Hold Me Tight ( boyslove)

Hati yang terluka



Hati yang terluka

0"Katakan pada ku, apa yang terjadi dengan Cherlin!"     
0

Nathan bangkit dari tempatnya, menyentak kerah kemeja Max yang nampak frustasi dengan kedua lengannya yang mencengkram surai kecoklatannya terlalu erat.     

Perasaan Nathan berubah tak enak, hingga kemudian melangkahkan kakinya mengikuti Max yang beranjak pergi dari tempatnya, meninggalkan geraman kasar yang masih sanggup membuat bulu kuduk Nathan berdiri.     

Nathan sampai tak menyadari bagaimana tampilan keseluruhannya yang begitu kusut, terlebih dengan permukaan bibirnya yang nampak sedikit robek serta sudut matanya yang masih berair. Orang-orang yang berlalu lalang dari gedung kantor yang seolah tak pernah sepi itu, jelas saja merasa terkejut dengan prasangka serupa yang begitu buruk saat sosok pria dominan berjalan membimbing, dengan feromon penuh kuasa, netra hijau keabuannya yang menajam, bahkan rahang tegasnya yang mengetat menunjukkan emosinya yang tengah menggebu.     

Bahkan Nathan seperti tuli dengan bisikan sekitar yang selayaknya memantul ke dinding-dinding yang berdiri kokoh tinggi di lantai dasar, alih-alih baru tersentak saat ia telah menempati bangku penumpang dengan Max yang memberikannya lirikan tajam di balik kemudinya.     

Nathan yang masih bergetar sekujur tubuhnya, berniat menutup kemeja terbukanya yang menunjukkan keadaan sebagian dadanya. "Bangsat!" Bagian yang membuatnya mengumpat adalah saat rentetan kejadian yang tak terduga dan membawanya seakan bernostalgia pada momen menggilanya.     

Max masih tetap menjadi sosok hewan buas yang tanpa pikir panjang mencengkramnya bagai mangsa yang lemah. Mengungkungnya, mencabik-cabik hingga membuat Nathan seolah tak berharga, bahkan seakan lebih parah dari segalanya, meninggalkan bekas kemerahan di bagian dada atau pun ceruk lehernya yang menjadi semakin berkeringat, di perhatian oleh semua orang.     

Bahkan Nathan sudah terlalu takut dengan bayangan buruknya jika kali ini melibatkan kondisi mental Cherlin yang masih belum stabil. Hingga tanpa sadar membuatnya menitihkan air mata, dengan telapak tangannya yang tertangkup di wajah meredam suara isak tangisannya yang begitu frustasi. Namun seakan mati hati bagi Max yang malah menyeringai dan dengan mudahnya berkata,     

"Ku harap ada seorang pengkhianat di kantor mu hingga memotret dan menyebar luaskan gambar kita, menurut mu judul artikel apa yang cocok? Tuan muda Adikusuma yang malah tunduk dengan sulung dari keluarga Nandara?"     

"Diam kau!" Nathan berteriak, kali ini menutupi pendengarannya dengan wajah yang di sembunyikan pada kedua kakinya yang terlipat.     

Pikirnya telah berjalan baik, namun malah seperti halnya letusan balon yang di biarkan terus terpompa terisi angin, masih terus berusaha di berbesar tanpa mengerti dampak selanjutnya jika menemukan pokok ujung yang membuatnya tak bisa berkutik. Muatan tak semestinya, hingga membuatnya meletus dengan puing-puing kecil yang hancur tanpa arti.     

"Hikss... Akhh!" Melampiaskan perasaannya dengan berteriak sekencang mungkin. Lengannya yang berniat memberikan pukulan telak pada Max, nyatanya hanya bisa beralih meninju udara. Mobil melaju dengan pacuan gila-gilaan, menjadi latar belakang suara bising yang tertimbun olehnya.     

Sebuah gedung megah pun menjadi tujuan, Max yang memberi perintah pada pengawalnya untuk membawa sang adik yang bermasalah ke unit apartement miliknya.     

"Sudah ku bilang, aku tak apa. Di depan sana pasti ada kak Nathan, kan? Akan lebih baik jika aku bersama dengannya."     

Benar-benar keadaan Cherlin yang tak pernah gagal membuat khawatir. Jika sebelumnya perbuatan bodoh yang di lakukannya dengan menenggak minuman keras, kali ini secara fisik luar yang amat mengerikan dan wanita itu masih sanggup berkata demikian.     

