Hold Me Tight ( boyslove)

Makan malam dua pasangan



Makan malam dua pasangan

0"Kau mau kemana?"     
0

Nathan yang tengah jalan hilir mudik, membuat Jevin yang melihatnya melalui celah ekor mata sedikit merasa terganggu. Terlebih dengan gerak cepatnya yang seakan terburu-buru, membuat remaja yang tak lagi betah itu melemparkan ponselnya dan melipat lengan di depan dada mulai meningintrogasi Nathan dengan sorot mata menyipit tajamnya.     

Langsung saja membuat pria yang menenteng dasi di genggamannya itu menghentikan langkahnya. Dengan kelopak matanya yang berkedip-kedip cepat, dengan satu alisnya yang terangkat seolah mempertanyakan kesalahannya hingga membuat Jevin mendengus kasar.     

Tak mempedulikan pembicaraan yang bisa saja menjadi semakin panjang, Nathan pun kemudian melengos sembari berkata, "Pergi, bisakah kau menjaga Zeno untuk ku?"  tanyanya dengan sama sekali tak mengintonasikan permohonan. Bahkan seolah tak ada sedikit pun waktu untuk membalas pandangan Jevin yang sejak tadi meminta perhatian.     

"Kenapa baru mengatakannya sekarang, saat aku lebih inisiatif sejak awal untuk mengurus bayi kesayangan mu itu," sungut Jevin dengan objek singkatnya yang kini menatap gerakan luwes Nathan yang tengah memasang jam tangan miliknya di lengan kiri.     

Nathan yang melihat Jevin mencerung, malah seakan tak iba dengan kedua lengannya yang berkacak pinggang. "Jadi, kau keberatan untuk menjaganya saat ini? Apa kau tak mencintai bayi Zeno seperti ku?"     

"Bangsat! Kau memang selalu saja membuat ku tak bisa berkutik," umpat Jevin yang dengan reflek melemparkan bantal persis membidik wajah Nathan yang malah menertawakannya yang tak berdaya. "Sudah, pergi sana! Bersenang-senanglah di luar dan lupakan aku yang nanti akan kerepotan saat Zeno terbangun dari tidurnya karena popoknya yang penuh."     

"Hahah... Paman yang baik."     

"Hei, sungguh. Kau tua, dan jangan sama kan aku dengan panggilan sebaya mu. Sekali pun Zeno nanti sudah besar, aku tak akan membiarkannya memanggil ku sesuai perintah mu."     

"Baiklah, kita malah berdebat."     

Tekan Jevin masih dengan geraman jengkelnya. Namun lambat laun tak bisa meninggi, saat Nathan mengkodenya dengan menunjuk boks bayi milik Zeno.     

Ya, akan lebih merepotkan saat bayi itu terbangun. Anggis yang izin cuti karena sakit, sementara Jevin yang seolah menjadi musuh untuk Zeno yang lebih seringnya mengencangkan tangisnya saat sedang berusaha di tenangkan. Nathan jelas akan telat dari janji pertemuannya jika itu terjadi, kan?     

"Hemm.... Dan aku tahu itu upaya mu untuk berterimakasih dengan ku dengan cara basa-basi."     

Tepat, prasangka Jevin membuat Nathan meringis kecil. "Hehe... Aku akan pulang cepat dan memberikan mu hadiah nantinya."     

Nathan dengan tergesa menyabet jas miliknya, seakan Jevin bisa saja menjadi kejam dan mengurungnya di dalam sana.     

Sementara itu masih sempat untuk meninggalkan kecupan lembutnya pada Zeno yang terlelap, melewati posisi ranjangnya yang di tempati oleh Jevin, Nathan kemudian melambaikan tangan dengan pengingat remaja itu yang mengiringi.     

"Jangan hanya berjanji, ku harap ini terakhir kalinya atau aku akan benar-benar tak di anggap oleh kawan-kawan ku karena tak pernah bisa lagi untuk berkumpul."     

******************************     

Meninggalkan Zeno saat waktu senggang setiap harinya begitu singkat, tentu saja membuat Nathan sedikit menyayangkan moment indahnya saat bersama dengan bayi mungilnya terlewatkan begitu saja.     

Jevin yang memang sering kali menemaninya untuk menjaga Zeno, rasanya masih membuat Nathan di liputi rasa cemas karena kebiasaan akhir-akhir ini sang adik yang suka sekali bermain game dengan pengaturan suaranya yang lebih dari setengah. Lantas Jevin yang mudah sekali tertidur seperti dalam pelukannya, membuat Nathan menjadi parno dengan tiap lima menit menelpon remaja itu hanya untuk memastikan.     

