Hold Me Tight ( boyslove)

Keputusan akhir



Keputusan akhir

0Melangkahkan kakinya yang begitu terasa tak ringkih ke bagian celah jendela yang tak tertutup tirai. Cherlin di sana, berbaring lemah seorang diri. Lengannya kemudian terangkat, dengan manik matanya yang berubah sendu seraya jemarinya yang bergerak menyusur bayangan sentuhnya.     
0

"Apakah kau memang hanya mempermainkan ku saja? Ciuman, pelukan, dan undangan mu ke dalam ruangan pribadi mu, apakah semua itu tak berarti apa pun untuk mu? Sedang aku sangat mencintai mu."     

*********     

Sementara Nathan mempertimbangkan segala hal. Dari mulai Cherlin yang begitu membenci kenyataan bahwa Riki adalah ayah biologis dari bayi yang di kandungnya atau bahkan sampai kenyataan yang menarik berkesinambungan antar peran semua orang.     

Nathan benar-benar tak ada pilihan, meski berkali-kali hatinya mendesak egois untuk memilih jalan bahagianya. Lebihnya dengan pertimbangan ketakutan yang amat dahsyat yang bisa saja terjadi kedua kalinya. Sungguh, Nathan tak ingin menjadi penumpang rahasia yang menyimpan banyak cerita kelam yang akhirnya hanya berujung pada lenyapnya seseorang tanpa sedikit pun perjuangan untuk bangkit.     

Menatap sosok mungil yang begitu menggemaskan dalam tidurnya, membuat senyumnya terbit meski satu waktu air matanya yang kembali berlinang.     

Meski perasaan dan kisah cintanya yang akan di korbankan, tak ada bandingannya jika sesosok menggemaskan seperti Zeno akan kembali di selamatkan.     

"Katakan pada ku, untuk apa kita ke rumah keluarga Nandara dengan pakaian rapi? Bahkan bunda membelikan ku tuxedo yang baru."     

Tak lama setelah pintu kamar terbanting, terdengar suara protes keras yang dengan cepat membuat Nathan mengusap wajahnya yang basah. Jevin di sana, melangkahkan kakinya dengan bersungut-sungut meski Nathan telah mengulas senyum lebar.     

"Bahkan kau sudah bersiap?" heran Jevin yang seketika menjatuhkan lengannya yang menggenggam gantungan setelan baru miliknya. Bukan karena apa pun, melainkan kekagumannya saat melihat Nathan tampil dengan begitu menggemaskan.     

"Nanti kau akan tahu."     

"Apakah menurut mu keluarga kita dan Nandara tak terlalu banyak acara privat? Sungguh, setelah ulang tahun pernikahan nyonya Nina dan tuan Jonathan yang ku lewatkan, untuk apa lagi kali ini?"     

Nathan hanya terdiam, membuat Jevin makin menyipitkan netranya dengan raut penuh prasangka. "Ku harap tak sesuai dengan pikiran terburuk ku."     

"Nathan? Apakah kau sudah siap, sayang?"     

Untung saja Anggun yang berhenti di ambang pintu menyela kecurigaan Jevin. Dengan ceria, Nathan pun menggeser posisi mematung Jevin yang menghadapnya, menghampiri Anggun dengan memberikan kode pertolongan untuk menangani Jevin yang bisa saja menghancurkan acara nanti.     

Mengangguk mengerti, mewakili Nathan memberikan perintah pada Jevin yang makin mengerutkan wajahnya. "Apa yang kau lakukan di sana, nak? Cepat persiapkan diri mu jika kau masih ingin ikut serta menjadi bagian keluarga."     

"Tapi, bunda_"     

"Sudahlah.... Tak ada waktu lagi untuk berdebat. Dan kau Nath, pastikan memanggil Anggis untuk menjaga Zeno saat kita semua pergi."     

"Baiklah."     

*********     

Dua hari paska Cherlin keluar dari rumah sakit untuk kepastian janinnya tak berdampak oleh minuman keras yang di tenggak oleh wanita itu. Menimbulkan tanda tanya untuk para orang tua saat secara serentak Nathan dan Max juga turut tak berkabar.     

Setelah kembali dengan makin membuat membuat semua orang mengernyitkan dahi makin dalam saat secara tiba-tiba Nathan berkeyakinan kuat untuk mempertemukan dua keluarga atas dasar hubungannya dengan Cherlin yang di dekatkan sedari awal.     

Mengisi sofa empuk yang ada di ruang tamu berperabot mewah milik keluarga Nandara. Menempati berhadapan, dengan pengelompokan dari dua pihak keluarga.     

