Hold Me Tight ( boyslove)

Di curigai?



Di curigai?

0Max jelas bukan bagian dari semua orang yang menarik senyumnya yang terlalu lebar. Suasana hatinya tak berubah, bahkan semakin hari seperti membeku dengan kemustahilan untuk kembali mencair seperti momen indah yang sempat di rasakannya.     
0

Nathan di sana, dengan tak ada hatinya menunjukkan kemesraan bersama dengan Cherlin di depan matanya.     

Sungguh, ingin rasanya ia bergerak cepat dan menjadi penghalang tembok besar untuk keduanya. Bila perlu pemikiran posesifnya di lakukan, mengurung Nathan dalam bilik pribadinya tanpa membuka sedikit pun cela untuk menjauh darinya walau satu jengkal.     

Pembicaraannya dengan Riki pun menjadi semakin tak fokus, terlebih saat Nathan yang nampak begitu perhatian pada Cherlin dengan cara berlebih.     

Bukannya tak senang sedang kebahagian orang tuanya, hanya saja tak bisa di pungkiri jika ia ingin sekali meninggalkan tempat yang membuat kuasanya secara langsung tak mempan. Hanya seolah menjadi penonton yang terpenjara pada satu bagian drama yang di benci, membuat pandangannya yang sesekali penasaran malah seperti di balas menancapkan belati di dadanya hingga menyisa perih.     

Ruangan yang di buat temaram, dengan musik berirama romantis yang menggerakkan tubuh beberapa pasang kekasih di sana.     

Jelas terkecuali dengan dirinya yang mengambil tempat tersembunyi, ponsel yang sesekali menjadi perhatiannya, di rasanya lebih baik untuk mengalih fokusnya sejenak dengan cara yang paling ampuh, pekerjaan. Ya, jika saja seseorang tak menemukannya dan memutus waktu kesendiriannya begitu saja.     

"Malam ini rasanya sangat indah sekali, bisa melihat kebebasan jelas yang seperti di buka oleh ibu mu dengan rencananya penuh gairah."     

Max mengalihkan pandang, kemudian menampakkan raut tak kondusif dengan otot-otot di wajahnya yang seketika saja mengetat.     

Lea mendekat padanya, membuat Max risih hingga menepis lengan wanita itu yang coba menyusup. Namun meski pun begitu, agaknya tak terlalu berpengaruh pada Lea yang malah balas mengulas senyum, mengabaikan depakan secara tak langsung dengan lebih menyebalkannya membisik,     

"Ibu mu yang kuno ternyata bisa berubah agresif seperti tadi. Membuat ku ingin meloncat lebih tinggi jika kriterianya sudah berubah seperti itu, kan? Menjadi lebih berani dari ibu mu yang naik satu tingkat, membuat ku berpikir untuk membebaskan seluruh tubuh ku dari kain yang terlalu ketat melingkup ku dan meliuk bebas dengan gerakan erotis sebagai pelampiasan lebih berani. Menurut mu, apakah sepadan?"     

Max makin mengetatkan rahangnya, saat kali ini tersirat bahasan sang ibu yang di anggap Lea terlalu berlebihan. Namun lebih di garis bawahi, nyatanya Max lebih memilih mengomentari keinginan Lea yang terucap. "Berarti kau tak waras jika keinginan mu untuk menunjukkannya di depan semua orang."     

"Oh, jelas tidak Max... Kenapa kau tak memahami kode keras dari ku? Aku mengundang mu untuk datang ke ruangan ku, sayang..."     

Max kemudian menyentak kasar lengan milik Lea yang semakin bergerak turun menyelasar tubuh bagian depannya. "Brengsek! Kau sudah terlalu mabuk." maki Max dengan mendongakkan kasar dagu milik wanita itu.     

Mengambil gelas dengan isinya yang tinggal sekali teguk, menyingkirkan jauh-jauh dari Lea yang berusaha melompat untuk mengambilnya kembali.     

Jelas saja tak mendapatkannya, dengan cepat Max menegak sisanya dan mencengkram pergelangan tangan Lea saat wanita itu hendak beranjak pergi mencari pengganti untuk minumannya.     

"Isshh..." Meringis kesakitan, Lea pun memberontak meminta di lepaskan.     

Namun yang ada Max malah makin keras, menyentak tubuh limbung wanita itu hingga membuat keduanya seakan bertarung dengan dagu yang saling terangkat tinggi.     

"Kau sudah sangat mabuk, aku akan mengantarkan mu pulang!"     

