Hold Me Tight ( boyslove)

Jevin yang menerka



Jevin yang menerka

0Setelahnya, Max seperti tak lagi peduli dengan sekitar. Makin gencar menghabisi wanita yang ada dalam pelukannya, sampai membawa erotis dalam meliuk bersama di lantai dansa. Rautnya masih sama dingin, meski bibirnya yang terlihat sesekali terbuka, membisikkan sesuatu pada wanitanya seolah menggoda hingga berakhir dalam ciuman dalam yang terlihat mesra.     
0

"Ishh... Ayolah kawan... Kita bersenang-senang untuk hari ini. Jangan menahan diri. Lihatlah satu kawan kita itu."     

"Aku masih nyaman dengan tempat duduk empuk yang menyamankan bokong ku. Sembari bersandar di punggung sofa dan hanya menikmati suasana riuh ini dengan santai," timpal Aki ringan sembari mengibaskan lengannya, mewakili penolakan dari ajakan Galang.     

Galang berdecih, hanya singkat menunjukkan kekecewaannya, karena setelahnya ia yang dengan semangat mengikuti Max yang mendahului kesenangan, menarik serupa rekannya untuk menari bersama. Aki berada di pihak yang lain, dengan Nathan yang mematung dan masih ada dalam cengkraman Jevin, menarik intens mengejutkan yang sama begitu pun dengan Tommy yang pula tak habis pikir. Melepaskan wanita yang ada dalam pangkuannya, kemudian membagi intensnya dengan Max dan Nathan. Apa ada yang salah di sini? Atau dirinya sudah tak lagi di libatkan sedikit pun di antara keduanya? pikir Tommy dengan kernyitan dalam pada dahinya.     

"Ku pikir Max adalah pria yang sangat jual mahal sebelumnya," pancing Tommy yang sesekali memberikan lirikan pada Nathan yang nampak jelas terusik.     

"Semua orang bisa saja berubah, begitu pun dengan Max. Hanya saja yang membuat ku tak habis pikir adalah kau, Tom! Demi apa pun, seorang wanita kau usir? Sungguh, ini adalah bagian dari sejarah," timpal Aki sembari menggelengkan kepala dengan bibir yang berdecih.     

Plakk     

"Sialan kau!"     

Tommy mengumpati Aki, sementara lengannya memberikan pelajaran dengan memukul bagian tempurung kepala pria bertubuh paling mungil itu. Tak habis dengan tingkah kekanak-kanakan keduanya, bahkan minuman beralkohol yang ada di hadapan mereka seperti sama sekali tak mempunyai harkat layaknya cap dewasa yang mendominasi. Tommy dan Aki bergulat di atas sofa, saling memekik saat surai keduanya yang saling berbalas cengkraman kuat di sana.     

Sementara Nathan tak mempedulikan kedua kawannya yang turut mempermalukan karena berada di lingkup satu meja. Semua orang membicarakan dan turut menertawai tak kunjung di gubris. Nathan nampaknya lebih di sibukkan dengan ucapan Tommy yang menyebut Max sama halnya dengan pria brengsek yang lain.     

Seolah bagian dalam dirinya tak menerima, bahkan sekali pun tak bisa mengendalikan dirinya yang tiba-tiba merasa gusar, masih berusaha mengenali Max yang lagi-lagi membuatnya berpikir jika pria jangkun itu telah berubah terlalu jauh. Bahkan masih jernih di ingatannya saat Max yang di kenalnya selalu memberikan peringatan padanya untuk tak bermain dengan sembarangan wanita. Namun apa kali ini? Pria itu menjilat ludah sendiri?     

Bahkan tanpa sadar lengannya terkepal erat saat netranya menangkap cengkraman telapak tangan besar milik Max yang kemarin sempat menyentuhnya. Kali ini seperti tak sedikit pun dipikir panjang, mempertontonkan langsung kebrengsekannya yang menguleni bokong besar milik wanitanya.     

"Apakah kau ikut terangsang? Lihatlah, bahkan wajah mu terlihat begitu memerah, Nath."     

Nathan kemudian tersentak. Jevin berbisik tepat di depan pendengarannya, membuat ia lagi-lagi harus menahan kesal karena remaja itu tak kunjung mengerti peringatannya untuk mengerti sopan santun.     

