Hold Me Tight ( boyslove)

Ego serupa



Ego serupa

0"Lihatlah, dia memang gila!"     
0

Cherlin menggeram marah, saat dengan terang-terangan Riki mengakui alasan dari perbuatannya dengan raut datar seolah sedikit pun tanpa rasa bersalah. Bahkan sampai begitu histerisnya, wanita itu terlihat sangat sulit untuk sekedar bernapas dengan benar. Isak tangisnya begitu menderu dengan tubuh yang seketika merangkul Nathan untuk mencari tumpuan.     

Melihatnya, jelas saja membuat Riki makin hancur. Ungkapan hatinya dari yang terdalam, seakan sama sekali tak di anggap sebagai suatu hal yang penting untuk sekedar di dengar. Egonya sebagai seorang pria yang sedikit pun tak menghendaki kedekatan wanitanya dengan sang lawan, membuatnya murka kemudian beranjak dari tempatnya dan menarik Cherlin dengan sentakan kasar.     

"Akhhh... Hikss... Lepaskan aku, brengsek!" umpat Cherlin saat Nathan lepas tenaga, menyerahkan secara langsung rampasannya pada Riki yang mencengkram lengan atas wanita itu dengan begitu kasar.     

Matanya bahkan sudah sangat memerah, terbakar sejadinya saat mendapati wanitanya meronta memohon untuk di lepas.     

"Sudah ku katakan, aku mencintai mu, Lin! Aku memang tergila-gila pada mu sampai-sampai akal sehat ku hilang saat itu," tekan Riki yang nyatanya terus saja berharap.     

Namun nyatanya keras hati Cherlin untuk bisa membuka jalan pada sosok pria yang di hadapannya itu tak sedikit pun bisa meleleh walau berupa celah sempit. Sampai akhirnya Riki yang seteguh itu pun berubah sama sekali tak bertenaga, kedua lengannya beruntun terlepas, bagaikan senjata ampuh yang menembaknya mundur saat wanita yang begitu di gilainya beranjak dan kembali pada dekapan seorang pria lain yang di anggapnya sebagai pelindung yang aman.     

"Tidak. Kak Nath... Tolong aku... Hiksss..."     

"Aku harus apa, Lin? Sungguh, aku tak bisa memikirkan solusi apa pun."     

Nathan yang ada di pertengahan keduanya sama sekali tak bisa berpikir apa pun. Cherlin yang bahkan terus memohon untuk meminta perlindungan, di lain sisi Riki yang nampak begitu tulus dengan cinta dan penebusan kesalahannya.     

Bahkan harusnya ia tak di libatkan dalam kejadian ini jika saja malam itu ia tak terlalu lancang dan membuka kamar Cherlin tanpa permisi. Seketika saja kepalanya pecah, serangan yang di hadapkan padanya sama sekali tak bisa membuatnya bergerak menentukan arah.     

Hingga sampai seperti sebuah keputusan final yang menghancurkan hati Riki menjadi sebuah kepingan tak berharga, saat dengan ringannya Cherlin memberikan putusan.     

"Kak... Kita memang gagal bertunangan, hanya saja perjodohannya sudah pasti, kan? Ku pikir mereka tak akan bermasalah jika segalanya di percepat. Hikss... Termasuk sosok teman untuk Zeno?"     

******     

Membuka pintu kamarnya dengan kepala tertunduk lesu. Sembari lengannya yang melonggarkan lilitan dasi yang mencekiknya begitu ketat hingga membuat pernapasannya seperti terganggu.     

Langkahnya bahkan nampak sempoyongan, desahan gusar terus menemani sepanjang perjalanan, hingga akhirnya seperti sebuah kejutan yang membuat jantungnya kembali berdebar dengan amat kencang saat mendengar suara pekikan tertahan. "Ya Tuhan! Maafkan saya, tuan!"     

Nathan kemudian membatu di pertengahan ruangannya, mengalihkan pandang dengan tenggorokannya yang di basahi saat secara tak sengaja netranya bertemu dengan bulatan payudara besar yang tengah di nikmati oleh bayi mungilnya itu.     

Srekk     

Terdengar kasak-kusuk dari gesekan kain, di tebak bunyi jepretan bahan karet dari tali bra yang tergesa di benahi oleh wanita yang menjadi ibu. susu untuk Zeno.     

