Hold Me Tight ( boyslove)

Permasalahan baru



Permasalahan baru

0Alasan Nathan yang rupanya lebih tepat saat terdesak. Merasa bangga pada dirinya sendiri, walau bagaimana pun ia bisa melihat Max bungkam setelah lebih dari tiga detik.     
0

Mengikuti langkah, kemudian Nathan menempati sisi berlawanan Max yang sudah rapi dengan setelan tidurnya.     

"Kalian banyak berbincang?"     

"Ya, supaya kit- ah, maksudnya aku dan Cherlin semakin dekat dan mengenal kepribadian diri satu sama lain."     

"Oh... Masih soal perjodohan kalian berdua, ya?"     

Nathan pun membenci pembicaraan topik yang lagi-lagi di bahas. Kemudian mengulas senyum terpaksa untuk menutup keinginan terbesarnya memberenggut.     

"Ehmm... Kau sedang apa sedari tadi, kenapa tak mendengar jika ada orang asing yang berjalan di lorong depan ruangan mu?" balas Nathan yang mengalihkan topik pembicaraan.     

"Pekerjaan, memang apa lagi?"     

"Oh, ku pikir kau tak ada di rumah, tadi," cicit Nathan tanpa sadar. Namun rupanya terdengar oleh Max yang kemudian menautkan alisnya.     

"Kenapa bisa begitu? Niat mu memang sekaligus datang untuk menemui ku?" terka Max kemudian.     

"Ehm, ya? Hanya sekedar menyapa. Seperti yang kau katakan kemarin malam, kita kawan, kan?" kekeh Nathan yang entah mengapa begitu puas saat melihat Max menelan ludah kasar sembari denyutan otot di dahinya nampak menonjol. Pria yang selalu tampil rapi itu tengah menahan kesal?     

"Prasangka mu jika aku tak ada di rumah, memangnya kemana?"     

"Di sebuah hotel? Mengungkung seorang wanita bertubuh sintal dengan payudara yang besar?" Nathan mengikuti gerak-gerik Max kemarin, mengatakan detail mesum yang kemudian menarik raut wajahnya dengan bibir terkatup yang mendesis. "Aku hanya memperkirakan saja, pelac*ur itu pasti sangat senang saat mendapat panggilan dari mu lagi?"     

"Jadi, kau mengingatkan ku?" tekan Max yang nampak terpancing dengan cara tipuan sama yang menjadi senjatanya.     

"Loh, tidak... Aku hanya mengingat ucapan mu kemarin saja."     

"Jadi, kau tak masalah akan hal itu?"     

"Kenapa aku? Ah, seperti yang kau katakan juga, pria terbiasa dengan perselingkuhan, kan?"     

Kemudian Nathan pamit pergi dengan langkah mendekat bersalaman layaknya persahabatan anak muda.     

Ia sudah terlalu jauh bicara, hingga tanpa di sadari niatannya sudah melebar pada tujuan lain.     

Menghentikan sejenak mobilnya di pinggir jalan, kemudian menjatuhkan kepalanya pada setir kemudi. Di pusingkan masih dengan perkara dua bersaudara itu, Max yang terus memancing, dengan Cherlin yang saat ini tengah hamil?     

*****     

Beransur sampai keesokan harinya, bahkan Nathan yang tak bisa tidur dan lebih memilih menonton serial pada layar tabletnya masih di selingi dengan Zeno yang tiba-tiba saja terbangun dan menangis keras. Akibatnya rasa pening kemarin malam bertambah parah, kantung matanya bahkan semakin menjelas membuat rupanya sangat mengerikan, sampai-sampai Jevin datang hanya untuk meledeknya, "Ingat, di dekat mu ada seorang bayi yang dengan insting kuat nya bisa mengamati perbuatan buruk mu. Kau tengah terangsang parah hingga melihat video panas ya, Nath?"     

"Sial!" Nathan mengumpat, saat dengan lancangnya Jevin menepuk bokongnya sebelum pergi.     

Kemudian berbisik, "Ada pria muda yang ada di seberang ruangan mu, kau tak perlu menyulitkan diri sendiri. Sungguh, aku akan sangat dengan senang hati memuaskan lubang belakang mu yang berkedut?"     

Belum saja pikirannya mereda akibat semalam, Jevin yang datang malah menggoda dengan prasangka konyol.     

