Hold Me Tight ( boyslove)

Efek tertangkap basah



Efek tertangkap basah

0"Kenapa mata ku di tutup? Aku ingin bermain bersama papa dan paman! Jangan membawa ku pergi!" teriak Zeno memprotes. Saat Nina yang buru-buru menutupi mata Zeno, sementara Rara yang menggendong cucunya untuk beringsut meninggalkan ruangan.     
0

"Sebentar lagi ya, sayang.... Papa dan paman Max ternyata belum menyelesaikan kejutannya untuk mu." Nina yang memutar otak masih dengan pengalihan keterkejutannya untuk membujuk Zeno supaya lebih tenang.     

Sementara Nina dan Rara yang sudah payah menggerakkan tubuh kakunya, lain halnya dengan Cherlin yang malah mendetail pandangannya semakin cermat pada posisi sang kakak dan mantan calon suaminya yang tengah bergumul di atas sofa itu.     

"Hei, kalau tahu dulu kalian seintim ini, mungkin aku bisa di sogok dengan rekaman adegan panas kalian?" goda Cherlin saat mendapati pandangan kedua pria itu yang menangkapnya.     

"Bangsat! Pergi kau, Lin!" Max yang jelas saja marah.     

Sementara Nathan yang mendapat senyuman dari Cherlin, langsung menyusupkan wajahnya di ceruk leher milik Max.     

"Baiklah! Tapi kau berhutang cerita pada ku, kak Nath!" Sebelum mendapatkan sabetan berkas tebal, Cherlin pun ngacir dengan wajah puas sembari melambaikan tangannya.     

Meninggalkan situasi canggung antara Max dan Nathan yang masih menempel erat.     

"Brengsek! Mereka bahkan tak bisa membujuk Zeno satu jam lebih lama," sungut Max lebih seperti menggerutu, akibat rencana mencuri waktunya yang gagal.     

"Marah mu bisa di pending dulu? Ehm... Begini, bisa kau keluarkan milik mu dari dalam lubang ku?"     

Jelas saja Max menjadi sangat geram, miliknya belum teratasi sedikit pun, terlebih dengan tatapan Nathan yang seperti menunjukkan kemustahilan keduanya untuk memadu cinta ulang.     

Lebih tak mementingkan hal itu, agaknya Nathan memang jauh lebih mencemaskan tanggapan dari kedua wanita yang duduk berjajar kaku di hadapannya.     

Sementara Cherlin yang menjadi peka untuk memberikan ruang untuk pembicaraan orang dewasa, berusaha membujuk Zeno yang seperti tak ingin terlepas dari posisi tengah Nathan dan Max.     

"Zeno, sayang... Berhubung tante ada di sini, bisakah tante melihat-lihat kamar mu?" Masih tak di tanggapi oleh Zeno, membuat Cherlin memutar otaknya jauh keras, keahliannya dalam membujuk di pertaruhkan saat ini. "Ehmm... Apakah kau tak ingin bertukar kabar dengan Kenzo hari ini? Dia sedang sakit saat ini... Kasihan sekali..."     

"Lalu jika anak tante sedang sakit, kenapa pula tante meninggalkan? Apakah tante tak mempedulikan Kenzo?"     

Ya, rupanya memang yang di katakan sang mama itu benar, Zeno adalah anak yang terlalu cerdas. Sedikit pun tak bisa di bujuk layaknya bocah kebanyakan.     

"Zen, tante Cherlin ingin kau memberikan Kenzo semangat supaya bisa lekas sembuh. Maukah kau membantu keponakan ku itu?" timpal Max yang dengan tak adilnya langsung di turuti oleh Zeno tanpa pikir panjang.     

Sementara Rara dan Nina yang melihat jelas interaksi ketiganya, membuat kedua wanita paruh baya itu merasa terharu. Ya, jelas menjadi rasa bersalah yang masih membekas karena pilihan mereka dulu untuk memisahkan.     

Sementara Nathan yang masih was-was terhadap sang mama, lebih dulu memperjelas kedekatannya dengan Max.     

Membuat pria jangkun itu tersentak, saat lengan Nathan yang tiba-tiba saja menggenggamnya. Membuatnya lebih tak habis pikir mengenai perubahan pria itu, saat lebih berani menyakinkan langkahnya.     

"Aku kembali dengan Max, ku harap tak ada yang bermasalah dengan itu."     

"Nina sudah memberitahu ku. Ya, ku pikir dengan kejadian tadi menunjukkan betapa di mabuk cintanya kalian berdua."     

Nina yang begitu lega sekaligus merasa gembira karena keberhasilannya memberikan pengertian untuk sang kawan. Jangan di tanya tentang bahagianya Max saat di akui seperti ini.     

