Hold Me Tight ( boyslove)

Tetap bersama



Tetap bersama

0Dengan tubuh limbung akibat efek alkohol yang di tenggaknya berlebihan. Nathan pun kemudian membuka kunci pengaman setelah sampai di depan unit apartement yang ditinggalinya.     
0

Cherlin yang dalam separuh jalan menggantikan posisi mengemudi, kemudian menolak tawaran Nathan yang berniat mengantarkan pulang.     

Akibatnya membuat Nathan menjadi sosok yang paling tidak jantan, saat harus menemani Cherlin lebih lama untuk menunggu jemputan dari sang pengawal.     

"Perlu bantuan untuk ke dalam?"     

Dengan cepat pula Nathan menggelengkan kepala. Tak ingin lebih merepotkan Cherlin yang notabene nya mengantar pulang.     

Suasana berkebalikan di datanginya, tak ada satu pun sosok yang datang dan menyambutnya seperti tadi.     

"Hufhhh..."     

Melemparkan tubuh di atas sofa, kemudian menghela napas panjang dengan kedua lengan terangkat untuk memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Tenggorokannya amat sakit, namun seperti tak ada upaya untuk membuatnya bangkit dan mengambil minuman dari dapur yang hanya berjarak dekat.     

Memutuskan untuk memejamkan mata, setelan rapinya tadi sudah tak karuan dengan bagian bawah kemejanya yang keluar dari lipatan. Jas luarannya pun demikian, deret kancing yang terbuka membuat dasi yang melingkar di lehernya tertarik turun tak beraturan. Dalam posisi baringan sempitnya yang tak nyaman, bahkan Nathan masih belum melepaskan sepatunya yang mengotori bagian lengan sofa.     

Jelas hanya membuatnya merintih dengan gerakan ringan. Matanya yang terlalu di paksakan untuk terpejam tak pula segera menjemput mimpi.     

Hingga setelahnya pria itu di buat tersentak, saat perlahan sebuah lengan membantunya mendapatkan udara segar.     

Seketika saja Nathan mengulas senyum, di balik pandangan buramnya Lisa menatapnya penuh dengan kekhawatiran.     

Di tarik untuk berposisi duduk, memudahkan wanita itu untuk melepaskan jas luaran yang membuat peluh Nathan makin membanjiri.     

"Kau belum tertidur?" tanya Nathan dengan suara paraunya. Bisa di lihat Lisa yang saat ini mengerucutkan bibirnya dengan alis yang menyatu, seolah memprotes sesuatu.     

"Aku menunggu mu."     

"Kenapa? Tak bisa tertidur jika tanpa pelukan dari ku?" Nathan terkekeh meledek Lisa yang di rasanya memang membalasnya dengan sifat manja serupa ketergantungannya.     

Namun tak lama setelah Lisa berbalik pergi dengan langkah hentakan kasarnya, wanita itu kembali malah dengan raut bersemangat.     

Membuat Nathan seketika mendapatkan suntikan semangat, sebuah kue kecil yang hanya di hias satu lilin kecil di bawa oleh Lisa penuh dengan ketulusan.     

Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, Nathan pun segera beranjak dari tempatnya. Menatap Lisa dengan sorot mata penuh haru.     

"Selamat u... lang ta_"     

"Hufh!" Nathan menghentikan nyanyian dari pemilik suara tak berirama itu. Meniup lilin kemudian mengambil alih kue kecil di tangan Lisa. Nathan memeluk wanita itu dengan begitu erat. Merasakan kegundahannya di balas tuntas untuk kejutan sederhana ini.     

Lisa mendesis protes, langsung saja di bungkam Nathan dengan berkata, "Aku sudah muak untuk mendengarkan lagu itu lagi. Yang terpenting hanya seperti ini, aku ingin terus bersama dengan mu."     

"Selamat ulang tahun, bisakah aku mengucapkan itu saat dua jam lewat dari pergantian tanggal kelahiran mu?"     

"Ku rasa tak apa?" balas Nathan sembari menggidikkan kedua bahunya ringan.     

Kemudian Lisa terkekeh mulai dari mendengar pengharapan Nathan. Melepaskan dekapan mereka yang terganjal perut menggembung dari wanita itu.     

"Aku tak ingin membuat mu bosan dengan pergantian perayaan sepi hanya bersama ku. Jika nyanyian selamat ulang tahun sudah di lakukan.... Menurut mu apa yang bisa membuat momen indah kita ini tak akan bisa terlupakan?"     

Suara musik dengan alunan melodi pelan terdengar setelahnya. Melalui ponsel dengan hasil pencarian acak di internet, mengiringi dansa keduanya.     

