Hold Me Tight ( boyslove)

Niat baik?



Niat baik?

0Nathan mematung di depan pintu, saat bersamaan pandangannya terarah penuh pada sosok pria yang berdiri tepat di hadapannya.     
0

Sejenak tak ada satu kalimat pun yang bisa terpikirkan olehnya, bahkan sederet kalimat sapaan seolah hilang dari memori. Nathan kemudian menelan ludah, setelahnya mengusahakan manik matanya untuk tetap lurus bertemu dengan Max, alih-alih kepalanya yang mendesak untuk menunduk dalam.     

"Apakah tidak terlalu cepat? Maksud ku, baru saja kau melamar adik ku minggu lalu."     

Nathan meringis pelan, dengan canggung mengangkat lengannya untuk mengusap tengkuk. Seperti kesan horor yang sangat persis, bulu kuduknya sampai meremang saat suara berat milik Max menyapu telinganya.     

"Ku pikir tak jadi masalah, lebih cepat akan lebih baik, kan?" balas Nathan yang mengucap santai sembari mengangkat bahu.     

Max yang melihatnya pun berdecih, kemudian sedikit menyingkir dari separuh jalan terbuka untuk mempersilahkan Nathan masuk ke dalam kediamannya. "Ya, ku pikir aku tak ada hak sedikit pun untuk melarang, kan? Masuklah."     

Sementara Nathan menganggukkan kepalanya, Max pun mengkodenya untuk jalan terlebih dahulu. Dapat di rasakan betapa panas di belakang tubuhnya, Max yang menjadi salah satu sosok yang patut di curigai, pastinya memberikan sorot yang terlalu berkobar padanya. Ya, apa lagi yang lebih menyakitkan dari pada hal itu?     

"Wow! Lihat kali ini siapa yang datang..."     

Nathan tersentak oleh suara heboh sang nyonya yang menyambutnya datang. Sedikit membuatnya kaku saat seluruh tatapan terarah padanya, dengan sorot pengharapan? Lain halnya dengan debaran singkat yang di rasakannya, Max yang secara tak sengaja atau tidak, menyentuhkan jemari mereka dengan gerakan yang begitu lembut saat pria itu akhirnya duduk mendahului di meja makan besarnya.     

Menghilangkan pemikiran konyolnya yang mulai mengada-ngada, Nathan pun kemudian memberi sapaan yang seharusnya di katakan terlebih dahulu oleh Max yang baik hati membukakannya pintu.     

"Selamat pagi tante, paman."     

"Pagi, nak. Kau datang di saat yang tepat. Sekarang tarik kursi mu, kita bisa sarapan bersama-sama," balas Jonathan, setelah sebelumnya memberikan tepukan di lengan Nathan setelah yang muda membungkukkan badan memberikan tanda penghormatan.     

Menempati posisi tersedia yang di tunjuk sang tuan rumah, membuat Nathan berhadapan tepat dengan Max yang meliriknya dari balik fokus terlihatnya menatap layar tablet yang digengamnya.     

"Heheh... Terimakasih, aku sudah makan."     

"Benarkah? Ah, pastinya kau tak bisa mengelak masakan dari Anggun yang selalu di puji oleh Bagas itu, ya?" balas Nina yang menimbrung pembicaraan saat sekembalinya membawa piring besar dengan nasi goreng yang masih mengepul. Nina duduk di samping Nathan, dengan senyum yang begitu cerah menampakkan kebahagiannya seolah tiada henti sejak terlihat minggu lalu.     

"Ya, juga dengan omelan panjangnya saat aku pergi dengan perut yang masih kosong."     

"Bagas memiliki selera wanita yang hampir sama persis, Rara juga sangat perhatian, kan?"     

Ya, ini bagian yang paling tak di sukai oleh Nathan, saat balasannya yang coba mencairkan suasana canggung untuknya malah di hadang oleh topik dari peran lain yang tak ada di tempat.     

Nathan merasa benar-benar tak lagi bisa nyaman, terlebih dengan kalimat yang terucap di bibir Nina yang tak sesuai dengan kenyataan yang ada. Rara perhatian? Sejak kapan berganti karakter seperti itu? Nampaknya Max yang hanya menjadi satu-satunya orang yang mengerti, memandangnya intens terang-terangan, kemudian satu alis terangkat seolah menanyakan keadaannya.     

"Ah ya, hari itu Rara tak datang untuk mendampingi mu meminang anak ku. Kau sudah mengabarkan berita bahagia ini kepadanya, kan?"     

Ya, memang benar-benar tak bisa menghilangkan sekaligus tokoh yang di bahas walau Nathan hanya bungkam, kan? Setelah Nina, kali ini Jonathan yang mempertanyakan sembari tatapannya yang menghunus tepat di saat bersamaan rahangnya bergerak-gerak mengunyah muatan di dalam mulutnya. Nathan tak punya pilihan, lebih lagi Max yang tak akan terlalu jauh untuk mewakili jawabannya.     

