Hold Me Tight ( boyslove)

Di kira sudah merelakan



Di kira sudah merelakan

0"Wow! Benarkah? Jadi kau sudah bisa mengendalikan semua orang?"     
0

Bahkan berita baik itu, malah di prasangka buruk oleh Max. "Maksud mu?"     

"Kau yang membalasnya dengan aksi penurutan mu terhadap suara terbanyak yang mengatur mu?"     

"Sungguh, aku tak memahami maksud mu," balas Nathan yang mulai tak nyaman dengan seputar apa pun perbincangannya dengan Max. Bahkan saking kesal dan ketidak berdayaannya untuk melakukan sesuatu, membuatnya melampiaskan diri dengan mencengkram buku jarinya terlalu erat.     

"Tentang rencana pernikahan mu dengan adik ku, bukankah kau melakukannya setengah hati?"     

"Ku rasa kau terlalu percaya diri untuk mengetahui semuanya."     

"Lantas, kau ingin katakan jika dengan penyatuan dua keluarga membuat semuanya lekas membaik seperti orang-orang lain miliki?" sengit Max.     

"Ku rasa kau tak melupakan bentuk tanggung jawab besar ku terhadap adik mu."     

"Ah ya, Cherlin tengah hamil sekarang. Bagaimana aku bisa melupakan malam saat ia terlihat ngidam dengan salad buah serupa yang disuapkan pada mu?"     

"Itu normal, bahkan Lisa dulu juga sempat menginginkan sesuatu seolah seperti tak tertahankan saat mengandung Zeno."     

"Ya, kau menangani segalanya dengan baik."     

Timpal bicara cepat keduanya pun terhenti, di tutup oleh kesimpulan Max yang seperti malah memutar balikkan maknanya. Nathan yang jauh lebih sering linglung saat mengambil keputusan, agaknya masih terus di ingatkan oleh Max.     

Memutus intens pandangnya dengan menahan dengusan kesal. Sungguh, Nathan jauh ingin menghantam wajah Max yang kemarin menyuguhkan pertunjukkan begitu kurang ajar.     

"Jadi, tentang apa kedatangan mu kemari?" tanya Nathan yang inginnya langsung masuk ke dalam topik pembahasan tanpa perlu lagi berdebat tentang hal lain seperti sesaat lalu.     

"Hanya ingin mengobrol saja, bukankah kita sudah terlalu lama berakting seolah dua orang asing?" balas Max yang malah balik mempertanyakan. Lebih lagi membuat Nathan penasaran saat tiba-tiba saja pria itu bangkit dari tempatnya dan berpindah ke sofa tengah yang jauh lebih luas.     

Menepuk-nepuk bagiannya, dengan seringai yang masih tak di pahami oleh Nathan, sebelum pria itu menjelaskannya dengan begitu rinci. "Jadi, pastinya kau duduk di sana. Aku bisa bayangkan jika Cherlin menempel pada mu begitu erat, kan? Seolah begitu gembira, menyuapi mu racun buatannya."     

"Sebenarnya tentang apa kedatangan mu? Sungguh, aku masih begitu sibuk, terlebih dengan segala pekerjaan yang harus segera ku tuntaskan sebelum cuti kerja ku ambil untuk acara pernikahan nanti."     

"Untuk sekedar mengulang adegan singkat, apakah kau benar-benar tak berniat menerangkan pikiran ku?"     

"Lagi-lagi kau mengucapkan segalanya dengan berbelit-belit," sentak Nathan dengan mengeluarkan nada suara tingginya.     

"Hanya penasaran tentang bagaimana kau bisa melakukan hal itu bersama dengan adik ku, sampai menghasilkan janin yang kini tumbuh dalam rahimnya."     

"Bukankah kau terlalu lancang untuk ingin tahu masalah orang lain?"     

"Cherlin adalah adik ku, bukan terlalu asing saat kau pun pernah berada dalam ranjang ku dan mengangkangkan kedua kaki mu di sana untuk ku masuki."     

"Shit! Apa yang ingin kau buktikan?!" Kali ini Nathan benar-benar muntlak, Max yang masih coba menggali kejadian yang kemudian tanpa aba-aba menarik tubuhnya dan menghempaskan di sofa panjang. "Akhhh!" Nathan memekik, di liputi rasa takut, serta tubuhnya yang seperti limbung.     

"Proses pembuatan bayi mu bersama dengan Cherlin."     

Nathan hampir saja menangis karena merasa terdesak, sapuan telapak tangan kasar milik Max, rasanya bagai sayap pisau tajam yang membuatnya merasakan perih.     

Bahkan netra hijau keabuan milik Max seperti sanggup menghipnotisnya, membuat Nathan tak berdaya untuk menghempas jauh sosok yang mengganggunya itu.     

"Baiklah, kita mulai reka adegan awalnya. Jadi kau dan Cherlin di sini, begitu dekat dengan wanita itu yang menyuapi mu makanan buatannya, apakah sempat ada moment, seperti kalian yang saling pandang atau Cherlin yang begitu perhatian mengusap sudut bibir mu yang belepotan?"     