Lea berubah semakin kesal, balas balik menghempas lengannya sampai kungkungan Max terlepas. Membalas sama tajam, bahkan sekaligus membinasakan raut membujuknya sesaat lalu. "Kau terlalu berlebihan, aku tak mabuk. Bahkan masih cukup sadar untuk mengungkapkan keinginan ku," tekan Lea yang seperti semakin menggila. Di tengah keramaian acara keluarga, dengan beraninya wanita itu berlaku jalang. Kaki jenjangnya yang terekspos dijulurkan menempel erat pada cela berdiri gagah Max dengan lututnya yang menggesek titik kejantanan milik pria itu.     

"Aku sedang tidak ingin di ganggu."     

Bentak Max dengan suaranya yang menggeram. Jika saja hanya keduanya yang berhadapan, bisa saja Max yang tanpa memikirkan nurani mematahkan kaki lancang milik Lea yang mengusik itu.     

"Oh ayolah, Max... Ini adalah malam istimewa untuk keluarga mu, tidakkah kau ingin belagak mesra dengan ku seperti yang di lakukan oleh Nathan dan adik mu saat ini?"     

Max menarik pandang pada Lea, memberikan tatapan tajam tak peduli telah mencabik-cabik wanita itu akhir-akhir ini.     

"Bukankah sudah ku peringatkan pada mu untuk tak mencampuri urusan ku? Apakah kau berusaha untuk menantang ku, ingin merasakan bagaimana sebenarnya kemurkaan ku, eh?!"     

Lea merintih kesakitan, bahkan matanya yang memerah, hampir saja mengeluarkan air mata saat Max yang memang seperti tak lagi memandangnya berharga seperti dulu. Di saat bersamaan, hatinya bahkan bergemuruh merasakan lava panas yang meletup-letup atas bagian dari kebenciannya terhadap Nathan yang menjadi perkara.     

Kemudian lagi-lagi di paksa mundur oleh keadaan, menolak mentah-mentah bentuk sisa terkecil perhatian Max yang ingin mengantarkannya pulang. Namun meski pun begitu masih saja tak mempunyai kuasa untuk sekedar menolak putusan pria itu setelahnya.     

Setelahnya meninggalkan pesta yang belum sepenuhnya usai. Menghempaskan tubuhnya jatuh bersandar di punggung kursi mobil miliknya. Lengan terbuka, menutup parasnya dengan tangis sesegukan.     

Tubuhnya memberontak saat tampil lemah dan merasa terasingkan dimana pun. Menendang kakinya ke sembarang arah, tanpa peduli rasa sakit yang di rasa saat benda tumpul mengenainya.     

Sampai akhirnya gerakannya terhenti, seseorang menempati bangku kemudinya dengan pandangan datar yang anehnya tak sergap melakukan apa pun.     

Sampai-sampai membuat dahi Lea berkerut dalam saat sebuah lengan terjulur ke arahnya berniat untuk menjabat. "Saya Riki pengawal nona Cherlin, akan mengantarkan anda dengan selamat sampai tujuan."     

*******     

"Huekkk... Huekkk...."     

Cherlin bangun pagi dengan kondisi tubuh yang amat parah. Sekujurnya seperti lemas, hingga saat dorongan kuat untuk muntah harus di usahakan begitu keras supaya bisa lari dengan cepat ke arah kamar mandi.     

Kedua netranya bahkan baru saja terbuka dengan sambutan denyut kepala yang luar biasa menyakitkan. Tubuhnya otomatis limbung, hampir saja memperburuk hari saat selimut membelit yang bisa saja membuatnya jatuh terjerembap.     

"Huekk... Huekkk...."     

Mendorong kuat rasa yang mengganggu di kerongkongannya, namun tak sedikit pun membuahkan hasil, hanya cairan bening yang keluar seperti biasanya.     

Bahkan lengannya yang masih mencoba untuk memijat belakang tengkuknya sendiri. Sampai usahanya terputus oleh pendengaran tajamnya yang menangkap pergerakan lancang memasuki wilayahnya.     

"Bangsat! Siapa yang mengizinkan mu memasuki kamar ku lagi, eh?!" maki Cherlin saat terlintas dalam bayangannya hanya Riki yang akan menjadi pengganggu. Lengannya bahkan mencengkram sisi wastafel terlalu erat. Bersiap memutar badan dan segera memberikan hantaman keras tepat di wajah menyebalkan pria itu.     

"Ada apa dengan mu?"     

Cherlin kemudian terbelalak, emosinya seketika saja meredam bergantikan dengan kecemasaan saat pandangannya menatap sosok lain dari balik bias kaca.     

Otomatis membalikkan tubuh, meneguk ludahnya kasar dengan napasnya yang menjadi memburu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.