Hold Me Tight ( boyslove)

Tak tergapai



Tak tergapai

0Seakan masih memegang senjata untuk menghentikan pergerakan Max, tanpa pertimbangan Nathan pun kemudian memperjelas. "Lagi pula apa masalahnya jika aku dan Cherlin mengambil kesempatan di kala pertengahan siang? Toh, aku dan adik mu memang di jodohkan sedari awal, kan? Kita saling bermesraan, terlalu menikmati hingga tak sadar batas diri. Wajar saja jika aku mendapatkan anak darinya. Toh, cepat atau lambat aku akan menikahinya. Tak ada permasalahan tentang waktu untuk bisa memiliki buah hati bersama dengannya."     
0

"Bangsat!" Max hampir saja melayangkan tangannya untuk menampar Nathan. Jika saja pria itu tak makin menantang dengan dagunya yang makin terangkat tinggi.     

"Tampar saja kalau berani. Sampai beberapa kali pun aku tak mempermasalahkannya," sergap Nathan dengan telapak tangannya sendiri yang menepuk kasar sisi wajahnya yang di sediakan.     

Max jelas saja makin mengetatkan rahangnya, beringsut menjauh dengan lengan terangkatnya yang di banting jatuh. "Hahh!" teriak Max meluapkan emosinya. Meringkuk tubuh seolah begitu rapuh, kemudian mencengkram surainya dengan menarik kuat seakan bisa saja tercabut sekaligus dari kulit kepala.     

Nathan yang melihat Max, hampir saja tertarik pada kesedihan yang sama. Pelupuk matanya hampir saja tak kuat untuk sekedar membendung air mata yang mendesak ingin keluar.     

Namun lagi-lagi segera di tepis, Nathan tak ingin menghapus kepercayaan Cherlin terlebih dalam masa-masa sulit wanita itu kali ini. Mengorbankan Max juga dengan kepahitannya merasakan cinta tulus untuk pertama kalinya.     

"Tentang apa marah mu ini, kau yang mendapati adik mu telah di rusak, atau kau yang tak bisa menerima kenyataan jika aku sudah benar-benar melarikan diri dari cengkraman mu?"     

*******     

Sementara di sisi lain, Lea melengos malas saat langkahnya terhalang oleh seorang pria. Di koridor rumah sakit bagian khusus vvip yang begitu sepi, sementara wanita itu tak bisa keluar saat langkahnya terus satu di ikuti.     

"Brengsek! Apa mau mu, eh?!" Sampai kesabarannya pun habis. Melipat lengannya di dada, sembari dagu terangkat tinggi menantang jawab pada seorang pria yang ada di hadapannya kali ini.     

"Sebenarnya apa maksud anda mengatakan jika anak yang di kandung nona Cherlin adalah milik tuan Nathan?" tanya Riki dengan kesan datarnya yang menjadi ciri.     

Sementara Lea yang merasa di desak dengan balasan, tanpa rasa bersalah lantas berdecih. "Lalu, mau mu ingin aku mengatakan jika kau adalah pelaku pemerkosaan dari nona muda keluarga konglomerat Nandara?"     

Lea kemudian menertawai, perlahan melangkahkan kakinya mendekat dengan gaya paling anggun. Netranya bahkan menjelajah tampilan dari sekujur tubuh pria yang mengenakan seragam khas berwarna hitamnya itu. Menepuk pelan bahu milik Riki beberapa kali. Meninggalkan kibasan lengannya seolah menyapu sesuatu kotor yang tak semestinya ada dalam diri seorang pengawal seperti Riki.     

"Apakah kau mengharapkan hal lebih dari keberhasilan mu menanamkan benih di dalam kandungannya?"     

"Tidak, hanya saja saya tak mengharapkan jika anda melempar tanggung jawab yang tak seharusnya pada tuan Nathan."     

Lea menarik otomatis garis wajahnya menjadi begitu datar, bibirnya yang bahkan mengulas seringai sebelumnya berikut musnah. "Lalu apa masalah mu selain kau yang tak punya harga untuk sekedar naik tinggi menyamai Cherlin? Apakah aku salah jika menghentikan pemikiran buruk lain dengan mengumpan seseorang? Bahkan Nathan nampaknya tak terlalu keberatan untuk itu, kan?"     

