Hold Me Tight ( boyslove)

Batas akhir?



Batas akhir?

Sementara di sisi lain, Lisa nampak tercekat saat pandangannya menangkap lengan yang saling berangkulan di hadapannya.     

Raut wajahnya berubah seketika menjadi datar, sedangkan di saat bersamaan merasakan debaran jantungnya yang kian melemah. Hujaman benda tajam seperti terhunus bertubi-tubi hingga membuat wanita itu makin tak berdaya untuk ada di tempatnya.     

Demi apa pun, setelah harapan yang di rasakannya beberapa hari ini, apakah kembali menjadi racun yang tanpa sadar di tenggaknya seolah buta di lihat penawar?     

Seketika menekannya pada titik terendah lagi dan lagi. Apakah memang orang sepertinya tak berhak untuk mendapatkan sedikit belas dengan ajakan bahagia?     

Ya, bodohnya hanya dengan waktu singkat tanpa pertimbangan membuat wanita itu berbalik arah dan jatuh pada tipuan. Bahkan begitu bersemangat datang tanpa memikirkan waktu.     

Ilham ada di hadapannya, memang datang untuk menepati janji pertemuan yang diajukannya sendiri. Namun mengapa tak ada konfirmasi sebelumnya jika akan ada sosok lain yang bergabung? Terlebih dengan kedekatan rapat semacam itu, apakah memang untuk memupus lebur harapannya yang kadung menggunung?     

Hampir saja Lisa menampakkan dirinya lemah dengan menitikkan air mata di antara keramaian. Namun untung saja pertahanannya di paksa sekuat mungkin, giginya bahkan menggigit terlalu kencang bagian dalam bibirnya yang hendak membentuk cebikan miris.     

"Kau tak apa, perut mu sakit?" tanya Ilham yang tak bisa menutupi kekhawatirannya saat Lisa mencengkram perut menggembung bagian bawahnya.     

Sontak saja menggelengkan kepala, membuatnya menampil baik-baik saja dengan senyum terulas manis di bibirnya yang terpoles memalukan dengan warna merah yang begitu pekat.     

"Aku tak apa."     

"Wah... Perut mu besar sekali, sebentar lagi pasti akan keluar bayi lucu di dalamnya. Berharapnya, lebih memilih untuk mirip diri mu atau ayahnya?"     

"Ri!"     

Ucapan Lisa di balaskan seketika oleh Rian dengan nada sumbang yang begitu tak mengenakkan untuk sekedar di dengar. Jelas saja mematik kesabaran Ilham yang dengan terang-terangan di sindir. Memberikan peringatan dengan kasar, kemudian Ilham menepis rangkulan lengan Rian sembari berucap geram.     

"Jaga bicara mu, perjanjiannya kau tak akan lagi membuat ulah, kan?"     

"Loh, aku hanya sekedar bertanya saja, kok! Bukankah itu pertanyaan normal untuk calon ibu yang akan melahirkan? Dari bagian mananya letak kesalahan ku, eh?!"     

Ilham kemudian bungkam, buku jarinya terkepal erat saat tak ada satu kata pun berhasil terlontar untuk membalas ucapan Rian.     

Sementara Lisa seketika berubah menjadi akar permasalahan. Tatapan tajam Rian di arahkan penuh kepadanya, sedangkan di sisi lain Ilham malah nampak frustasi dengan melempar pandang ke arah lain. Menarik surai tebalnya dengan cengkraman erat.     

Menundukkan kepalanya dalam, Lisa yang sadar diri pun memutuskan untuk pergi dan membatalkan rencana untuk hari ini.     

"Aku tak ingin menjadi masalah untuk kalian. Benar, aku tak sekonyol itu untuk bisa berharap," lirih Lisa dengan pandangannya yang kemudian berkaca-kaca. Wajahnya seketika saja memerah, merasakan hawa panas menyekat pernapasannya hingga membuat wanita itu tanpa sadar mengeluarkan isakan.     

Air mata pun kemudian jatuh tak terbendung, berkhianat untuk kesepakatan awal yang membuatnya menampil kuat.     

Saat kemudian tak ada satu kata pun berhasil di ucapkan. Membalik tubuh wanita itu untuk kemudian melangkah pergi.     

"Aiii!"     

Lisa menghapus air matanya dengan punggung tangan, sekaligus terdengar suara panggilan Rian yang merengek pada anak yang di kandungnya ini dalam satu waktu.     

Makin membuat wanita itu merintih sakit, terlebih saat Ilham menghadang jalannya pada batas anak tangga berjarak dua turunan darinya.     

