Hold Me Tight ( boyslove)

Cherlin hamil?



Cherlin hamil?

0Namun tak bisa sepenuhnya menghilangkan kepribadian, tak menutup habis kesalahan sebelumnya, menimpa kembali tumpuan buangan yang membuat Nathan makin tak nyaman di dekat wanita paruh baya yang tak ada bedanya dengan mamanya itu.     
0

"Oh, sebenarnya bukan itu yang pertama terpikirkan oleh ku. Lagipula, aku sudah mempunyai Zeno," tekan Nathan dengan pasti. Karena lebih dari pada niatan perjodohan yang di sodorkan sejak awal dengan Cherlin, ia lebih memilih perkara personal tentang kedekatan keduanya.     

Sebelumnya memang karena sebuah desakan, lambat laun Nathan yang memang tak menutup kemungkinan untuk membuka hati. Hanya ingin segala prosesnya perlahan, ia tak ingin terpengaruh cepat dan akhirnya membuatnya labil di tengah jalan dan membuat segalanya menjadi makin runyam.     

Nina yang kembali melipat bibirnya, terlihat menyalahkan bicaranya yang membuatnya mendapatkan sasaran intens tajam.     

"Oh ya... Bagaimana aku bisa melupakan bayi mengemaskan itu? Kapan-kapan, kau harus membawanya kemari. Perkenalkan lingkungan kedua mu ini supaya bisa membuatnya familiar dan nyaman."     

Nina menepuk bahu Nathan, setelahnya bangkit dari tempatnya dan menambahkan sebelum beranjak pergi.     

"Naiklah ke kamarnya langsung, ruangan kedua anak ku berhadapan, kau tak akan salah masuk, kan?"     

Sial!     

Bolehkan Nathan mengumpat dalam hati pada seorang wanita paruh baya? Setelah sebelumnya menyentil perkara orientasi seksual, nampaknya wanita itu pun tak henti-hentinya menyelipkan sebuah peringatan.     

Kenyataan karena sempat dekat dalam artian intim bersama dengan sulung di keluarga Nandara, nampaknya menjadi semacam noda yang tak akan pernah hilang walau di usahakan.     

Beranjak dengan suasana hatinya yang memburuk, kemudian berusaha mengendalikan diri saat tanpa sadar ia sudah terhenti di sebuah lorong lantai dua yang di hadapkan pada dua pintu. Ya, niatannya kali ini memang baik. Menjenguk Cherlin yang siang tadi membuatnya khawatir.     

Tok tokk tokk     

"Apakah dia sudah tertidur?" terka Nathan saat ketukan pintu lirihnya tak kunjung bersambut setelah percobaan ketiga kalinya.     

Entah apa yang membuatnya tak sopan dengan lengan yang bersiap memegang handle pintu seolah ingin menerobos masuk tanpa izin. Bukannya lekas putar badan dan beranjak pergi, yang ada malah rasa penasaran mendorongnya kuat saat suara samar-samar terdengar berselisih kala telinganya sengaja di tempelkan pada bilah pintu.     

Kriett     

Tak bisa mundur karena pandangannya terlanjur menilik intens pada dua orang di dalamnya yang terlihat masing-masing menyeruakkan kabut hitam.     

"Bangsat! Ku bilang pergilah dari ku!"     

Nathan menganga, masih tak menyangka jika kembali di suguhkan oleh pemikiran berlebihannya terhadap Cherlin dan Riki yang tengah terlibat. Lagi-lagi dengan perkara yang tak baik, wanita yang sehari-hari berucap begitu halus padanya, kali ini seolah menjadi pribadi keras dengan terus meninggikan nada suaranya, geraman marah pun bahkan menyelingi.     

"Tidak, kali ini kau tak bisa lagi egois."     

"Peduli apa kau tentang ku, eh?! Memangnya siapa diri mu!"     

"Aku adalah ayah dari bayi yang kau kandung."     

Membeku. Nathan yang dalam posisi setengah membungkuk khas penguntit itu tak sedikit pun bisa bereaksi saat akhirnya sebuah alasan membuatnya bisa memahami.     

Cherlin hamil, dengan poin pentingnya adalah Riki- sang pengawal pribadi yang menjadi sosok penyebab.     

Sudah, pemikiran yang lain pun seketika saja menghilang, tergantikan dengan masalah baru yang di tebak jauh lebih pelik.     