"Ini benar-benar tidak lucu sama sekali," balas Nathan dengan suaranya yang bergetar. Terus menghindari tatap, meski akhirnya Max yang mencengkram rahangnya terlalu kasar, sembari menyentaknya hingga tak lagi bisa membuatnya berkutik.     

"Jadi, yang pastinya hanya ada kau dan Cherlin saja, mas Riki menunggu di depan ruangan mu, kan?"     

"Aku tak mau mendengarkan mu."     

"Kita bahkan belum memulainya."     

"Jangan membuat ku untuk lebih membenci mu!" sungut Nathan dengan memberikan peringatan. Yang namun agaknya masih tak di gubris oleh Max yang malah menampakkan dirinya selayaknya iblis.     

"Waktu istirahat satu jam, aku bisa mengerti jika golongan atas seperti kita seringkali lupa waktu. Kau yang bisa saja melebarkan jangka waktu senggang dengan menolak suapan makanan darinya."     

Brakk     

Nathan di dorong paksa, di baringkan pada sofa dengan lebih mustahil lagi untuknya melarikan diri. Max telah mencegatnya dengan tubuhnya yang mengungkung, sembari kedua lengan Nathan yang di tali mati oleh satu sanggahan milik Max. Sementara miliknya yang bebas masih terus memberikan intimidasi dengan sentuhan setiap jengkal wajah Nathan yang terlihat begitu menegang.     

"Lalu seperti ini?" tanya Max yang mempertanyakan reka adegan yang masih bisa di tebaknya. Namun Nathan yang menjadi semakin terdesak kebohongan, saat segala yang di katakan intinya adalah palsu.     

"Atau kau melecuti pakaian Cherlin terlebih dahulu?"     

Plakkk     

Namun agaknya Max yang makin tak bisa mengendalikan dirinya makin keterlaluan. Kepalanya yang menyusup dan mencuri ciuman di ceruk lehernya, membuat Nathan pun ikut tersulut terlebih pria jangkun itu yang seperti ingin memperkosanya.     

Mendorong tubuh pria di atasnya itu sekuat tenaga, setelahnya memberikan tamparan keras di wajah pria itu dengan tanpa sadar air matanya yang jatuh meluruh dengan begitu derasnya.     

"Menyingkir dari ku!" teriak Nathan dengan isak tangisnya yang mengiringi. Namun walau sampai kesedihan dan kerapuhan yang di tunjukkan, agaknya masih tak sanggup untuk menyentuh nurani Max.     

"Jelas Cherlin tak akan menampar mu saat kau melakukan hal ini, kan?"     

Cuppp     

"Eungghh! Emphh...."     

Karena setelahnya pria itu malah menjadi semakin kasar. Menakup rahangnya supaya tak bisa berkutik, menenggelamkan Nathan makin menyusup ke dalam sofa empuk itu dengan ciuman dalam tak kira dari bibir Max.     

Selayaknya orang yang merupakan titisan iblis sebenarnya, setelah membuat luka sobek di bibir Nathan, ia masih saja tak peduli dan mendesak jawab pada Nathan yang sesegukan.     

"Lalu bagaimana lagi? Waktunya sudah semakin singkat, apakah kau langsung memasukkan milik mu ke dalamnya?!"     

"Emphh! Brengsek kau! Lepaskan aku atau aku bersumpah tak akan sudi untuk mengenal mu lagi."     

"Benarkah? Kalau seperti itu, aku berani bertaruh."     

Cupp     

"Engghh!" Nathan hanya di desak bersuara seolah hanya untuk mendesah. Karena lagi-lagi Max mempertaruhkan hubungan mereka yang telah hancur sejak saat itu. Membuka satu per satu kancing kemeja milik Nathan, yang kemudian seperti di desak waktu, memberikan bekas gigitan di beberapa titik hingga membuat napas pria itu tersengal. Paling buruknya, bahkan di saat seperti ini Nathan malah tanpa sadar mengilas balik momen ranjangnya bersama dengan pria itu.     

Nathan terus saja berteriak, putingnya yang terus di gencar seolah bisa lepas satu waktu. Bahkan Max yang menegakkan setengah tubuhnya di atas tubuhnya, sudah hampir menunjukkan kejantanannya yang terangsang, jika saja sesuatu tak mengganggu konsentrasinya.     

Drrtt     

"Bangsat!"     

"Jika tak penting, aku bersumpah akan memecat mu, Rik!" bentak Max yang masih tak mau beringsut dari Nathan di bawahnya yang di buat mengangkang. Pandangannya bahkan sudah begitu berkobar dengan kegilaan untuk melakukan kegilaan yang lebih jauh begitu di rindukannya. Jika saja Riki tak mengabarkan berita buruk.     

"Maafkan saya karena telah mengganggu waktu anda, tuan. Hanya saja keadaan sangat genting, sesuatu terjadi pada nona Cherlin."     

"Brengsek!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.