Hold Me Tight ( boyslove)

Anak dan papa yang ingin di dapatkan



Anak dan papa yang ingin di dapatkan

0Max kemudian beranjak perlahan dari sisi ranjang milik Zeno, memastikan selimut melindungi bocah itu dari suhu dingin ruangan. Meninggalkan kecupan puncak kepala milik Zeno, mengusap sekaligus dahi miliknya yang terkompres untuk bantu menurunkan suhu tubuh yang tinggi.     
0

"Cepat sembuh, ya," lirih Max yang kemudian beranjak dari tempatnya dengan gerak penuh kehati-hatian, meninggalkan Zeno yang telah tertidur pulas.     

Sedikit bernostagia, saat setiap langkahnya bagai penghantar mesin waktu lampau. Sejak pandangannya pertama kali menatap sesosok pria yang dengan dahsyatnya mampu membuat jantungnya berdebar dengan begitu cepat. Untuk pertama kalinya pula ia merasa begitu bersemangat menjalani harinya.     

Seakan tak ingin melewatkan kesempatan sedikit pun untuk bisa bertemu dengan Nathan, menjadi sosok menyebalkan hingga menyusup dalam hubungan pertemanan pria itu bahkan tak di anggapnya bermasalah. Seakan-akan menancapkan pilihannya pada Nathan seorang, sampai tak mempedulikan status mengikat antara pria itu dengan kekasihnya.     

Masih dengan hatinya yang terus mengsinggahsanai Nathan di sana, petualangannya untuk menyerahkan diri pada takdir bahkan tak bisa membujuknya untuk melupakan. Waktu selayaknya hanya jumlah tak pasti yang sedikit pun mempengaruhi. Ia benar-benar masih  sangat mencintai Nathan.     

"Ekhem!" Max berdehem pelan, menarik intens seseorang untuk menyadari kehadirannya.     

Nathan di sana, hanya menolehkan pandangnya singkat yang setelah itu kembali pada literan air yang tertampung tenang. Cahaya bulan nampak membias cantik sampai ke dasar kolam. Sesaat mengingatkan Max pada momen ketenangan hatinya saat mendapati Nathan bersama dengan kawan-kawan yang pernah bercanda tawa di sana.     

"Zeno sudah tertidur," Imbuh Max setelah sampai di samping Nathan. Tak seberapa dekat, bahkan cukup berjarak untuk dua orang yang berniat saling berbincang.     

"Benarkah? Baguslah kalau begitu," sahut Nathan yang seperti sama sekali tak berminat. Max yang mendengarnya hanya tersenyum kecut.     

Lagi-lagi keduanya hanya terdiam, tak ada yang melakukan pergerakan walau sadar malam telah menunjukkan waktu dini hari. Udara yang menyerang begitu dingin, seakan bukan menjadi penghalang keduanya untuk menarik diri dari posisi yang terlanjur menyamankan.     

Sampai akhirnya Nathan yang sudah mulai jengah, lantas beringsut dengan memposisikan tubuhnya berhadapan dengan Max yang mempertanyakan. Raut yang begitu dingin dengan kedua lengannya yang bersendekap, bukan hal yang rasanya seimbang saat tak lama setelahnya bibir terkatup milik Nathan lantas terbuka dan berucap seolah penuh beban. "Terimakasih sudah mengurus anak ku yang tengah sakit."     

Max yang menautkan kedua alisnya. "Tak masalah," sahut Max dengan nada sumbang akibat keraguannya. Kedua bahunya terangkat ringan, seraya netranya yang menatap canggung Nathan yang terlalu membalas tajam.     

"Maaf juga karena telah memisahkan kalian berdua," imbuh Nathan yang terlalu cepat mengatup bibirnya. Jelas saja, Max yang melihatnya seperti memang Nathan tak sungguh-sungguh mengatakan serupa. Alih-alih menyangka perasaan Nathan yang begitu geram terhadap kehadiran Max yang seperti tak kenal malu?     

"Hei, rasanya kita tak usah membahas apa yang telah terjadi."     

"Ya... Kau benar. Lalu, haruskah kita berpindah topik tentang perjalanan mu yang tiba-tiba saja ada di sini?" ucap Nathan yang menerka keburukan Max.     

"Percayalah, aku tak mengutit mu." Sementara pria yang selalu saja tampil rapi walau dengan setelan baju tidur berwarna hitamnya itu, langsung menggelengkan kepalanya ringan sembari bibirnya yang mengulas senyum tipis. "Aku baru saja menempati rumah yang ada di sisi kiri mu," Imbuh Max.     

Nathan yang mendengarnya, jelas saja berdecih, gertakan giginya bahkan sampai terdengar dari posisi Max. "Pantas saja, rasanya saat Tommy mencandai ku dengan impiannya yang tinggal di sisi ku, ada sudut hati ku yang merasakan ganjalan terlalu mengganggu. Nampaknya kau memang bergerak lebih cepat."     