Pandangan Nathan dan Lisa kompak saling bertemu, sedikit pun tak menghilangkan senyum yang masing-masing terulas di bibir.     

Mengerakkan tubuh dengan gerakan yang kaku, meski pun begitu tak mengupayakan mereka putus dari keterikatan.     

"Tetap bersama dengan ku. Aku akan menagih dansa buruk mu ini tahun depan. Maka berlatihlah sedikit-sedikit. Juga di tahun selanjutnya, jika perlu kita masukkan keponakan ku nanti. Tak masalah untuk ku menggendongnya. Kita akan terus bersama, Lis."     

Lisa sama sekali tak menjawab, hanya tubuhnya yang kembali terlempar jatuh pada pelukan Nathan.     

Menghabiskan waktu tanpa perkiraan, yang pasti saat Nathan terbangun dari tidurnya pria itu merasakan pandangannya berkunang-kunang dengan efek mual akibat alkohol.     

"Huek!"     

Nathan hampir terjungkal saat memasuki kamar mandi. Akibat buruk pada kondisi tubuhnya saat tenggakan minuman tak kira semalam dan juga tidurnya yang jauh dari kata cukup.     

Membuka keran dan menghapus jejak mengerikan dari bekas pencernaannya kemarin di wastafel. Kemudian membasuh wajah untuk sedikit menyegarkan. Sisanya nanti, tumpuan kakinya sudah tak kuat untuk lebih lama berdiri.     

Namun belum sempat ia melompat ke atas ranjangnya kembali, Nathan di buat mengernyit dengan bagian pintu rusaknya yang terjerembap dan menampakkan suatu lipatan rapi yang menyita perhatiannya.     

Mengganti arah tujuan sedikit membelot. Nathan pun kemudian membuka lebih lebar lemari bersamanya dengan milik Lisa itu.     

"Pakaian bayi? Kapan Lisa membelinya? Kemarin, apa dia tak mematuhi peringatan ku dan memutuskan pergi sendiri?" heran Nathan dengan menderet tumpukan kain lembut berwarna dominan terang itu.     

Sudah tak bisa membuat Nathan sedikit pun tenang. Terlebih saat tubuhnya berbalik dan menemukan gendongan bayi dan peralatan mandi khusus bayi yang di sisipkan di sudut ruangan.     

Belanjaan sebanyak itu, benar-benar membuat Nathan geram karena rasa khawatirnya yang berlebihan pada Lisa. Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan wanita itu akibat tingkah bebalnya? Kandungan yang sudah membesar jelas memiliki resiko rawan dengan muatan bawaan sebanyak itu.     

Terlebih saat Nathan yang mengitari apartemen satu petak itu tak menemukan sedikit pun petunjuk dari kepergiaan tiba-tiba Lisa saat ini.     

Bahkan ini masih setengah tujuh, entah sepagi apa Lisa pergi tanpa izin darinya itu.     

Kemudian bergegas melakukan pencarian, Nathan pun berganti pakaian yang lebih pantas tanpa peduli bau badannya yang menyengat akibat keringatnya yang di padukan dengan aroma alkohol kemarin.     

Dalam perjalanannya ia terus sibuk dengan panggilan berulangnya pada kontak nama Lisa. Namun lagi-lagi membuatnya menggeram kesal saat sambungannya terus gagal.     

Keluar dari gedung apartemen, hembusan angin yang masih terasa dingin membuat Nathan yang menggigil otomatis menyembunyikan kedua lengannya di saku jaket yang dikenakannya.     

Pandangannya meliar, menatap jalanan ramai dengan sibuk mengambil keputusan untuk mendahulukan arah yang di ambilnya.     

Namun belum sempat langkahnya beranjak dari titik yang membekukannya lebih dari hitungan tiga puluh detik, terlebih dahulu sebuah mobil datang dan menghalau pandangannya dari taman bermain.     

Seorang wanita keluar, dengan wajah ceria meski singkat di pandang Nathan sedikit berkerut semula.     

Kemudian tiba-tiba saja mengambil langkah dekat dan tanpa basa-basi memberikan pelukan. Sapaan pun terdengar setelahnya, "Selamat pagi, Kak Nathan..."     

Ya, Nathan menangkap pandangan lain yang tak sebaik Cherlin setelahnya. Riki yang masih berada di balik kemudi, membuka kaca dan memberikannya senyum tipis yang jelas bukan bermakna persahabatan.     

"Kenapa datang pagi-pagi sekali?"     

"Hanya risih dengan orang-orang rumah. Terlebih ya... Aku ingin jalan-jalan dengan kakak."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.