Hold Me Tight ( boyslove)

Cherlin yang akan menikah



Cherlin yang akan menikah

0"Tapi sesaat tadi papa mengatakan jika sedang sibuk."     
0

Zeno menyembunyikan kedua lengannya di belakang tubuh saat Nathan hendak menggandengnya. Raut anak kecil itu benar-benar memberenggut, sementara mata bulatnya menyipit tajam sembari kepala mendongak untuk menunjukkan kekesalannya pada sang papa.     

Nathan yang untungnya mengenal baik sang anak, tak membalas kemarahan karena Zeno yang tak kunjung mengerti tentang kesibukannya, malah mengulas senyumnya makin lebar yang kemudian dengan penuh kasih sayang menggendong sosok mungilnya.     

Mengecup kedua bagian pipi masing-masing yang biasa akan merah merona alih-alih pucat pasi seperti sekarang.     

"Bagaimana papa bisa mengabaikan mu lebih lama, sayang...?"     

"Tapi papa melakukannya tadi."     

"Maafkan, ya. Yang terpenting sekarang papa bergabung dengan rencana mu, kan?"     

Perlahan senyum terbit di bibir kecil menggemaskan milik Zeno, saat Nathan menawarkan jari kelingkingnya untuk mengikat janji keseriusannya.     

Kemudian Nathan menarik resleting jaket milik Zeno lebih tinggi, sebelum pria dewasa itu keluar dari dalam ruangannya dengan tas yang menyimpan laptop untuknya bekerja.     

Bukan menjadi pemandangan asing lagi bagi seluruh karyawan, hanya saja masih tak bisa sekaligus menghilangkan raut keheranan dengan gunjingan singkat mengenai keberadaan Zeno yang masih menjadi perdebatan.     

Ya, kesimpulan buruk yang pastinya akan sangat menyakitkan jika terdengar di telinga Zeno, kehadiran yang tak di harapkan, atau bahkan hasil dari hubungan terlarang. Dan Nathan berani bersumpah tak akan membiarkan anaknya itu menangkap kalimat keji mengenainya. Tak akan di izinkan orang lain yang tak mengerti berspekulasi macam-macam. Karena yang perlu di ingat bawasannya Zeno adalah putranya, jelas Nathan tak akan tinggal diam jika ada yang berani menyakiti anaknya itu. Sungguh, ia tak segan menjadi sosok kejam.     

"Kak, Nath!"     

Seseorang berpapasan di depan pintu masuk. Sosok wanita yang nampak begitu girang dengan lengan kanannya yang terangkat dan melambai pada Nathan.     

Wanita yang begitu cantik dengan gaya anggun berpakaiannya yang masih tak berubah, hanya saja dengan surai lurusnya yang baru di sadari pria itu telah berubah menjadi panjang, tergerai dengan begitu indah, terlebih saat hembusan angin menerbangkannya dan jatuh elegan dengan keadaan yang masih begitu rapi.     

"Lin?" panggil Nathan yang seolah masih pangling dari pertemuan sebelumnya. Cherlin yang sebelumnya menampakkan dirinya begitu lelah dengan surai yang di cepol serta setelan yang seadanya.     

"Tak ada yang bisa ku ajak bicara lagi di sini, ku harap kau tak keberatan," ucap Cherlin sembari terkikik menunjukkan deretan gigi rapinya.     

Lantas pandangan wanita itu tertarik pada seorang anak kecil yang ada di gendongan Nathan. Mulutnya sampai menganga dengan telapak tangan yang menutupi, netranya terbelalak, yang kemudian meluruhkan mimik wajahnya karena kekaguman serta rasa harunya pada sosok mungil itu     

"Hai, apakah kau Zeno?"     

Sementara sang anak yang awalnya malah melengos tak sopan saat prasangkanya menebak rencana keinginannya akan gagal karena kehadiran wanita dewasa yang nampak begitu bersemangat itu. Nathan yang sedikit memelototkan mata untuk memperingati tindakan Zeno yang keterlaluan, membuat anak berusia lima tahun tak bisa berkutik.     

Terlebih saat Nathan menggiring pandangan Zeno untuk balas menatap Cherlin yang nampak begitu mengiba.     

"Sayang, salam dengan tante," perintah Nathan yang memang menjadi semacam ultimatum tak terbantahkan untuk Zeno. Beransur wajah kakunya tertarik ke setiap sudut bagiannya. Sedikit membuat bagian bibir bocah itu berkedut karena bagian keinginan hatinya menampakkan kerutan jauh lebih tinggi.     

