Hold Me Tight ( boyslove)

Spekulasi



Spekulasi

0Cherlin melenggangkan langkah kakinya percaya diri, menulikan pendengarannya saat berbagai macam kalimat buruk terlontar untuknya.     
0

Koridor itu ramai dengan orang, meski begitu ia tetap saja menundukkan kepalanya untuk berbalas pesan dengan calon kakak iparnya. Ah tidak, tiba-tiba saja wanita itu merasa ragu untuk memanggil Lea dengan sebutan semacam itu. Max tak serius mengikat wanita itu, kan?     

"Aku masih tak menyangka jika ternyata pelakunya adalah mantan kekasih dari Nathan," tulis pesan yang di terima itu.     

Cherlin pun kemudian melancarkan kedua ibu jarinya pada layar menyala. Membalasnya kemudian. "Percayalah, bahkan aku masih sanggup untuk kembali pingsan saat pria yang bahkan lebih mungil dari ku itu datang dan memperkenalkan dirinya."     

"Lantas, apa yang kau tunggu? Tak akan lebih lama berkorban dengan nama baik mu yang terus di libatkan, kan?"     

"Sampai saat ini, bahkan aku masih memikirkan jalan keluarnya."     

"Mau ku temani? Sungguh, aku sangat khawatir dengan mu setelah kejadian penculikan itu."     

Cherlin membatalkan ibu jarinya yang akan mengetikkan balasan. Rautnya kemudian berkerut, kepalanya lantas meneleng dengan hembusan napas jengah setelahnya. Seolah niat baik Lea masih tak bisa di percayai nya secara penuh.     

Mematikan layar ponsel miliknya, mencengkramnya begitu erat, bersamaan dengan rahangnya yang mengetat.     

Dagunya kali ini terangkat tinggi, menantang semua orang yang rupanya memang tak mempunyai sedikit pun nyali untuk berhadapan langsung dengannya. Sudut bibir wanita itu kemudian membentuk seringai. Lihatlah, bahkan semua orang meloncat dari tempatnya dan segera menyingkir dari jalannya, pantas saja saat sedari tadi ia saat ia tak fokus, tak ada sedikit pun kendala yang menghambat. Rupanya semua orang hanya besar mulut saja.     

Berlanjut ke area pelataran kampus, bahkan jadwal setelahnya yang harus dihadiri tak terlalu di pedulikan.     

Di sisinya banyak terparkir kendaraan, bahkan dari ekor matanya, Cherlin bisa melihat mobil yang mengantarkannya. Kemudian di antara banyak orang lalu lalang dengan lagak kutu buku, keluar sosok yang amat di bencinya.     

"Nona, nona mau kemana?"     

Mengabaikan pertanyaan dari pengawalnya itu, Cherlin kemudian melanjutkan langkahnya lagi yang sempat terhenti.     

Sebuah mobil melintas, seorang kemudinya dengan cepat menghentikannya dan menampakkan diri di depan keramaian. Senyum terukir begitu lebar, bahkan lambaian tangan di arahkan khusus untuk Cherlin yang membeku di tempat.     

Menanti sosok itu mengitari mobilnya, bergerak dengan cepat dan akhirnya berhadapan dengan Cherlin dengan napas yang sedikit memburu.     

"Hai, apa aku mengganggu jadwal mu?"     

Cherlin hanya menggelengkan kepala untuk membalas. Kemudian lengan kecilnya di lipat di depan dada. Satu alisnya terangkat saat wanita itu tak habis pikir. "Kak Nath, kau menampakkan diri mu terlalu jelas di sini."     

Nathan kemudian tercekat, dengan cepat meliarkan pandangannya pada sekeliling yang mendadak berbaris menjadi penonton.     

Meringis pelan karena menyesali kebodohannya. Wajahnya kemudian di dekatkan, berbisik tepat pada pendengaran milik Cherlin. "Apakah aku harus kembali ke dalam mobil ku dan mengambil masker? Ah, ku pikir aku sudah terlalu familiar untuk mereka yang mengikuti gosip. Bagaimana jika kita ke pusat perbelanjaan dan membeli perlengkapan pelindung seperti yang di kenakan agent rahasia? Kacamata hitam, topi besar? Menurut mu, apakah aku perlu memakai kumis palsu untuk menyamar?"     

Cherlin otomatis menyemburkan tawa. Menepuk dada milik Nathan yang tergelak serupa dengan candaannya.     

Wanita itu rupanya tak bisa terlalu keras pada Nathan, bahkan setelah upayanya dekat akhir-akhir ini, rasanya tak bisa sebanding dengan balasan santai Nathan padanya.     

