Hold Me Tight ( boyslove)

Penuh emosi



Penuh emosi

0Deg     
0

Senyap untuk sesaat, memastikan pendengaran yang tertangkap melalui dengungan tegas yang seperti memantul ke setiap sudut ruangan. Dahi yang berkerut dalam, sembari mata menyipit penuh ketidak sangkaan. Hanya setelah itu, semua orang seperti tersentak dengan pandangan berputar untuk berbalas dengan yang lain menyeletukkan kenyataan naas tak terkira yang di saksikan mereka saat ini.     

Suasana menjadi gemuruh, dengan suara kasak-kusuk orang yang sontak berjengkit dari tempatnya. Berubah makin tak kondusif, sementara Max masih tak mempercayai pendengarannya.     

Cherlin yang berucap, dengan wajah memerah yang menahan tangis yang di sembunyikan oleh kedua telapak tangannya. Bahu wanita itu nampak bergetar, suara isak tangis tertahan yang terdengar begitu menyedihkan. Sementara Nathan masih tak berkutik, tak bisa melakukan apa pun atas keputusan tiba-tiba yang di ambil oleh Cherlin di depan umum seperti ini. Bahkan tumpuan kakinya nyaris hilang tenaga untuk sekedar mengikis jarak dan memberikan pelukan pada wanita itu.      

Sementara seorang wanita yang datang terburu-buru dengan lari mengenakan sepatu tingginya. Napas menderunya berganti dengan geram kesal saat pandangan secepat kilatnya menatap semua orang yang mulai beranjak pergi meninggalkan acara.     

Lengannya terkepal erat, hentakan kasar kaki kanannya seiring dengan rahangnya yang mengetat.     

Lea di sana, setelah terkurung di toilet hampir satu jam, dan saat memberanikan diri keluar dengan tampilan kumalnya, malah sambutan awal drama menyedihkan yang membuat terhenti di ambang pintu.     

"Oh ayolah... Apa pesta pora untuk ku gagal hari ini?"     

*******************************     

Secepat kilat, ruangan yang mulanya bertabur kebahagiaan itu lantas musnah dengan dekorasi cantik yang terbuang sia-sia. Bunga yang semula nampak begitu segar, dengan cepat menjadi sangat layu. Layaknya melambangkan pupus harapan semua orang, terlebih saat Cherlin yang terus saja menangis, berkata lirih dengan desakan mengatakan kejujuran.     

"Aku hamil. Hikss...."     

"Ya Tuhan! Maksud mu apa, nak?" pekik Nina yang sontak menyentuh dadanya dengan denyut yang seakan sesaat terhenti. Wajahnya bahkan merah padam, serupa dengan yang lain. Marah sudah jelas, namun yang lebih tak bisa di maafkan adalah saat kepercayaan wanita itu di hancurkan. Max yang melipat lengan di dada dengan sandaran meja pantry miliknya di tebak turut berkontribusi, membuat Nina muntlak dengan tangis menderu di dekapan Jonathan.     

Sementara perhatian Bagas dan Rara langsung tertuju pada Nathan, pria yang tengah menggenggam erat lengan wanita rapuh itu kemudian memanggil lirih.     

"Lin...."     

"Bukan dengan kak Nathan... Hikss..." lanjut Cherlin yang kemudian jatuh dalam dekapan Nathan.     

Demi apa pun, yang di harapkannya adalah Cherlin mengatakan jika ia lah pria brengsek yang dengan lancangnya menghamili putri keluarga Nandara. Bukan dengan pengakuan nyata yang membuat kedua orang tua wanita makin berang. Terlebih dengan Max yang sontak menatap Nathan dengan begitu tajam, pria itu telah di bohongi oleh adik sekaligus orang yang begitu di cintainya.     

Sungguh, yang di pikirkan Nathan saat ini bukan tentang lagi sakit hati yang di rasa saat Max seperti menyalurkan lukanya lewat pandang. Namun kondisi Cherlin yang bisa saja turun drastis selayaknya yang terjadi pada Lisa saat tak ada satu pun orang yang mampu memahami isi hatinya termasuk Nathan sekalipun.     

"Ku mohon pada mu," lirih Nathan yang membisik pada pendengaran Cherlin. Masih mengharapkan jika wanita itu meralat ucapannya dan menggantinya dengan kesepakatan awal.     

Namun rupanya telah menjadi keputusan yang di pikirkan matang-matang oleh wanita itu. Saat tubuhnya menegak dengan mata sembabnya yang membalas pandangan semua orang yang meletakkan perhatian kepadanya.     

