Hold Me Tight ( boyslove)

Zeno yang marah



Zeno yang marah

0"Ya, dia selalu saja penuh keraguan." Lemas, Max pun menyetujui ucapan Tommy.     
0

"Tapi ku harap kau memakluminya. Kawan ku itu begitu keras kepala dan nampak sangat jual mahal. Bukan karena sifat dasarnya, aku yakin kau pun memahami jika keadaan yang memaksanya seperti itu. Berulang kali di khianati orang yang berusaha keras untuk di percayainya. Ya, bahkan Nathan yang mencoba untuk dewasa dengan tak menceritakan kejadian menyakitkan dua tahun silam pada ku, akhirnya tak kuat membendungnya." Tommy menjeda ucapannya. Lagi-lagi membuatnya meringis dengan lidahnya yang di gigit karena membongkar cerita Nathan terlalu jauh.     

Entah karena pengaruh alkohol yang lagi-lagi dengan rakusnya di tenggak, atau malah hatinya yang memang tergerak untuk membuat segalanya terbuka terang untuk hubungan Nathan dan juga Max.     

..... Tante Rara yang coba untuk bersikap egois dan pernah mencoba untuk memisahkan Nathan dari Zeno. Aku yakin karena obsesi wanita itu untuk melihat anaknya melangkah ke pelaminan bersama dengan seorang wanita."     

Jelas saja Max geram mendengarnya, namun memang tak ada yang bisa di lakukannya. Ia pun memilih pergi, memilih jalan berkelok yang terlalu lama saat di pikirnya waktu memang bisa menghapus perasaanya. "Aku tak ada di dekatnya saat itu, pastinya dia sangat hancur, kan?"     

"Dan Nathan yang begitu posesif terhadap Zeno. Di dalam pandangannya, semua orang berniat jahat untuk mengambil bocah itu dari tangannya dan memisahkan mereka."     

"Ya, salah ku yang memang tak datang dengan kejelasan untuk bisa menenangkannya."     

"Tak ada kata terlambat, lagi pula ku rasa kau mempunyai kesempatan yang begitu besar untuk mendapatkan Nathan kembali."     

"Benarkah? Kenapa kau bisa mengatakannya dengan begitu yakin?"     

"Hanya firasat baik ku saja, mungkin?" terka Tommy yang dengan santainya mengangkat bahu.     

Max yang mendapatkan sedikit suntikan semangat, lantas tak bisa menahan diri untuk menarik kedua sudut bibirnya mengulas senyum tipis. Tommy yang mengatakan, entah mengapa ia merasakan jika pria itu tak mungkin sesederhana itu mencari alasan.     

Kawan Nathan yang paling dekat dan bertahan sampai akhir tanpa meninggalkan. Yang paling setia kawan, walau pun tampang badung dan nampak begitu mengesalkan, terlebih dengan raut memelas dengan keterbalikkan makna ucapannya saat mengatakan.     

"Hei, Max! Kau tahu biaya rasa bersalah karena telah menjadi kawan berkhianat seperti ini, kan? Setidaknya kau masih tak melupakan penawaran mu sesaat lalu. Bagaimana kalau kau tukar wanita ku yang sudah pergi dengan yang lebih seksi?"     

"Ya, ku pikir lebih baik sebagai hadiah ulang yang terlewat untuk mu dari pada kawan pengkhianat?"     

Sementara hari berganti menunjukkan tempat lain, nampak seorang pria yang tengah menatap tegas pada sosok bocah yang menantang berani dengan netra bulatnya yang melotot tajam.     

Terjadi perang dingin untuk pertama kalinya antara mereka, menjadi alasan yang sangat memuakkan hanya karena benda yang seharusnya tak di miliki oleh Zeno.     

"Papa tak seharusnya mengambil ponsel ku begitu saja!" Bahkan hanya karena ini, Zeno berani menaikkan nada tingginya pada sang papa.     

"Zen, kau masih terlalu kecil, tak selayaknya kau memiliki itu," timpal Nathan yang masih mencoba untuk memberikan pemahaman pada Zeno yang tengah beranjak dari meja makannya.     

"Apa salahnya jika anak kecil seperti ku memilikinya? Lagipula aku tak menggunakannya untuk hal macam-macam, aku pun tahu aturan."     