Sementara Nathan yang masih saja mengerutkan dahinya. "Apakah benar-benar secepat itu? Setelah semuanya?"     

Rara pun menundukkan kepala dalam, meringis penuh rasa bersalah terlebih saat Nathan yang menyindirnya jelas menunjukkan bekas kesakitan yang mendalam.     

"Ku pikir aku sudah tak lagi berhak untuk memutus kebahagian mu. Terlebih kali ini begitu jelas, ada Zeno di antara kalian berdua, bocah yang entah mengapa begitu amat ku sayangi. Aku tak ingin melihat Zeno terluka."     

"Ra... Katakan alasan mu jujur dari dalam hati... Jangan membuat segalanya menjadi tak menentu, tak ada yang perlu kau kalahkan atau menunggu yang lain memahami mu niatan mu lebih lama," sergap Nina yang sampai memohon pada Rara untuk tak mengisi celah sedikit pun sebagai pemikiran negatif yang terarah pada wanita itu.     

Nathan masih menyisihkan waktu untuk Rara, ia akan selalu begitu meski pun terkadang hatinya ingin segera menutup pintu maaf untuk sang mama.     

"Hei, tentu aku mencintai mu, nak. Ku harap kau percaya jika aku menginginkan kau untuk terus bahagia. Jika kebahagian mu bersama dengan Max, aku akan mendukungnya."     

"Apakah kali ini kau benar-benar berubah, ma?" pertanyaan itulah yang kali ini memenuhi pemikirannya. Tak berani terucap dan membuat wanita paruh baya yang menangis di pelukannya itu merasa sakit hati.     

Nathan hanya terus mengulang ingat tentang memori lampau yang membuatnya sering kali merasa sakit hati. Wajar jika ia meragukan sang mama, karena sudah seperti tak terhitung wanita paruh baya itu mengecewakannya dengan kedekatan palsu.     

Tak lama setelahnya decit pintu membuat Nathan tersentak dari lamunannya. Masih di ambang batas kesadaran antara ilusinya yang belum genap tertinggal, membuat langkahnya seperti sempoyongan saat tiba-tiba saja Zeno yang tanpa babibu menariknya.     

"Ada apa, Zen?" tanya Nathan, saat sempat di kiranya sang anak tidur sembari berjalan.     

Namun nyatanya tidak, saat mendapati Zeno yang masih dengan lancarnya membuka pintu kamarnya, menunjukkan Max yang bermain ponsel dengan posisi bersandar di kepala ranjang.     

"Papa tidurlah bersama kami."     

Langsung saja Nathan memberikan delikan mata seolah menuduh Max merencanakan kelanjutan percintaan mereka tadi siang.     

"Terlalu berdesakan jika di gunakan bertiga," balas Nathan yang memberikan alasan penolakannya. Namun rupanya Zeno jauh lebih keras kepala untuk bisa mewujudkan keinginannya. Menarik Nathan semakin dekat ke arah ranjang, kemudian menuntun posisinya untuk berbaring di sisi Max yang turut mempertanyakan niatan Zeno.     

Max dan Nathan pun saling bertatapan, mempertanyakan sikap Zeno. Namun tak lama setelahnya terputus kontak, Zeno yang menengahi dengan tingkahnya yang tiba-tiba saja meloncat dan menimpa tubuh Nathan.     

"Hei, sayang... Kau sudah besar, beban mu bertambah berat... Jangan seperti ini."     

"Mustahil jauh lebih berat aku di bandingkan paman Max kan, pa?"     

"Apa?!" sontak Nathan dan Max yang menemukan clue dari sikap aneh Zeno malam ini. Bocah itu sempat melihat mereka berdua, ketar-ketir di pahami buruk olehnya yang masih begitu belia.     

"Aku melihat kalian seperti ini. Persis seperti berpelukan, hanya saja jauh lebih nyaman dengan berbaring."     

"Zen..." panggil Max yang masih coba untuk merangkai alasan yang tepat, sementara Nathan sudah sangat panik dengan pemikiran yang bertambah macam-macam.     

"Aku tahu, tak usah menjelaskannya pada ku. Ini adalah salah satu tanda kalau kalian sudah saling memaafkan, kan?" sela Zeno dengan cepat. Sejenak membuat Nathan dan Max menghela napas lega.     

Namun rupanya hanya bisa bertahan sesaat. Zeno yang bangkit dari atas tubuh Nathan, lantas berdiri dengan di atas ranjang dengan lengannya yang berkacak pinggang. Seolah memerintah keharusan. "Bagaimana kalau papa dan paman berbaikan di depan ku?"     

"Ehmm... Maksudnya?"     

"Ishhh... Yang seperti tadi... Tapi kali ini aku ingin melihat papa yang di atas."     

Gila!!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.