"Ya, aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan baik lagi untuk dekat dengan Zeno," ucapan Max membuat Nathan makin tak habis pikir. Kali ini bahkan tak lagi menyusup diam-diam, pria jangkun itu mengatakan niatannya dengan gamblang untuk menarik perhatian Zeno yang di perebutkan. Hampir saja Nathan melunak, karena memang tujuannya hanya untuk membahagiakan sang anak, kalau tidak di akhir katanya, Max malah menambahkan. "Ku rasa aku pun turut percaya diri untuk mendapatkan mu kembali."     

"Oh ayolah, aku sedang tak ingin bercanda dengan mu saat niatan ku sudah begitu baik untuk mengizinkan mu mendekati anak ku," sungut Nathan yang kemudian berniat beranjak pergi meninggalkan pembicaraan. Namun rasanya Max yang masih belum berpuas diri bertindak terlampau lancang untuk menghentikan. Pergelangan tangan Nathan di cengkram makin erat, menarik intens pria itu makin menajam pada Max yang malah tersenyum penuh kemenangan.     

"Lepaskan!" desak Nathan yang malah seperti sebuah kalimat singkat yang amat lucu hingga Max nampak begitu bersemangat.     

Menggelengkan kepala, lantas Max menarik turun objek pandang pada jemari kasarnya yang mengusap kulit lembut milik Nathan yang gilanya begitu di rindu. "Kau tahu, aku semakin percaya diri untuk menyatukan kembali takdir kita. Kau sudah benar-benar melunak, Nath."     

"Brengsek! Apa maksud mu, eh?!"     

"Aku bahkan tak menyentuh mu terlalu erat lagi. Entah tanpa kau sadari, atau kau yang memang turut menginginkan sentuhan ku?"     

Menyadari hal itu, Nathan pun mengutuk dirinya sembari lengan milik Max yang di hempaskan kasar. Bibirnya yang singkat terbuka hendak memuntahkan kalimat kasar, nyatanya hanya tertelan di ujung lidah. Max nampak sangat mengesalkan saat ini, hingga sepertinya Nathan memang tak bisa untuk sedetik saja lebih lama berhadapan dengan sosoknya.     

Memutar badan, Nathan yang berniat beranjak meninggalkan dengan kedua langkah kakinya menghentak, lagi-lagi tertahan oleh Max. Bukan seperti awal yang dengan lancangnya menyentuh, namun hanya dengan sepenggal kalimat yang membuat lebih tak bisa berkutik.     

"Ku rasa kau akan meninggalkan lebam di wajah ku karena telah bertindak lancang dengan menyentuh mu. Nyatanya kau hanya memilih pergi, begitu saja?"     

"Bangsat!" Nathan jelas saja mengumpat, menarik kembali intens pandangnya dengan sorot mata seolah menggambarkan permusuhan.     

Sementara Max yang lebih ingin menarik emosi Nathan terhadap keberadaannya, malah seakan tak sedikit pun merasa bersalah alih-alih raut wajahnya yang bertambah girang.     

"Aku lebih menyukai diri mu yang natural seperti tadi ketika ku goda. Wajah mu yang bersemu merah, dengan kelopak mata yang berkedip cepat, bohong jika kau tak merasakan apa pun saat aku menyentuh mu seperti tadi," ucap Max sembari langkahnya yang perlahan mengikis jarak.     

"Jangan mengada-ngada! Apakah kau buta untuk melihat kemarahan ku?"     

"Tapi setelah ku sadarkan dari posisi asli mu yang masih berniat untuk membenci ku," sahut Max cepat dengan mematahkan sekaligus argumen milik Nathan.     

"Demi apa pun, jangan lebih menyebalkan dengan rasa percaya diri mu yang seolah-olah dapat membaca pemikiran ku."     

"Nyatanya hanya dengan merasakan suhu menghangat dari dekat mu sudah cukup menyakinkan ku." Nathan tercekat saat Max yang dengan mudahnya menimpal balas ucapannya.     

Bahkan tak melulu mendominasi dengan keahlian Max merangkai kata, pergerakan cepat serta keyakinan penuh membuat Nathan malah terdiam menganga saat merasakan dada kirinya yang di remas.     

"Bahkan debar jantung mu yang makin mempercepat semakin meyakinkan jika aku yang masih ada di sana sebagai penyebab."     

Cup     

Sudah, hanya setelah itu Nathan benar-benar tak bisa berkutik. Max yang dengan mudahnya melangkah pergi, melengkapi kebrengsekannya dengan kecupan di pipinya yang di sasar.     

Apakah membuka batas terlalu lebar untuk kedekatan Max dan Zeno adalah kesalahan lewat cara berkebalikan yang di lakukan oleh Nathan?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.