrah mundur, melainkan malah menampakkan dirinya lebih garang karena merasa dibodohi.     

"Kenapa kau bisa ada di sini?"     

"Kau terkejut? Takut kebusukan mu terbongkar?" Nathan tersenyum hambar, lantas menerobos Max yang menghalangi pintu masuk.     

Hal pertama yang membuatnya lebih terluka, saat mendapati sebuah kotak sama yang di beritahukan Zeno.     

"Dengan siapa kau kemari?" Nathan meneteskan air matanya lagi, lantas menghempaskan lengan Max yang mencoba menutupi kesalahannya dengan sikap perhatian.     

Namun tak cukup menarik untuk Nathan yang sangat muak, menampakkan wajahnya berang dengan geramannya. Sementara telapak tangan basahnya yang terkepal erat, menghantam sisi wajah milik Max dengan kekuatan penuh.     

Bughh     

"Bangsat! Jadi kau kembali hanya untuk menjadi bajingan yang lagi-lagi mempermainkan ku, eh?!" sentak Nathan dengan kembali menghantam sisi wajah milik Max.     

Sementara Max yang semula pasrah di pukuli, menjadi tak tahan saat mendapati Nathan yang semakin meraung. "Sayang, kau salah paham."     

Nathan menyentak lengannya yang tertahan oleh Max, menatap pria jangkun itu dengan murka. "Bagian mana yang ku salah pahami, eh? Jelas-jelas aku mendapati mu menanggapi undangan seseorang yang meminta mu datang ke mari. Jelas bukan untuk bermain ular tangga, kan?!"     

"Tapi bukan berarti berbuat macam-macam juga, Nath..."     

"Alasan saja! Karena terburu ku pergoki, kan? Kalau tidak, pasti kau akan bergumul dengan seseorang tak jelas di ranjang itu, kan?"     

"Nath, bisakah kau duduk tenang dan mendengarkan penjelasan ku?"     

"Boleh, kalau kau bisa jelaskan apa fungsi dildo dan seperangkatnya ini." Max yang lantas saja menghela napas gusar, saat tiba-tiba saja Nathan bergerak menggeledah isi dalam kotak yang ada di atas ranjang.     

Sabetan barang yang di tunjukkan itu pun di elak oleh Max yang di sasar, jelas saja membuat Nathan yang masih kesal kembali mendatangi Max.     

Nathan masih terus menghakimi, sementara kedua lengannya yang bergetar, walau masih dengan geram terus memukuli Max yang bodohnya tak sekali pun menghindar.     

"Max, bagaimana kalau aku menggunakan ini saja?"     

Saat situasi memanas belum juga mereda, Nathan malah seperti terguyur bensin yang membuatnya benar-benar tak tertolong. Sekujur tubuhnya terbakar, terlebih saat mendapati seorang wanita yang di kenalnya keluar dari balik pintu kamar mandi.     

"Dasar jalang!" Nathan yang mencela, hampir saja menerjang seorang wanita yang mengenakan lingerie. Kalau tidak Max yang merangkul tubuhnya erat dari belakang.     

"Kau?" Sementara wanita yang tak lain adalah Lea itu masih tak menyangka dengan cerita Max tentang hubungannya. Masih menganga yang setelahnya malah terkikik geli seolah kemarahan Nathan adalah sesuatu yang bisa di anggap lucu.     

"Rupanya kau masih saja tak berubah, masih saja mementingkan wanita itu ketimbang aku, kan?" Nathan benar-benar hancur berkeping. Lagi-lagi kesakitan bersumber dari perkara sama. Tentang Max yang tak bisa membedakan mana yang lebih bisa di utamakan.     

"Nath... Aku hanya membantunya saja, sejalang-jalangnya dia, Lea masih kawan ku."     

"Membantu apa dengan alat-alat menjijikkan itu?"     

"Menjijikkan? Hei, kau hanya belum pernah merasakan saja bagaimana sensasi percintaan penuh variasi," sela Lea yang membuat Nathan makin meradang.     

"Le!" Max memperingati Lea supaya diam di tempat dan tak ikut campur.     

"Maksud mu ingin membanggakan diri jika hubungan kalian yang berlebel kawan itu bisa saling menguntungkan dalam hal seksual sekaligus?" Nathan menyimpulkan demikian, membuat pria itu berdecih merendahkan.     

Hampir saja Nathan terjatuh karena tak kuat menahan bobot tubuhnya sendiri. Kepalanya sampai berdenyut, membuat kepalan tangannya memukul-mukul belakang tempurungnya. "Rasanya aku tak bisa mempercayai mu lagi, Max."     

Nathan benar-benar tak sanggup berdiri lebih lama di antara dua orang yang mengkhianatinya itu. Menghempaskan Max yang memohon-mohon untuk meminta waktu untuk penjelasan yang rasanya tak ada guna.     

Menyeret kedua kakinya untuk melangkah pergi, namun saat pintu ruangan itu terbuka, seorang pria menghadang jalannya dari luar.     

"Siapa kau?" Nathan yang saat ini makin berpikir macam-macam.     

"Kau yang siapa? Kau mengenalnya, Max?"     

Terlebih mengenal sosok Max? Dan mengapa Lea yang sejak tadi berdiri pongah menyaksikan perseteruan Nathan dengan Max malah beringsut menyembunyikan tubuhnya di dalam kamar mandi?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.