"Y-ya, ku pikir aku akan memberitahunya nanti secara langsung. Saat bertemu," timpal Nathan dengan penuh keraguan, suaranya bahkan makin menghilang sampai dalam bait terakhir. Seolah bagian paling parah saat Max yang sampai menyempatkan diri untuk berdecih sebelum menyuap sarapannya.     

"Bagus. Dia pasti akan sangat senang mengetahuinya," komentar Nina yang jelas saja merasa segalanya berjalan sesuai dengan yang di harapkan.     

Nathan meneguk segelas susu yang di pilihnya sebagai suguhan, mendengarkan denting peralatan makan yang mengisi keheningan. Sampai akhirnya sebuah langkah yang terdengar berayun begitu ringan makin mendekat.     

Cherlin di sana, menampilkan dirinya jauh lebih baik dari saat kerapuhannya lalu. "Aku sudah siap. Bekal makan siang kakak juga sudah," ucapnya dengan menepuk kotak bekal bertumpuk yang sempat di ambilnya di counter meja dapur.     

Tak sanggup melenyapkan kebahagiaan semua orang, lebihnya hanya karena perkara sebuah racun yang di beritahukan sejak awal untuk menerornya. "Ya, itu bagian terbaiknya."     

Cherlin yang mendengarnya pun berjingkrak kesenangan, bahkan tanpa peduli tempat wanita itu memeluk Nathan dari belakang, dan memberikan kecupan di pipi pria itu. Semua orang kemudian membatu, memberikan intens penuh pada sepasang kasmaran yang setelahnya kompak tersedak saat masing-masing dari ketiganya masih menyimpan makanan di mulut mereka.     

Cherlin tanpa pikir peduli bahkan menarik kursinya untuk lebih menempel pada Nathan, kemudian menyandarkan kepalanya di lengan pria itu dengan perhatian penuh Nina, Jonathan, dan juga Max yang menajamkan maniknya.     

"Lihatlah betapa romantisnya putri mu, sayang... Bahkan ia berkutat di dapur sejak pagi tadi untuk menyiapkan bekal kekasihnya," komentar Nina mengabaikan usianya dengan berjingkrak di atas tempat duduknya. Wajahnya bahkan memerah, bisa di lihat senyum yang melewati batas maksimal walau bagian bibirnya yang tertutup oleh telapak tangannya.     

Sementara Jonathan menjadi paling bahagia saat melihat sang istri yang nampak bersemangat persis kala usia mudanya dulu. Membuat Max makin mengetatkan rahangnya saat satu lagi pasangan di hadapannya bermesraan.     

Jonathan mengambil tangan sang istri, memberikan kecupan di punggung tangannya seolah begitu menggilai. "Sama persis seperti mu, kau dulu tak pernah absen untuk mengatur asupan ku, kan?"     

"Benar sekali, ku harap selanjutnya Cherlin dan Nathan akan melanjutkan kisah romantis kita berdua, sampai selamanya."     

"Bukankah siang nanti kalian akan pergi ke suatu tempat? Bukankah akan lebih efisien jika sekalian makan di luar?"     

Max pun muak, saat semua orang nampak begitu bahagia. Menyapu bibirnya dengan lap kecil yang tersedia setelah menandaskan segelas air putih di gelasnya. Namun meski pun begitu tak menghilangkan kecemasannya, terlebih saat Cherlin yang nampaknya terlalu membanggakan makanan buatannya yang kenyataannya tak layak.     

Nathan yang di paksa Cherlin untuk mendekap sekalian bekal makanannya, kemudian mengangkat pandang dengan wajahnya yang merona saat sangkaannya tak sesuai, Max masih sama. Terus memberikannya perhatian meski pun tak lagi ada jalan keduanya untuk bisa bertemu.     

"Ku rasa tak jadi masalah, usaha kerasnya tak mungkin ku sia-siakan, kan?" Namun Nathan lebih memilih aman, masih berusaha keras untuk menghilangkan pengaruh Max yang kali ini malah menarik senyum penuh kekecewaan.     

"Kalian berencana ke mana? Kenapa kau tak memberitahu ibu, sayang?" Topik tentang bekal langsung terganti, saat Nina menggaris bawahi ucapan sang anak sulung.     

"Ehmm... Sebenarnya kak Nathan memberikan ku kabar dadakan pagi buta. Aku bahkan baru melihat pesannya lima menit sebelum kak Nathan datang. Bu... Papa... Kak Nathan akan mengajak ku ke butik untuk memesan gaun pernikahan."     

"Juga dengan cincin pernikahan," tambah Nathan yang setelahnya menunduk dalam, Max benar-benar seperti akan membakarnya dengan tatapan berapi-api itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.