Pria itu terlanjur membuat Cherlin nyaman, tak ada alasan untuknya membenci Nathan yang secara posisi tak bermaksud untuk menyakitinya.     

"Menurut mu, kita akan terus di sini?" tanya Cherlin dengan nada suaranya yang berubah ceria. Sudut bibirnya yang tertarik bahkan enggan untuk kembali. Rona wajah memerah dengan percampuran efek terik matahari membuat wanita itu semakin mengagumkan.     

Nathan yang kali ini perhatian, bahkan mengusap peluh pada dahi wanita itu, sembari membalas,     

"Jadi, kau menerima tawaran ku untuk makan siang bersama?"     

"Ke tempat keramaian, apakah kau tak masalah jika foto-foto kita nanti tersebar ke media sosial?"     

Nathan berdecih, bibirnya mencebik dengan kepalanya yang singkat digelengkan. "Bukankan sedari tadi kita terus di jadikan objek kamera? Entah akan berapa banyak berita hanya dengan kita berhadapan seperti ini,"     

.... Kau yang awalnya cemberut saat bertemu pandang dengan ku, mungkin saja menggiring mereka untuk mengetikkan judul seperti, nona muda dari keluarga Nandara masih tak sudi berhadapan dengan calon tunangannya yang baru di ketahui gay?"     

..... Atau bahkan saat kita saling tertawa dan seolah akrab. Aku yang kemudian bersikap romantis dengan mengusap peluh di dahi mu. Tak bisa di pungkiri akan membuat mereka berspekulasi lain seperti, tuan muda dari keluarga Adikusuma yang masih mencoba untuk membujuk calon tunangannya yang merajuk akibat fakta pada orientasi seksualnya yang menyimpang?"     

Nathan berucap panjang lebar. Nadanya amat santai, dengan lengan sesekali terangkat untuk menjelaskan.     

Namun tidak demikian dengan Cherlin yang ternyata menangkap nada sumbang walau tipis. Membuat bibirnya seketika menipis, bahkan pelupuk matanya yang kembali terbeban. Pandangannya kemudian memburam, sampai akhirnya sebuah genggaman erat membuat wanita itu makin mencebik.     

"Jangan coba membuat ku tertarik pada mu lagi, kak. Sungguh, bahkan aku masih terus merapalkan ingatan ku tentang diri mu."     

"Rupanya kau terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan. Setelah semua ini, apa menurut mu aku sudah tak di izinkan lagi untuk menemui mu?"     

Cherlin dengan cepat menggelengkan kepala sebagai balasan. Bibirnya yang buka tutup tanpa satu kata pun yang terlontar, terlihat jelas jika wanita itu tengah terdesak pilihan. Antara ego dan juga pendiriannya pada niatan selanjutnya saling berbenturan.     

Namun hanya lewat satu garis pandang lurus yang di hadapkan, tak lagi di rasa ragu untuk mengambil kedekatan lebih. Di hadapan semua orang, Cherlin melemparkan tubuhnya untuk berada dalam dekapan hangat milik Nathan. Kerapuhannya tersalurkan, bahkan luka menganga di hatinya drastis mulai menutup.     

Tak ada kebencian atau semacamnya. Cherlin hanya merasa kecewa, saat semua orang tak melibatkannya sedikit pun.     

Nathan mengusap  belakang tubuh milik Cherlin. Dengan kedekatan yang jauh lebih tulus dari sebelumnya, bahkan kali ini ia ingin mendekat pada wanita itu dengan cara yang benar.     

"Jangan menangis, aku tak ingin ada berita aneh-aneh lagi yang menjadi judul. Nona Nandara buta, dan masih memilih untuk mengejar tunangan gay nya?"     

"Sialan!"     

Setelah lagi-lagi Nathan mendapatkan pukulan. Cherlin yang masih menyembunyikan wajah di rangkulan pria itu pun di giring perlahan untuk masuk ke dalam mobil.     

Meninggalkan kerumunan yang kembali heboh di dunia maya, juga sosok pria yang menundukkan kepalanya makin dalam. Kembali, ketidakberdayaan posisi membuat Riki tak bisa terlibat macam-macam. Apa ia memang harus benar-benar melepaskan cintanya pada sang nona? Atau cukup lega dengan hanya penjagaannya dari jauh tanpa harapan mendapatkan balasan? Apakah hatinya masih sanggup untuk sedetik saja berada dalam jangkauan sang nona tanpa mengagumi?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.