Pegangan tangannya pada handle pintu untuk menahannya supaya tak terbuka makin lebar dan menunjukkan kelancangannya malah terlepas, Nathan terlalu lemas, sampai-sampai tak menyadarinya. Jika saja suara perseteruan itu tak berhenti, senyap mengambil alih, karena setelahnya pendengaran Nathan jauh lebih jelas menerima panggilan yang terarahkan padanya.      

"Kak Nathan?"     

"Ishh.. Gawat!"     

Nathan meringis cemas atas posisinya, saat pandangannya bertemu tatap dengan Cherlin dan juga Riki sekaligus.     

Wanita itu nampak terkejut, namun setelahnya segera beranjak untuk mendatangi posisi Nathan.     

Kriett     

Duar     

Memberi pencegahan, Nathan langsung saja menarik pintunya supaya tertutup kembali, meninggalkan dentuman yang keras. Bersamaan dengan suara dua pintu bersahutan yang bergerak terdengar, setelahnya lebih mendebarkan lagi saat sebuah tepukan di bahunya menyentak.     

Reflek memutar badan, raut keterkejutannya nampak mendominasi wajah memerahnya, dengan napas terdengar menderu yang anehnya masih bisa menyuarakan ketidakberuntungannya kali ini.     

"Sial!"     

"Kau mengumpati ku setelah kepergok ingin menyelinap ke ruangan adik ku?"     

Nathan makin membelalakkan matanya, saat Max di hadapannya dengan penuh tuduhan, serta di sisi lain pintu yang di tahannya memaksa untuk terbuka dari dalam.     

Benar-benar di hadapkan pada pertengahan situasi yang bila bertemu akan makin memburuk. Max pasti tak akan diam saja jika melihat pria lain masuk ke dalam ruangan adiknya seperti yang di lakukan Riki.     

"Ishhh... Bangsat!" ringis Nathan begitu lirih saat sulit memilih solusi. Hingga saat lengannya yang dalam kondisi terpelanting ke belakang itu makin di kalahkan, membuat Nathan bergegas meloncat dari tempatnya dan mendorong tubuh besar Max untuk masuk ke ruangan pria itu.     

Duar     

Membanting bilah kayu pembatas itu setelah keduanya memasuki ruangan beda yang di beritahukan oleh sang Nyonya rumah. Untung saja sebelumnya pintu milik Max masih terjerembap, namun ia tak bisa melihat keberuntungan lain dalam kondisi di belakangnya. Apakah Cherlin berhasil membuka pintu dan menampakkan Riki di belakangnya pada tatapan tepat Max?     

"Hei!" Nathan kembali di buat tercekat dengan panggilan Max. Baru di rasakan pula satu sisi lengannya yang seketika seperti menarik etat ototnya hingga Nathan pun menahan mati-matian kesakitannya.     

"Ada apa dengan mu? Sekarang kau juga menjadi seseorang yang adil dengan membagi rata ruang sasaran mu?" desak Max dengan lengan terlipat di depan dada.     

Hufhh... Berarti Max tak menyadari keributan di ruangan Cherlin, kan? Atau bahkan secara sepintas bertemu tatap dengan wajah basah milik sang adik. Hanya baru kali ini, Nathan merasakan keberuntungan yang sangat berarti untuknya. Namun ia harus siap mendapatkan tuduhan macam-macam dari pria jangkun itu, kan?     

"Ti-tidak. Kau salah paham, aku bukan orang yang lancang mendatangi ruang pribadi orang lain." Nathan menggelengkan kepala, tak lama setelahnya malah meneleng pada satu sisi dengan dahi berkerut. Mengoreksi kalimatnya, yang bisa saja menjadi jalan masuk Max untuk mempertanyakan lebih detail. "Ah, maksud ku Cherlin yang mengundang datang, kami sempat mengobrol sedikit, tapi setelahnya aku pamit pergi supaya dia segera istirahat."     

Ya, lihat saja... Walau seterencana itu alasannya, Max masih saja menarik satu sudut bibirnya seolah tak mempercayai.     

"Cherlin bukan tipe orang yang bisa tidur di jam-jam awal seperti ini. Kau mengatakan seperti itu seolah-olah Adik ku tengah dalam kondisi yang kurang baik saja."     

"Itu efek keberlangsungannya, kan? Dia juga bercerita pada ku bahwa ia sulit tertidur, jadi ku pikir aku harus bisa mempengaruhinya untuk bisa mengatur jam tidur lebih awal supaya terbiasa, kan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.