Hold Me Tight ( boyslove)

Ketakutan berlebih



Ketakutan berlebih

0.... Waktu itu kau, Ilham, dan Rian bertemu, apa yang terjadi? Maksudnya, apakah kau baik-baik saja?" tanya Lisa dengan nada suaranya yang terbata-bata. Bola matanya yang tiba-tiba saja memerah itu bahkan nampak meliar tak fokus.     
0

"Aku yakin kalau sudah tak lagi mempunyai cinta untuknya. Jika itu Ilham, entahlah... Setelah kami semua pergi, Ilham memilih tinggal, ku rasa memang mereka ingin menjelaskan kembali hubungan yang terhalang oleh ku?"     

Lisa tak menanggapi ucapan Nathan selanjutnya. Wanita itu nampak menarik kedua sudut bibirnya kaku, sembari posisi beralih untuk membelakangi pria itu.     

Memeluk Lisa dari belakang, lengan Nathan yang menyusup pun memberi usapan lembut pada perut menggembung yang menyembunyikan keponakan yang di idamkan.     

Kekuatan positif yang langsung tersalurkan, rasa gelisah di hati pria itu perlahan mulai memudar. Sampai-sampai bersuara, mewanti kehati-hatian pada sang pelindung satu-satunya. "Kau harus berjanji untuk menjaga keponakan ku sampai waktunya nanti ia lahir ke dunia. Aku ingin ia menjadi kekuatan kita untuk melanjutkan hidup, Lis."     

Lisa yang mendengar Nathan berbicara dengan penuh ketulusan, tanpa sadar membuat wanita itu terharu hingga meneteskan air mata.     

Nathan sangat menyayanginya, membutuhkan kehadirannya yang sampai menaruh prioritas semacam ketakutan itu di setiap waktu. Nathan begitu tulus untuknya, sampai-sampai ia merasa semakin ketakutan saat rahasia yang diketahuinya sejak awal menjadi semacam beban. Ia takut jika kapan pun itu terbongkar akan membawanya pada kekecewaan Nathan. Ia takut jika pria itu tak akan bisa lagi mempercayainya. Setelah peringatan tak henti pria itu untuk tak lagi kembali terjebak pada luka lama yang di buat oleh bajingan gila yang meletakkan benih pada kandungannya.     

Setelah itu, apa yang bisa ia lakukan jika seorang diri? Ilham sudah tak lagi termasuk dalam hitungan, apakah ia akan kembali pada kesendirian yang membawanya kembali putus asa? Sedih berkelanjutan, tak mempunyai sedikit pun semangat untuk hidup, kemudian menenggelamkan dirinya pada kubangan dosa lebih dalam untuk menolak kesempatan hidup yang di berikan padanya?     

Malam itu, Lisa sama sekali tak bisa tertidur pulas. Pikirannya di penuhi dengan prasangka berlebihan yang membawanya terus larut dalam ketakutan. Tubuhnya yang sampai bergetar, mengusahakan isakan tak akan keluar dari bibirnya yang di gigit kuat.     

Apa ia harus tetap diam saja? Membuatnya berada dalam posisi yang sama sekali tak menguntungkan. Menunggu waktu untuk membuatnya terusir dari kisah? Tidak, setidaknya ia harus bertindak sesuatu, kan?     

Waktu berjalan begitu cepat, bahkan Lisa yang sama sekali tak bisa tertidur walau sedetik pun di paksa untuk beranjak dari tempat tidur.     

Mengabaikan pening di kepalanya, lemas di tubuh pun di hiraukan dan tetap di paksa untuk berkutat di dapur.     

Sampai akhirnya sebuah pelukan di rasakannya, menyentak lamunan wanita itu. "Tinggal sedikit lagi, kau tunggulah di sofa saja."     

"Tidak, aku hanya ingin menganggu mu saja."     

Lisa terkekeh, rasa senang di hatinya mendapati Nathan kembali bersemangat dan manja padanya lagi.     

Sampai akhirnya menu sarapan khas tersaji, di santap Nathan dengan rakus.     

Lisa yang hanya mengamati, miliknya sendiri sampai terabaikan karena Nathan. Lengannya yang tertangkup, saling memilin jari saat rasa ragu menyelimuti.     

"Mau kemana dengan dandanan rapi pagi-pagi begini?"     