Tangg     

Nathan pun membanting sendok garpunya hingga membentur piring keramiknya, membuat Zeno yang tersentak kaget, lantas menatap ketakutan dengan netra berkaca-kaca akibat sang papa yang menatapnya begitu tajam.     

"Ku bilang tidak boleh, Zen!" bentak Nathan yang membuat air mata milik bocah itu tak bisa lagi untuk di bendung. Tubuh kecilnya nampak bergetar, bahkan mimik wajahnya yang sudah begitu merah padam menggigit permukaan bibir bawahnya ketat untuk menahan isakan.     

"Hikss..." Namun nyatanya tak bisa bertahan lebih lama. Membuat Nathan mengurut dahinya yang tiba-tiba saja berdenyut menyakitkan saat untuk pertama kalinya melihat sang anak yang begitu keukeh pada keinginannya. "Ku pikir setelah papa memberikan ku pengawal sebagai pengaman itu cukup. Nyatanya papa masih ingin coba mengurung ku. Kalau paman Max yang papa benci, kenapa harus mengikut sertakan ku untuk menjauhinya? Hikss.... Bahkan ponsel yang hanya satu-satunya media untuk ku berbincang dengannya, dengan kejamnya papa merampasnya."     

"Zen, ku harap aku bisa mengatakan betapa takutnya aku kehilangan mu."     

"Kenapa papa harus takut? Karena pada kenyataannya aku begitu menyayangi papa. Kedekatan ku dengan paman Max tak ada sangkut pautnya," jerit Zeno dengan kedua lengannya yang menyentak geram. Kedua kakinya bahkan sampai menghentak, air matanya semakin deras, terlebih saat sang papa yang masih keras hati.     

"Kau masih begitu kecil, tak mengerti permasalahan orang dewasa."     

"Tapi setidaknya aku mengerti untuk tak membenci orang lain terlalu berlebihan seperti papa," sindir Zeno yang kemudian memutar tubuhnya dengan punggung tangan kecil yang mengusap wajahnya yang basah.     

"Zen, mau kemana kau! Cepat kembali ke tempat duduk mu dan habiskan sarapan mu!" perintah Nathan yang sama sekali tak di gubris Zeno yang malah mempercepat langkahnya menuju anakan tangga.     

"Jangan jadi anak nakal dan cepat kembali ke kursi mu! Kau harus sekolah!" Imbuh Nathan seraya bangkit dari duduknya, dan mengikuti jejak langkah kaki Zeno yang terlalu cepat berlari di anak tangga. Membuat Nathan was-was, terlebih saat beberapa kali Zeno yang nampak tak fokus dengan netra buramnya yang di gosok kuat dengan lengan kecilnya.     

"Zen!" bentak Nathan sembari satu lengannya yang menyangga pintu yang kamar milik Zeno yang akan di tutup dari dalam. "Apakah papa pernah mengajarkan pada mu untuk menjadi anak manja seperti ini?"     

"Anak manja? Bahkan kali ini aku hanya meminta kebebasan ku untuk bisa memilih apa yang ku sukai. Aku tak pernah merengek pada papa saat aku yang begitu rindu mengharapkan waktu lebih banyak untuk bisa bermain dengan papa seperti anak lainnya."     

"Ya, tapi setidaknya bukan dengan Max. Dia tak sebaik yang kau pikirkan, dia akan meninggalkan mu setelah tujuannya selesai."      

"Tidak, paman Max begitu baik. Bahkan dia berjanji pada ku untuk terus berada di sisi ku dan papa."     

"Zen, dia hanya berbohong. Dia jahat, dia tak mungkin menepati janjinya."     

Mereka terus saja berdebat, nada tinggi yang terus di balaskan yang di akhiri kebungkaman oleh Zeno yang menjadi tak habis pikir dengan perubahan sikap papanya.     

"Nak, kita harus mewanti-wanti orang yang terlalu baik sepertinya."     

Zeno menyentak kasar lengan Nathan yang menggenggamnya. Rautnya menjadi sangat dingin, langkah kecilnya bahkan semakin beringsut untuk mengambil jarak. Kepalanya terus saja menggeleng, memaksa Nathan berhenti dari tempatnya. Terlebih saat lirih suara tertangkap oleh pendengarannya. "Aku benci papa."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.