Rasanya tak perlu menceritakan detail keributan tadi malam saat Jevin masuk ruangannya dengan lancang. Amat sangat bertepatan dengan serial yang menyajikan adegan dewasa. Salahnya bukan pada volume yang terlalu tinggi, hanya saja saat tubuhnya mematung dengan Zeno yang kompak terdiam menarik sunyi.     

"Eunggh..."     

Desahan seorang wanita malah seperti memberikan pancingan. Dengan secepat kilat Jevin mengambil alih Zeno dari gendongan Nathan, kemudian membuat terpekik saat remaja itu tanpa perkiraan melempar tubuh saudara sambungnya di atas ranjang. Di susul cepat dengan dekapan erat yang jelas membuat risih.     

Entahlah, Nathan bahkan tak bisa sekaligus merasa lega saat akhirnya Jevin yang di antarkannya sekolah itu beranjak pergi dari dekatnya. Sungguh, masih benar-benar terbeban tentang perkara Cherlin, terlebih saat belum tepat waktu makan siang, wanita itu datang dan membuat fokus pekerjaannya terputus.     

Seperti biasa, duduk di kursi nyaman dengan Cherlin yang ada di posisi dekatnya dengan begitu rapat, sementara hal berbeda mendatangkan sekalian posisi satu kursi yang di tempati seseorang di sana.     

"Jadi, kalian bersama?"     

Nathan langsung menembak tepat tanpa basa-basi, menyentak keterdiaman Cherlin yang sedari tadi menundukkan kepalanya dalam.     

"Kak Nath..."     

"Tidak."     

Cherlin mencicit lirih, sementara di saat bersamaan jawaban tegas Riki yang menolak membuat Nathan lebih tak habis pikir.     

"Lalu, kemarin malam aku hanya salah dengar dan salah melihat?" terka Nathan yang mulanya menyangka mereka berdua akan kompak berkelit.     

"Aku tak ada hubungan sama sekali dengan, nona. Hanya saja, suatu hal terjadi, bermula saat pesta perusahan waktu lalu."     

"Maksud mu, saat aku dan Cherlin yang..." Nathan membelalakkan matanya, kemudian menghentikan ucapannya yang tak pantas saat mendetail kejadian hari itu dengan terlalu jelas. Ya, yang pastinya saat Nathan yang hanya bisa pasrah menurut atas keinginan Cherlin yang ingin memadu kasih. Tak jahat bila Nathan merasa beruntung saat Max dan Riki yang tiba-tiba saja datang, kan?     

Ah ya, namun lebih buruknya lagi saat muncul benih langsung dari keterlibatan Cherlin dan sang pengawal pribadinya.     

"Benar."     

"Itu sebuah kesalahan, sudah ku katakan aku tak ingin ada jejak orang yang ku benci ada di dalam tubuh ku."     

Ya, sudah di tebak Nathan jika keadaan kembali menariknya pada perdebatan. Saat Riki hanya membenarkan tebakan Nathan, secara bersungut-sungut Cherlin malah menimpal dengan nada tinggi akibat emosi.     

"Jangan coba main-main. Dia juga milik ku."     

"Aku yang menanggungnya. Dan secara apa pun aku tak bisa menerima ini. Ku pikir menggugurkannya adalah jalan terbaik."     

"Lin! Dia adalah anak ku!"     

"Tapi aku tak sudi untuk memilikinya, terlebih bersama mu!"     

"Ku pikir kita bisa mendiskusikannya baik-baik," sela Nathan yang setelahnya harus kembali bertopang dagu, Cherlin yang masih menunjukkan kebenciannya pada Riki malah tersalur padanya dengan lengan yang terlalu mencengkram erat bekas kesialannya tadi malam yang membekas.     

"Jika saja dia tak terus-terusan mendesak ku untuk mempertahankan benihnya."     

"Lin, ku mohon..." sungguh-sungguh Nathan sampai dengan balas tangannya yang memberikan genggaman untuk menenangkan wanita yang terus bersuara tinggi itu.     

"Dia jahat, kak. Dia hanya berusaha menjebak ku malam itu. Sudah ku katakan jika aku tak mau."     

Kemudian Cherlin mencicit dengan tetesan air matanya yang mengalir turun dengan begitu deras. Nathan yang mendengarnya jelas langsung beralih menatap Riki dengan intens tajam.     

"Kau memaksanya, Rik?"     

"Ya, karena aku terlalu cemburu melihat kalian dengan sentuhan intim."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.