Lisa tersentak, nyatanya Nathan peka untuk memulai percakapan. "Ekhem!" Membasahi tenggorokannya, memposisikan hadapnya persis pada Nathan yang telah menghabiskan sampai suap terakhir. "Apa ingin jalan-jalan, bisakah kau mengizinkan ku?" lanjut Lisa penuh dengan permohonan.     

"Tidak, bahaya untuk mu keluar sendirian. Lagi pula kau nampak tak baik-baik saja, wajah mu bahkan pucat," larang Nathan dengan lengan yang menakup rahang kecil milik wanita itu. "Kau mau aku libur dan membawa mu ke rumah sakit? Kandungan mu sudah mencapai masa perhitungan akhir, aku hanya khawatir jika kau tiba-tiba saja melahirkan."     

Lisa berdecih, amat sulit untuk meminta izin pada Nathan yang keterlaluan menjaganya. Hanya bisa menggelengkan kepala untuk menolak tawaran pria itu. Bahkan Nathan yang kali ini menekankan janji supaya Lisa tak keras kepala dan memaksa diri untuk keluar rumah saat keadaannya sedang tak baik-baik saja. Apa boleh buat, Lisa harus menurut, kan?     

******     

Sedangkan di tempat lain, pada kediaman keluarga Nandara yang berubah amat dingin. Tak ada satu pun pembicaraan yang keluar dari bibir milik keempat orang yang mengisi bangku di meja makan itu. Hanya senyap, seolah saling menerka sembunyi dengan saling balas lirikan tajam.     

Tak!     

Sampai akhirnya sang kepala keluarga merasa jengah. Melemparkan sendok garpu nya begitu saja untuk berdenting dengan piring keramik. Yang lain pun sontak terperanjat dari tempatnya, menjadikan Jonathan yang menampilkan raut garang dengan lengan terlipat di dada sebagai intens utama.     

Yang lain pun demikian, meletakkan peralatan makan dengan tak satu pun suap makanan berhasil di telan. Mereka kompak tak bernafsu untuk sekedar mengisi perut, masih dengan permasalahan yang jelas menyisakan pengaruh sampai dengan detik ini.     

"Demi apa pun, apakah perusahaan kita akan terus di tekan dengan gosip murahan yang semakin berkembang sembarangan? Anggap saja sebagai kendala, kenapa mereka semua malah semakin berspekulasi macam-macam semenjak aksi penculikan di hari pertunangan itu?" Jonathan berang. Bahkan sampai tak terbendungnya membuat pria itu memijat pelipisnya yang mulai kembali berdenyut.     

Nina sebagai seorang istri yang jelas merasa khawatir, kemudian menggenggam erat telapak tangan sang suami untuk menenangkan.     

Max yang merasa bertanggung jawab pun kemudian menyahuti. "Papa tenang saja, aku akan mengusahakan sebisanya supaya segalanya bisa terkendali. Lewat jalur hukum, aku akan menekan siapa pun yang menyebar berita tentang semua ini."     

"Apa gunanya jika semua orang sudah tahu? Lagipula jejak digital yang mustahil untuk terhapus, malah akan membuang-buang waktu untuk terus memikirkan masalah itu," sambar Cherlin dengan nadanya yang sinis. Bahkan tak menutup sedikit pun pemberontakannya, memandang orang tua dan kakak pria nya yang otomatis menaruh perhatian pada wanita itu.     

Belum sampai suara yang keluar untuk menangkis patah semangat Cherlin, wanita yang sudah rapi itu malah memutuskan untuk beranjak dari tempatnya setelah satu gelas susu berhasil ditandaskannya.     

"Aku selesai, harus berangkat lebih awal supaya bisa mencari tempat persembunyian dari mereka yang terus saja menertawai kisah ku."     

Sepasang suami istri itu jelas saja langsung tertohok. Upaya mereka yang memang terkesan egois, tak bisa di perkirakan akan menyakiti putri bungsu kesayangan mereka.     

Max pun demikian, meski pun rahasianya tertutup rapat tentang kedekatannya dengan calon adik ipar, tak luput pula dari mata-mata yang memang berniat untuk menghancurkan.     

Bahkan seolah tak bisa lagi merasa percaya diri untuk memilih egonya yang mendesak kepemilikan pada sosok yang di cintainya setengah mati. Nyatanya dengan melihat sang adik yang terlihat sedih dan kecewa karena seperti di korbankan, membuat pria jangkun itu tak bisa lagi untuk menutup mata.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.