Lengannya bahkan begitu lemas untuk sekedar terangkat dan membalas jabatan tangan Cherlin yang telah menunggu. Lidahnya bahkan tiba-tiba saja menjadi kelu, kalau tidak Nathan yang tak sabar untuk menunggu seperti menyentaknya dengan ayunan gendongannya yang dilambungkan singkat. Ya, hanya karena keterpaksaan Zeno akhirnya memberikan sapaan.     

"Selamat siang tante."     

Cherlin nampak sangat girang setelah itu. Seakan tak mengenal malu dengan tubuhnya yang memantul di tempat seraya lengannya yang bertepuk tangan.     

Nathan yang melihatnya hanya maklum, namun lain halnya dengan Zeno yang bertambah tak menyukai saat wajahnya seperti di uleni dengan kecupan basah yang membuatnya benar-benar risih.     

Terlebih kebenaran atas tebakannya jika Nathan akan mengingkari janjinya untuk menemaninya ke taman belakang gedung kantor, alih-alih keramaian yang membuat pendengarannya berdengung seperti saat kedua orang dewasa itu dengan seenak hatinya memboyongnya tanpa terlebih dahulu menanyai.     

Zeno bahkan hanya melipat lengannya di depan dada dengan hati yang begitu dongkol. Menjadi pengamat tak terlalu dipermasalahkannya, hanya saja ia begitu membenci saat sang papa yang dengan sengaja malah mengabaikannya dengan perbincangan terfokus pada wanita yang sama sekali tak di ketahui rupa sebelumnya itu.     

Kedua orang dewasa itu terus saja terbahak, terlebih yang tak sengaja di pahami Zeno mengenai makanan beracun yang berturut-turut di konsumsi oleh papanya.     

Zeno yang sudah benar-benar memiliki suasana hati yang begitu buruk bahkan hanya menggelengkan kepala menolak tawaran Nathan menyuapinya. Rautnya kembali memberenggut dengan sesekali tubuhnya menyentak meluapkan emosi.     

Nampaknya Cherlin yang mengetahui Zeno tengah tak menikmati pertemuan mereka membuatnya memutar otak. Zeno yang nampak bersikap begitu elegan dan sama sekali tak menunjukkan sifat semestinya seorang bocah di usianya membuat wanita itu seperti harus meraba-raba terlebih dahulu kedekatannya. Jika sebelumnya ia seperti salah karena memperlakukan bocah pria itu dengan perlakuan layaknya, kemudian memberinya sentilan ide dengan pendekatan selayaknya seorang kawan sebaya sebagai alternatif.     

"Kau tahu, dulu sewaktu kau bayi, aku juga salah satu orang yang merawat mu loh...!" ujar Cherlin melipat kedua tangannya di atas meja. Tubuhnya dicondongkan pada Zeno yang ada di seberang mejanya.     

Yang semula nampak tak berminat, seketika saja membuat pandangan terlempar Zeno sebelumnya kembali lurus untuk bertemu tatap dengan wanita di hadapannya. Benar saja, informasi semacam itu membuat Zeno merasa penasaran. Ya, meski pun dengan egonya yang masih tak sedia untuk di redam.     

"Seperti bibi Tami?"     

Cherlin ganti mengernyitkan dahi, sementara netranya yang langsung terarah pada Nathan untuk mencari bantuan informasi.     

"Siapa itu, kak?"     

"Pengasuhnya."     

Jawaban singkat Nathan membuat Cherlin menganggukkan kepalanya mengerti. Kemudian rautnya berganti menjadi berkerut, bola matanya yang terangkat ke atas seolah memperkirakan dengan telunjuknya yang mengetuk-ngetuk dagu. "Ehmm... Ku pikir mirip seperti itu."     

"Aku tidak memahami persisnya fungsi semacam bibi Tami di hidup ku. Yang ku pelajari memang dia yang mengasuh ku, selain dengan peranan serupa yang ku tahu. Hanya satu kemungkinannya, apakah berarti kau adalah mama ku?"     

"Eh?!" Cherlin yang jelas saja terkejut dengan gaya bahasa Zeno yang layaknya seorang dewasa yang terjebak pada tubuh mungil dan usianya yang masih begitu belia.     

Dengan pemikiran yang sampai menyambung semacam itu, meski pun pemahaman yang masih salah kaprah yang di tangkap menjadi hal wajar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.