Hold Me Tight ( boyslove)

Hubungan keluarga yang mulai membaik



Hubungan keluarga yang mulai membaik

0"Boleh aku masuk?"     
0

Sebuah suara datang setelah bunyi ganggang pintu di tarik. Decitan yang begitu sayup saat decit bilah pembatas itu terbuka. Nampak begitu hati-hati, tak ingin menjadi menyebalkan dengan kehadirannya yang menganggu, hanya memunculkan kepala yang mencelinguk ke dalam dengan sebagian kecilnya yang bahkan nyaris tak terlihat.     

Nathan dan Jevin yang sedang bercanda tawa, secara kompak mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara.     

Rara di sana, dengan senyum yang terulas kikuk sembari alis yang bertaut. Membuat Nathan yang menyadari keadaan terlalu dekatnya dengan Jevin memutus, menyaduk rusuk remaja yang memeluknya dari belakang terlalu erat hingga di rasanya terlalu bebal untuk sekedar berinisiatif.     

Tak mempedulikan ringisan kesakitan dari Jevin atau bahkan tatapan tajam pria itu melalui kaca di meja rias depan mereka, Nathan hanya terlalu mengkhawatirkan prasangka sang mama yang bisa saja mengada-ngada saat mengetahui keintiman dekatnya dengan Jevin. Ya, sang mama yang masih terlihat mewanti-wanti untuk tak kembali pada orientasi seksualnya.     

Saling membatu beberapa saat, lantas sadar bagiannya untuk sekedar membuat wanita itu bisa beranjak dari tempat hampir terhimpitnya di ambang pintu.     

"Tentu," balas Nathan singkat setelahnya.     

Kemudian teralih pandang pada pergerakan lain yang semula di belakangnya, serentak bersamaan dengan titik henti yang di pilih oleh wanita paruh baya itu. "Kau mau kemana?" tanya Nathan pada Jevin.     

"Ku pikir kalian akan berbicara pribadi?"     

Hanya setelah mengucapkan balasan itu, Jevin yang masih tak di setujui pergi malah tanpa di harapkan mengambil inisiatif yang salah. Demi apa pun, Nathan saat ini begitu kikuk untuk berada dalam ruang pribadi dengan wanita paruh baya itu. Di rasa sama sekali tak ada pembicaraan yang dapat menghubungkan baik mereka, di lain sisi tak mungkin ia meneriaki Jevin untuk lekas kembali menemaninya.     

Ya, memang tak ada pilihan. Nathan pun beranjak dari kursi meja riasnya, menempati sisi ranjang dengan sang mama yang duduk di sana terlebih dahulu.     

"Semua orang sedang sibuk, bahkan Bagas dan juga... Ekhem! Istrinya itu sibuk mengurusi bayi yang rewel itu. Jadi... Ya, aku tak tahu harus mengobrol dengan siapa lagi," beritahu Rara dengan suaranya yang terbata. Setelah beberapa hitungan keduanya terdiam.     

Nathan pun mengalihkan pandang untuk menatap Rara dengan dahi berkerut. "Paman Hardi? Ehmm... Maksud ku apakah kekasih mama tak hadir?"     

"Hanya ingin membuat mu nyaman saja. Aku tahu jika hubungan ku dengannya mengejutkan mu."     

Nathan mengangguk, teringat perbincangan terakhir mereka yang berkesimpulan bahwasannya ia masih belum bisa menerima kehadiran dari sosok yang kali ini memerankan peran yang berbeda untuknya.     

"Ku pikir aku tak ingin menghambat jalan bahagia mama. Jika bersama dengannya adalah pilihan mu, maka lanjutkan lah," balas Nathan yang kemudian memikirkan ulang. Sungguh, ia memang ingin benar-benar hidup dengan damai.     

Membuat Rara yang mendengarnya tersenyum bangga. Membuat Nathan berjengkit kaget, bahkan netra wanita itu yang nampak sendu dengan berkas basah air di dalamnya, serentak mengambil takupan lengan sang anak untuk di genggam erat.     

Nathan yang jelas kikuk karena merasakan sentuhan hangat sang mama, membuatnya yang seakan tak bisa menyangka jika tatapannya terus tertuju pada jemari mereka yang saling mengisi.     