Nathan yang berada di posisi tengah, tepat bertemu tatap dengan Cherlin yang menampilkan senyum begitu manis di sana. Sementara saat Nathan sedikit mengalihkan pandangannya beberapa derajat, jantungnya berdebar makin kuat. Max menempati sisi samping kiri sang adik, menatapnya dengan begitu tajam dengan hingga membuat Nathan menundukkan kepalanya makin dalam. Tautan jemarinya menjadi intensnya kali ini, sebelum sentakan bahu seseorang mengenainya.     

Jevin yang menjadi pelaku, masih tak menghilangkan sedikit pun rautnya yang semula mencurigai berlebih.     

"Demi apa pun, jangan membuat ku berpikir macam-macam, kenapa dari sekian banyak topik yang biasanya mereka katakan, hanya kalimat pembuka yang setelahnya hanya kompak mematung?" Jevin mempertanyakan suasana yang berubah begitu canggung. Pandangan yang meliar dan tanpa sadar saling mengamati, membuatnya bahkan tak bebas untuk menyelamatkan diri dengan mencari hiburan dari ponsel yang di genggamnya.     

Sementara Nathan masih tak ingin berkompromi untuk sekedar menenangkannya. Hanya tetap bungkam, bagian yang seperti terabaikan saat Nathan malah terlihat membasahi tenggorokannya dengan pandangan teralih lurus meninggalkan Jevin yang terus membisik panggilan. "Nath..."     

"Hari ini rasanya begitu istimewa untuk ku, maaf jika sebelumnya memilih berlibur dengan Cherlin dan juga Max tanpa pamit," ucap Nathan begitu santun, hingga membuat semua orang menarik lepas ke dua sudut bibir mereka mengulas senyum.     

Berbeda halnya dengan Cherlin yang malah secepat kilat menghapus senyumnya, kepalanya menunduk dengan wajahnya yang sekaligus memerah menahan air mata yang mendesak keluar. Nina yang ada di sana, rupanya terlalu peka hingga pandangannya segera teralih dengan lengannya yang menggenggam erat putrinya.     

"Apakah kau baik-baik saja, nak? Tangan mu bergetar, bahkan wajahnya berubah sangat pucat."     

"Ti-tidak. Aku baik-baik saja, Bu."     

Sementara Max yang mengawasi perubahan sikap Cherlin yang menjadi begitu pendiam, sedikit merasa menyesal saat luapan emosinya terlampau mengerikan untuk sang adik yang masih dalam kondisi yang kurang stabil bahkan sampai saat ini.     

"Keluarga kita memang begitu erat sejak awal, ku rasa aku bisa memaklumi jika kalian yang muda-mudi ingin dekat dan menghabiskan waktu lebih lama."     

"Loh, jadi bukan karena pekerjaan kau tak pulang beberapa hari lalu?"     

Nathan yang tegang berubah kesal saat Jonathan yang menimpali baik malah di lanjutkan dengan kehebohan Jevin yang malah merusak segala kebohongannya.     

Nathan bahkan sampai mengulas senyumnya kaku, terlebih dengan pandangan semua orang yang menatapnya penuh pertanyaan.     

Tanpa sadar pandangan Nathan terarah pada Max untuk meminta bantuan. Netranya berbinar penuh permohonan, dengan bibir terlipat ke dalam dan sapuan lidahnya yang bergetar.     

"Memang karena pekerjaan, namun kami juga ingin mengambil sedikit waktu untuk merilekskan pikiran, tak masalah, kan?"     

"Y-ya, juga untuk memikirkan tentang niatan ku ke depannya bersama dengan Cherlin. Ya, ku pikir aku mendapatkan jawabannya," timpal Nathan dengan seketika suaranya bergetar.     

Singkat, pandangannya kembali pada Max sebelum pria itu melepaskan diri. Rautnya terlihat amat kaku, bahkan denyutan otot di wajah Max nampak berdenyut jelas.     

Sejenak, pemikirannya ingin segera melompat dari tempatnya lantas melemparkan diri pada pelukan hangat Max. Namun lagi-lagi ia tak berdaya, Cherlin di sana, menatapnya begitu sendu di sisi lain.     

Hatinya kemudian bergemuruh, banyak suara-suara hadir keras yang ingin mendominasi untuk segera di dengar. Nathan tahu kesimpulan dari keinginan hatinya, namun lagi-lagi ia tak bisa berkutik sedikit pun.     

"K-ku rasa, aku mulai menyukai Cherlin. Aku ingin bersamanya, hidup dengannya, menjadi pelindung untuknya, atau bahkan menjadi alasan terkecil sekali pun yang membuat bibirnya mengulas senyum. Paman, tante, bolehkan aku berniat baik untuk meminang anak manis mu menjadi milik ku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.