Seorang wanita paruh baya yang sama pernah menangani luka Nathan saat peristiwa tawuran yang tak sengaja melibatkannya hingga membuat tempurung belakang kepalanya berdarah. Mendapatkan panggilan tugas yang membuatnya sempat tercengang karena kenyataan yang didapatinya jika bungsu dari keluarga Nandara tengah hamil.     

Mengangguk santun, kemudian bergegas memasukkan peralatan medisnya karena seperti di desak risih oleh amarah kesal dari Cherlin. Max dan pria yang di yakini oleh wanita itu adalah sosok Nathan yang di sebutkan oleh sang nona menyambutnya di ambang pintu, kemudian membuat dahinya makin mengernyit dalam saat ingatannya mundur beberapa langkah pada rupa pria di hadapannya yang nampak begitu familiar. Pasalnya ia masih mengingat dengan jelas tentang bagaimana Max begitu mengkhawatirkan pria yang saat ini berusaha menghindari tatapan mata dengannya, bahkan dengan yakin di anggapnya sebagai pasangan kekasih oleh tuan muda Nandara. Normal jika membuat sang dokter penasaran dengan keterlibatan cinta segitiga yang antar saudara kandung itu.     

"Luka luar tak ada yang serius, hanya saja saya tak bisa memastikan secara penuh tentang keadaan janin yang di kandung nona Cherlin."     

Jelas saja Max menggeram marah, Cherlin yang seperti tak tahu di untung karena telah di khawatirkan, malah melengos dengan bola mata memutar menghindar dengan lagaknya yang tak berkesan mempunyai salah. Bahkan saat saran dari dokter untuk membawanya ke rumah sakit, di abaikan begitu saja oleh wanita yang bersandar di kepala ranjang itu.     

Buku jarinya bahkan terkepal begitu erat, hampir saja membuat Max meninju lemari kaca miliknya jika saja Nathan yang ada di belakangnya tak menabrak lengannya bermaksud menjadi penengah dalam posisi beralihnya sekaligus.     

Nathan mendekati sisi ranjang Cherlin, memberikan pendekatan dengan jemarinya yang mengusap surai lembab milik wanita itu.     

Namun rupanya hal itu malah memancing amarah Max lebih parah. Bukan hanya mimik wajahnya yang garang, bahkan suaranya berubah seketika begitu dingin saat menjadi saksi satu-satunya bagaimana cara balas pandang kedua orang itu. "Lalu kenapa wajah mu sampai lebam seperti itu? Bisa kau jelaskan keadaan mu yang tak apa ini?!"     

"Kak Nath... Hikss..." Sementara Cherlin yang tak pernah menyangka jika sang kakak akan memarahinya seperti itu. Tangis yang sekuat tenaga di tahannya pun pecah, sembari beringsut memeluk Nathan guna mencari perlindungan.     

"Aku tak meminta mu untuk menangis! Kau hanya harus katakan apa masalah mu!"     

"Max!" Nathan menyela, menyamaratakan intonasi tinggi Max yang seolah tak mengerti kondisi mental Cherlin yang kali ini di yakininya begitu rapuh.     

Memberikan lirikan penuh peringatan pada Max supaya tak lagi coba-coba memperkeruh suasana, perilaku berbanding terbalik ditunjukkannya pada Cherlin dengan posisi duduknya yang lebih mengeratkan pelukan mereka.     

"Tenanglah, Lin... Kau tak perlu takut, katakan saja masalah mu."     

"Bangsat!" Max mengumpat, lengannya bahkan sampai terayun menghempasnya di udara. Nathan mengatakan bentuk perhatiannya pada Cherlin, seakan memberikan penjelas atas penawarannya untuk kembali dengan penolakan mutlak dari keberpihakan pria itu.     

Duar     

Membuat Nathan dan Cherlin tersentak, Max beranjak dari tempatnya, sama sekali tak ingin mengalahkan ego dengan penunjukkan bukti kemarahannya.     

Nathan bahkan sampai tak habis pikir dengan sifat Max yang seakan kembali tempramental, menjadikannya sebagai jurang penghubung untuk kedua bersaudara yang bisa saja kembali berseteru itu.     

Menenangkan Cherlin yang masih saja menangis, mengusap lelehan air mata wanita itu yang malah menyisakan raut wajahnya yang merah padam saat di paksa menahan.     

Nathan beranjak dari tempatnya, berniat mengambilkan air minum meski Cherlin yang terus saja merengek tak ingin di lepaskan. Keluar dari ruangan milik Max yang di tempati, secara tak sengaja netranya yang meliar menemukan Riki di sofa ruang tamu dengan keadaan yang nampak sangat letih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.