Menghembuskan napas panjang saat tanpa sadar Nathan menahan karbon dioksida pada paru nya terlalu lama. Anggis- wanita pengasuh Zeno ada di hadapannya setelah tak berapa lama. Begitu formal, bahkan wajahnya yang nampak merah padam masih sempatnya untuk membungkukkan badan.     

Nathan yang kali ini terlalu bodoh, bagaimana bisa ia melupakan jika kamarnya bukan lagi secara penuh menjadi miliknya pribadi? Akibat yang harus di terimanya, menambah pacuan jantungnya makin menggila akibat situasi asing yang kemudian secara cepat membuatnya terliputi kecanggungan.     

"Kau boleh pergi jika sudah selesai, aku ingin bermain bersama Zeno."     

"Ba-ik tuan, saya permisi."     

"Ya," balas Nathan singkat setelahnya. Menyelesaikan masalah kecil, saat pintu akhirnya di tutup oleh Anggis.     

Meletakkan jas luarannya yang sebelumnya tersampir di lengan pada kaki ranjang, menumpuknya sekaligus dengan tas miliknya.     

Senyum kemudian terukir di wajah lesunya, saat pandangannya bertemu tatap dengan bayi mungil yang seolah menyambutnya.     

Perlahan mendekat, mendudukkan dirinya di pinggir ranjang dengan jemari yang begitu hati-hati mengusap kain yang melilit sekujur tubuh bayi Zeno.     

"Hai, Lis. Apa kabar mu?" lirih Nathan setelah melihat gambaran Zeno yang begitu membuatnya merindu.     

"Mata mu amat mirip dengan ibu mu, Zen, nampak sangat hitam dan berbinar. Jika kau sedikit bisa mengerti pasti kau akan dengan mudah membujuk ku, seperti sama persis yang di lakukan oleh ibu mu. Dan aku sangat yakin jika kau akan menjadi bagian terpenting dalam hidup ku, seperti dirinya."     

Tiba saja saja Nathan teringat wanita yang menjadi sahabat baiknya itu. Begitu merindu dengan segala memori detail Lisa yang perlahan mendekat hingga nyaris menghapal setiap gerak-gerik atau bahkan tingkah lakunya sekali pun. Sebagai wanita yang sangat ahli, bahkan tak heran jika bisa saja wanita itu bisa menebak kegundahannya saat ini. Ya, jika saja Lisa masih ada di sisinya.     

Seakan sudah tergantung, bahkan karena masalah kehamilan Cherlin membuat kepalanya nyaris meledak.     

Jika saja Lisa masih ada di sisinya, mungkin saja saat ini dirinya tak lagi bersedih karena wanita itu dengan senang hati akan mengeluarkan usaha kerasnya untuk menghibur. Namun kali ini Nathan memang benar-benar merasa dirinya seorang diri, selayaknya tak mampu untuk mempertahankan segalanya walau terdesak kehancuran yang bisa saja menyelamnya sekaligus.     

Ingatannya masih pekat pada kejadian siang tadi, dimana pertengkaran hebat antara Cherlin dan Riki.     

Sang pria yang begitu mencintai, masih di pikir Nathan beresiko buruk jika Cherlin terus-terusan di desak paksa untuk berada di sekitaran pria yang menurut wanita itu sebagai sosok jahat yang membahayakan.     

Untuk pertama kalinya Nathan mengambil keputusan, berlakon kejam dan sebagai seorang pahlawan bersamaan saat Cherlin akhirnya di bawa pergi dengan tatapan nanar Riki yang mengikuti.     

Nathan mengetahui dengan pasti jenis kedekatan seperti keduanya. Ego yang mengambil alih sepenuhnya, sama persis kejadiannya dengan Max lalu. Memang seperti tak ada jalan keluar jika di bumbui dengan rentetan permasalahan yang menarik sekaligus, terlebih saat ini menyangkut nyawa seseorang.     

Kemudian mencurahkan dirinya tak berdaya, membaringkan posisi setengah badannya tepat di samping Zeno.     

"Lis, apa yang harus ku lakukan, tak mungkin aku membiarkan kejadian lalu terulang kembali pada orang lain, kan? Bagaimana aku bisa membiarkan harapan hidup sebuah nyawa terputus begitu saja? Walau pun aku mengetahui cara menyelamatkannya?"     

Nathan yang memang tipikal pemikir keras, membuatnya sampai tak bisa mengistirahatkan dirinya dengan benar walau berkali-kali mulutnya sudah menguap dengan netra memerah dan terasa begitu panas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.