Membuatnya menahan setengah mati aliran darah yang menarik bulu-bulu halus di tubuhnya untuk siaga, terlebih Jevin yang lebih parahnya beringsut mendekat dengan wajah yang di susupkan pada ceruk lehernya. "Geli!" geramnya kemudian.     

Menarik diri, tanpa peduli Jevin yang tak siap itu terjatuh limbung. Menuang kembali minuman miliknya, menenggaknya sekaligus dengan bersulang bersama dengan kedua kawannya.     

Matanya yang makin memerah, seperti kemudian bumi berputar dengan lagi-lagi efek serupa pada pencernaannya yang seperti di aduk-aduk.     

"Aku ke toilet dulu, ya." beritahu Nathan pada Aki dan Tommy yang sudah tampil tak karuan setelah melewatkan satu ronde pertarungan.     

"Mau ku antar?" tawar Tommy yang kemudian di jawab gelengan kepala oleh Nathan.     

Melewati begitu saja posisi Jevin, kemudian beranjak pergi ke arah toilet yang di ketahui.     

Amat ramai pada lorong masuknya, sampai-sampai Nathan sedikit merasa takut karena kerlingan mata dari seorang pria. Apakah dirinya terlihat begitu gay hingga seorang pria yang mendekap seorang wanita saja masih menyempatkan diri untuk menggodanya?     

Krieett     

Terlebih saat ia membuka pintu kamar mandi utama, haruskah Nathan putar badan dan menampakkan dirinya pengecut di hadapan semua orang yang kompak mengambil tatapan penuh protes padanya? Bahkan tempat sejorok ini pun masih di tempati beberapa pasangan yang mesum. Suara-suara lenguhan bersahutan. Lebih terkesan kedap suara dari keramaian depan, hanya di dominasi oleh bunyi bersetubuhan mereka yang beruntun melipir ke bilik toilet.     

Plakk     

"Sial!"     

Tanpa sadar Nathan mengumpat, merasakan telapak tangan seseorang yang menepuk bokongnya dengan meremas kasar bagian daging itu setelahnya. Bahkan rasa mual akibat efek minuman keras sudah tak terasa, kala tubuhnya berbalik dan bertemu pandang dengan pria asing lain yang melecehkannya dengan tatapan lebih mesum. Kali ini beralih muak.     

Tak ada nyali atau pun sekedar tenaga untuk memberikan pelajaran pada pria yang telah beranjak menghilang dari balik pintu. Memutuskan mendinginkan pikirannya dengan keran air yang terbuka dan kedua telapak tangannya yang menakup memberikan tampungan.     

Mengangkat wajahnya yang basah terbasuh air dengan tetesan yang berlomba-lomba untuk turun. Mencengkram bagian sisi wastafel, membias dirinya pada bagian kaca dengan mimik wajahnya yang terlihat geram.     

Belum habis pemikirannya tentang niatan untuk memperjelas hubungannya dengan Cherlin, seolah datang beruntun pertanda yang membuatnya makin tak pantas untuk wanita sesempurna nona dari keluarga Nandara itu.     

Ia bukan pria yang terlihat begitu berwibawa hingga semua orang menatapnya dengan kesimpulan gagah. Bahkan kenyataan yang menampakkan sebaliknya, ia hanya seorang pria yang tak berkompeten dengan cap orientasi seksual yang berbeda sejak awal. Terlebih dengan kabar berita yang jelas masih terus beredar meski sedikit redup sekali pun.     

"Sayang sekali, kau terlalu cepat pergi hingga tak sempat menyaksikan seliar apa Max tanpa mu."     

Namun bukannya menyerah begitu saja, Jevin kembali membuat Nathan tak bisa berkutik dengan rangkulan erat pada bahunya. Mengalihkan wajahnya yang basah untuk berhadapan lurus dengan Jevin yang berada di belakang persis tubuhnya.     

"Jev, apa yang kau katakan," geram Nathan yang di tarik pada permasalah lain yang mengungkitnya.     

"Jika boleh ku tebak, dia hanya ingin menguji perasaan mu saja. Ehmm... Boleh juga idenya."     

"Apa yang kau katakan? Saat ini sudah tak ada lagi hal semacam itu. Max adalah kawan ku, sama seperti Tommy, Galang, Aki dan juga diri mu."     

"Sungguh, bagian paling mengesalkannya saat aku mampu melihat sisi lain dari ucapan mu. Kau mengatakan sebaliknya, Nath."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.