Ya, bahkan sampai dengan pikirannya yang melayang dengan ponsel di bawah pangkuannya, menghilangkan fokus Nathan dari acara makan malam bersama dengan Cherlin. Bagian yang tak terencana sejak awal saat satu pasangan kekasih lainnya datang memenuhi kursi yang di sediakan.     

"Wah... Bagus sekali gaunnya!"     

"Bahkan Nathan juga memilihkan cincin berlian paling indah yang pernah ku lihat."     

"Oh.... Aku sangat iri, bagaimana ini, Max?"     

Begitulah inti pembicaraan yang di dengarkan oleh Nathan, Cherlin yang masih saja terlalu bersemangat, menunjukkan segalanya pada Lea yang merengek cemburu.     

Sungguh, bagian paling tak disukainya adalah saat perasaannya yang terlalu peka atau malah ia yang terlalu percaya diri. Lea yang tengah manja dengan sang kekasih, malah di rasakannya tatapan tajam pria berparas oriental itu padanya. Ya, siapa lagi kalau bukan Max? Terlebih dengan posisi hadap lurus mereka yang hanya terhalang oleh meja yang menyajikan hidangan mewah.     

Entah Cherlin yang menyadari ada sedikit celah kecanggungan saat sedikit pun Max tak buka suara untuk menjawab Lea, atau malah Cherlin yang menggenggam tangan Nathan juga ingin memberikan pokok penjelas dari pertemuan mereka kali ini.     

"Tenang saja, brother ku pasti tak akan mengecewakan saat nantinya kalian berdua akan siap melangkah ke jenjang pernikahan seperti aku dan kak Nathan. Benarkan, brother?"     

Seketika saja Nathan mengangkat pandangannya, mengabaikan dering ponsel kecil pada ponsel miliknya, karena bagian yang paling parah adalah saat Max dan kali ini Lea yang menatapnya begitu membenci.     

"Ah, kau makan terlalu berantakan, Lin..."     

Bukankah pelarian semacam itu yang bisa di lakukannya? Mendukung ucapan Cherlin dengan memberikannya bentuk perhatian.     

Lengan kanannya terangkat, kemudian mengusap sudut bibir Cherlin yang tak ada apa pun di sana. Ya, setidaknya tak membuat Lea membakarnya dengan tatapan berkobar nya, kan? Atau malah Max yang bisa saja masih menyimpan harap? Tak mempermasalahkan Cherlin yang seperti makin tergila-gila dengan rona merah di pipinya.     

"Eh? Benarkah? Habisnya kue coklat ini enak sekali rasanya," balas Cherlin kikuk. Bahkan saat ia yang berubah malu dengan gerak tubuhnya yang menjadi salah tingkah, saat Nathan yang malah mencubit pipi wanita itu dengan gemas.     

"Aku bisa melihatnya, tapi aku tak akan menganggu milik mu. Kau bisa memilikinya sendiri dengan tenang."     

"Tapi... Jika itu untuk kak Nathan, aku malah senang untuk berbagi."     

Nathan menggelengkan kepala dengan senyum tipisnya yang terukir. Masih dengan lagak sikap romantisnya yang terus-terusan, kali ini bahkan sampai berbagi makanan miliknya dengan Cherlin menggunakan satu sendok.     

Bisa saja Lea yang menurunkan bahu menegangnya sudah tak lagi merasa curiga berlebih pada Nathan yang nampak terus berusaha, lantas sedikit membuat Nathan menghela napas bebas dengan keabainya pada feromon Max sejak awal yang terus saja mengeruak.     

"Musiknya begitu indah, aku sungguh ingin menggerakkan tubuh ku mengikuti alunannya," ucap Lea yang menarik intens ketiga lainnya. Selayaknya tak mendapatkan dukungan satu pun dari mereka, bahkan Cherlin yang tiba-tiba saja malah menguap lebar dengan netranya yang makin sayu.     

"Dan aku malah mengantuk," rengek Cherlin yang kemudian mengayun-ayunkan genggaman tangannya dengan Nathan.     

Sementara Lea yang masih keukeh untuk di turuti. Menarik lengan Max yang tanpa peduli memberikannya lirikan tajam, kemudian mengkode mata Cherlin untuk sedikit berkontribusi memberikannya sokongan. "Issh! Jangan lewatkan kesempatan baik ini, Lin. Ayo berdiri semuanya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.