"Hardi adalah pria yang sangat baik sejak dulu, ku harap kau tak menafsirkannya sebagai pihak ketiga yang dengan tanpa malunya merebut diri ku yang telah berhati rapuh ini."     

"Y-ya, aku tahu."     

"Sejujurnya dia adalah adik dari mantan suami ku."     

"Aku tau dari papa, hanya saja yang masih tak ku pahami, kenapa kau memilih berpisah dengan suami pertama mu?" Nathan menghentikan ucapannya. Kepalanya sedikit meneleng, mengeja ulang kalimatnya yang sedikit kurang jelas. "Ah ya, maksud ku ayah kandung ku itu. Kalian sudah akan mempunyai ku waktu itu, kan?"     

Rasa penasaran sejak awal membuat Nathan tak bisa lagi menyimpannya. Tak memperkirakan kisah pilu yang selayaknya terkilas balik dalam ingatan Rara yang sontak menundukkan kepalanya dalam.     

Hela napas terputus di pendengarannya, bahu ringkih wanita itu yang seraya turun. Aura sedih pun melingkup pada Nathan. Telapak tangannya hanya bisa membalas genggaman mereka makin erat, terlalu canggung untuk melangkah lebih jauh, sekali pun hatinya ikut tergoncang saat mendengar jawaban Rara.     

"Hikss... kekerasan rumah tangga."     

Nathan benar-benar merasa lemas. Saat setelahnya Rara mencurahkan kekejaman paling parah pria yang di cintainya walau dengan isak tangis yang makin terdengar jelas. Sosok buram untuk Nathan, tergambar begitu mengerikan dari cerita Rara. Bahkan tak sekedar menyakiti secara perasaan, mendiang pria yang merupakan ayah kandung Nathan itu tak segan bertindak sewenang-wenang dengan menghajar Rara saat tengah mengandungnya. Harapan hidup Nathan saat itu bahkan sangat tipis, hampir di katakan perjuangan melampaui titik batas dari Rara yang sudah tak lagi mampu. Pukulan, bantingan tubuh yang mendorong wanita itu sampai membuatnya terjerembap ke lantai keras dan begitu dingin, menjadikan Rara serata rendah dengan kaki kokoh yang terus menendang perut yang menyimpan bayi yang tak di harapkan.     

Alasan mengenai ketidaksiapan memiliki anggota baru dalam peran keluarga kecil mereka, nampaknya menjadi satu-satunya penimbang berat atas hati pria itu yang tak lagi menyisakan belas.     

Nathan yang bahkan tanpa sadar ikut menangis, hanya dalam gambaran kasar pikirannya saja, ia begitu merasakan kondisi Rara yang pastinya begitu lebur tak berbentuk. Alih-alih menipu diri dengan kesempatan bahagia yang pastinya di raih, di yakini Nathan untuk sekedar menyemangati kehidupannya sendiri saja begitu sulit.     

Sekujur tubuh Nathan bahkan bergetar, layaknya merasakan sayatan perlahan di dalam hatinya saat semakin lama luapan emosi Rara makin tak terkendali.     

Jika yang saat ini di hadapkan dengan Rara adalah Nathan yang baru pulang sekembaliannya menempuh pendidikan dari luar negeri, bukan hal yang mustahil jika pria itu yang malah menganggap rentetan kisah pilu Rara adalah palsu. Tak akan duduk baik dan menjadi pendengar, atau merasakan keterikatan emosional seperti sekarang. Sosok Nathan yang telah mengenal arti hidup itu memberikan pelukan erat pada sang mama. Mengusap bahu ringkih wanita paruh baya itu, meski pun bibirnya yang mengharapkan sesuatu terucap sebagai penenang masih tak kunjung di perdengarkan.     

"Ya, sejujurnya aku tak ingin mencari pembelaan atas sifat ku selama ini yang berusaha menjaga jarak dari mu. Namun sungguh, kekhawatiran ku memang berlebihan saat itu. Aku takut trauma ku terlampiaskan untuk mu, aku takut menjadi seperti pria pemabuk itu. Hanya ku pikir saja, melihat mu dari jauh adalah pilihan terbaik."     

Nathan menganggukkan kepala, dengan posisi wajah mereka yang saling membelakangi, dengan cepat membuat pria itu mencuri kesempatan untuk menghapus air matanya yang kian deras.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.