"Kalian semua mengetahui sifat ku, kan? Bebas, tak beraturan, dan terlalu bodoh karena kebahagian yang ku tafsirkan terlalu brutal."     

"Katakan pada ku, siapa yang menghamili mu!" sentak Max yang kemudian maju beberapa langkah. Dengan penuh emosi, lengannya yang terkepal erat seakan ingin menyakiti Cherlin hingga membuat Nathan menarik wanita itu kembali dalam perlindungannya.     

Sementara Bagas yang menahan emosi Max, dengan memberikan tepukan di dada pria yang tengah menyeruakkan aura hitam di sekitarnya."Tenanglah, Max... Kau harus tahu, kejadian ini siapa yang paling terluka."     

Namun selayaknya Cherlin yang terlanjur lelah dengan semua masalahnya, membuat keberaniannya menjadi semakin tak terkira. Tak mempedulikan resiko yang akan di hadapi nantinya. Mengusap wajahnya dari basahan air mata, kemudian menampakkan mimik wajahnya yang begitu datar dengan kedua bahunya yang terangkat.     

"Tak ada. Mungkin satu malam aku terlalu mabuk dan seseorang asing yang memperkosa ku?"     

Situasi bertambah makin panas setelahnya, Cherlin yang berkata ringan seolah dirinya tak berharga, membuat Max yang lebihnya merasa kecewa atas upaya penjagaannya selama ini.     

Tangis Nina yang semakin mengencang saat sang suami yang turut terpancing emosi terhadap kelakuan putrinya, membuat kata-kata kasar terlontarkan lengkap untuk Cherlin yang terkesan tak tahu di untung.     

Sementara Rara dan Bagas yang sama sekali tak bisa ikut campur lebih dalam. Di saat yang sama untuk Nathan yang hanya bisa menunjukkan keberpihakan.     

Bubar dengan tanpa satu kesimpulan pun untuk menyelesaikan masalah yang menyangkut keadaan Cherlin saat ini. Selain kemarahan dari pihak keluarga yang masih tak terbendung.     

Sementara Nathan yang ingin menemani wanita itu supaya tak merasa sendiri, di batas total oleh Max yang tanpa hati menyeret sang adik untuk pergi bersamanya.     

Hanya memandang langit gelap melalui kaca ruangannya, terkesan suram seolah mengikuti rentetan kejadian yang berubah seratus delapan puluh derajat dari perkiraannya.     

Mengikis seluruh harapan bahagia semua orang, menjadi tangis penuh kekecewaan dengan tiada guna pengorbanannya.     

Air mata bahkan telah menetes, semakin deras hingga membuat wajahnya menjadi basah. Benar-benar menjadi memori yang persis mengingatkannya pada mendiang Lisa, membuatnya terlalu mewanti-wanti kondisi mental Cherlin yang pastinya terguncang karena masalah ini. Nathan benar-benar tak mengharapkan nasib naas yang pastinya akan mengorbankan satu sosok tak bersalah seperti Zeno saat ini.     

"Nath..."     

Panggilan seseorang membuat Nathan ragu untuk membalikkan badan, bahkan tubuhnya menjadi bergetar saat suara langkah makin cepat dan akhirnya memeluknya dari belakang.     

"Jev..." Rengek Nathan yang seperti hilang pertahanan, lengannya yang setengah terangkat untuk mengusap air matanya masih terjatuh seiring dengan tubuhnya yang di balikkan untuk saling berhadapan.     

Nathan menangis di dada remaja itu, merasakan usapan lembut di belakang tubuhnya untuk menenangkan.     

Jevin mendengar keributan tadi, pintu kamar di ruangan Max sengaja di bukanya untuk mendengarkan. Sang bunda yang menenangkan Zeno di atas ranjang menjadi perhatian keduanya, membuat pria itu singkat merasa kesal dengan Nathan yang sebegitu baiknya untuk menawarkan bantuan pada Cherlin.     

Nathan memang orang yang terlalu baik, di satu waktu di katakan bodoh saat tindakan tak benarnya itu bisa saja menariknya pada luka yang sejak awal ikut di wanti-wanti.     

Namun nasi sudah menjadi bubur, semua orang terlampau emosi, meski sisi baik yang di lihat Jevin masih tak terlalu buruk jika saja di bandingkan dengan ikatan janji suci Nathan dan Cherlin yang terjadi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.