"Saya pikir bisa mempercayai anda saat itu," lirih Riki yang merasa sangat menyesal karena malah di mana ia yang tanpa sadar mencurahkan kisah kedekatannya dengan sang nona saat Lea terus saja memancing. Membodohkan dirinya, saat begitu saja mempercayai tabiat asli Lea yang nampak begitu culas saat ini.     

Bahkan masalahnya seperti menjadi sebuah lelucon untuk Lea yang masih saja menyempatkan dirinya untuk tergelak.     

"Berarti peran yang ku mainkan berhasil untuk menipu mu, ya? Haha... Apakah saat ini kau menyesal?"     

"Lebih ingin merencanakan sesuatu yang buruk untuk anda," timpal Riki dengan begitu dingin. Sorot matanya bahkan menyatakan sebuah keseriusan yang tak sedikit pun malah membuat Lea merasa takut.     

"Coba saja. Lagi pula apa yang bisa kau lakukan jika semua orang tahu kau yang menjadi penyebab hancurnya masa depan putri kesayangan mereka?" Lea mempertanyakan. Lantas menggelengkan kepala dengan bibirnya yang berdecih saat tak sekalipun Riki beranjak untuk membuka mulut. "Sungguh, ku yakin kau tak kan seberuntung itu mendapatkan kebaikan dari keluarga Nandara selain hanya makian dan beberapa orang berotot yang akan di perintahkan untuk melenyapkan mu saat itu juga. Kisah mu tak akan berakhir dengan begitu mudah dengan harapan mendapatkan cinta Cherlin, alih-alih jarak batas yang makin mustahil saat kau yang paling bagus mendekam dalam penjara dalam kondisi sekarat."     

"Sepertinya anda tak memahami bagaimana hati bisa mengubah segalanya."     

"Hahah.... Maksud mu kau yang masih menyangka jika Cherlin juga balas mencintai mu? Bukankah itu terlalu konyol? Kau pikir hidup ini seperti di negeri dongeng dengan segala kemustahilan yang bisa terjadi? Sungguh, anggap saja jika aku bodoh dan menyetujui anggapan mu tentang cinta, lalu bisa kau jelaskan cara kerjanya tentang bagian penyamarataan status? Keluarga Nandara tak sedermawan itu untuk mempersembahkan aset mereka yang begitu berharga pada pria seperti mu."     

Lea menunjukkan Riki, lewat dari ujung kaki sampai kepala untuk membuat pria itu setidaknya kembali berkaca. Juga dengan tepukan sisi wajah datar Riki dengan punggung tangan wanita itu dengan rautnya yang begitu mengerikan. "Hati-hati, memanjat terlalu tinggi membuat mu akan hancur saat angin kencang atau bahkan badai menghadang dan akhirnya membuat mu jatuh."     

Brakk     

Lea menabrak sisi bahu Riki yang menjadi diam tak berkutik. Langkahnya sudah akan makin jauh, namun segera membalik saat satu hal tertinggal dan belum sempat tersampaikan. "Ah ya, bukankah secara harfiahnya kau berhutang budi pada ku? Sungguh, karena aku wanita yang begitu baik, aku akan memaafkan mu saat sesaat tadi kau berani mengancam ku."     

Menarik seringai saat kepala Riki yang kali ini terlihat jatuh tertunduk. Lea yang sudah bosan berada dalam keheningan basa-basinya dengan Cherlin pun memilih mencari seribu alasan untuk undur diri. Melambaikan tangan, pada Riki yang masih tak membalikkan pandang padanya. Menampak makin ceria saat drama mengasikkan menguntungkan posisinya dalam satu waktu.     

"Sampai jumpa, pria malang!"     

Bagian yang di benci adalah saat Riki terus di sadarkan pada posisi rendahnya. Bahkan layaknya sesuatu hal yang mustahil di dapatkan walau sekeras apa pun ia berusaha.     

Mulanya hanya keyakinan cinta yang di rasakan lewat pandangan Cherlin, membuatnya makin tak terkendali saat beberapa kali wanita itu dengan percuma memberikan celah sempit untuknya bisa menyusup. Dirinya hanya bermaksud tak terlalu jauh, namun agaknya memang hatinya terlalu tak sadar diri untuk menyematkan nama panjang seorang wanita yang bukan dari golongan sederajatnya.     

Riki jatuh cinta pada seorang wanita aktif yang begitu ceria. Membuatnya makin hilang dari niatannya untuk kerja sebaik mungkin sebagai penjaga, alih-alih menggunakan hati untuk kepastian keselamatan wanita itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.