"Hei, kita belum sempat masuk ke dalam dan memilih perlengkapan bayi_ itu?" ucap Ilham dengan menyebut calon bayinya seolah sosok asing. Lekas saja membuat Lisa mengulas senyum miris, kemudian mengambil jalan lain untuk segera pergi.     

"Aku sudah banyak berterimakasih untuk mu beberapa hari ini. Sungguh, segalanya sudah cukup kau sediakan," balas Lisa yang masih tak sedia untuk menghentikan langkah tertatihnya. Ilham yang masih terus mengekor membuat wanita itu kian jengah saat mendapatkan sorot mata dari sekitar yang menjadi tertarik. Jelas saja membuat wanita itu tak nyaman.     

"Tidak, aku yakin jika yang ku belikan masih terlalu sedikit untuknya."     

Baru setelah itu langkah Lisa terhenti, pandangannya yang mengarah pada jalanan ramai depan kemudian di alihkan sepenuhnya pada seseorang yang baru saja melontarkan kata berkebalikan dari awal. Ilham menyatakan bentuk kepeduliannya?     

"Serius, sebenarnya kau anggap apa kehadiran ku dan juga anak yang ku kandung ini?" Sampai akhirnya Lisa mempertanyakan dengan suara sentakan penuh frustasi. Wajahnya sudah memerah, bahkan di satu waktu air matanya kembali tumpah.     

"Hei, Lis, kita sudah berdiskusi sejak awal, kan?"     

"Tentu saja hanya dalih untuk mu supaya lepas dari kenyataan, kan?" Lisa menganggukkan kepala. Kemudian menenggelamkannya dalam berusaha menghadang tatapan Ilham yang penuh belas padanya.     

..... Aku bohong, nyatanya sampai kau bertindak sekejam ini pun aku masih menaruh harap untuk bisa bersama dengan diri mu. Aku memang sudah sangat gila, takdir ku yang terlalu menyedihkan untuk bisa terlibat dengan pria tak punya hati seperti mu." Tanpa bisa di bendung, Lisa pun mengungkapkan isi hatinya yang mengganjal selama ini. Kemudian penuh dengan kesal, kepalan tangan kecilnya memukul bertubi dada milik pria brengsek itu.     

"Lis..."     

Menulikan panggilan lirih Ilham yang coba untuk menggenggam tangannya. Lisa pun menepis kasar, kemudian meluapkan bentuk kekecewaannya dalam satu kesimpulan pasti.     

"Aku membenci mu! Aku sungguh-sungguh membenci mu!"     

Cittt     

Brukkkk     

Seketika saja waktu seolah terhenti, membekukan Ilham di tempat penuh penyesalannya. Telinganya seketika saja berdengung saat suara keramaian mendadak kompak mengerikan. Pandangannya memburam di balik keriuhan orang-orang yang berbondong-bondong mendatangi satu titik.     

Langkahnya pun berusaha untuk di gerakkan seperti yang lainnya. Namun rasanya seperti begitu sulit, sekujurnya bergetar, terlebih saat melihat wanita yang melontarkan kebencian padanya itu terkapar tak berdaya di aspal jalanan yang mulai panas.     

Darah. Bahkan kaki Ilham secara otomatis bergerak melangkah untuk memberi jarak saat seakan genangan itu semakin banyak dan membahayakan dirinya.     

"Ya Tuhan, wanita itu sedang hamil besar, akankah keduanya bisa selamat?"     

"Bicara apa kalian, eh?! Minggir semuanya!"     

Sedangkan di satu sisi seorang pria datang dan membuka jalan penuh dengan kekhawatiran.     

Mendekat pada posisi Lisa dan memangku kepala wanita itu pada pahanya. Tak peduli darah, bahkan pria itu meringkukkan tubuhnya seolah memberikan perlindungan.     

Netranya sampai terlihat memerah dengan air mata yang menetes turun. Dengan rahang mengetat dan denyutan otot wajahnya yang terlihat, meneriaki orang-orang yang hanya sibuk saling memprediksi, bahkan tanpa belas hanya bermaksud mengambil gambar.     

"Panggilkan ambulance!"     

Lisa yang kemudian mengulas senyum di balik kesakitannya. Merasa sedikit keberuntungan hadir di saat secara kebetulan kawan terbaiknya datang.     

"Nath...."     

"Diam, jangan bicara apa pun, bantuan akan segera datang," sentak pria itu memberi peringatan.     

"Tidak, aku hanya ingin menggenggam tangan mu."     

"Ya, pasti, aku akan menggenggam mu dengan erat seperti ini. Kau tenang saja, aku tak akan pernah pergi meninggalkan mu."     

Tak lama setelahnya, mobil yang membunyikan sirine pun hadir, mengangkut Lisa yang kemudian dengan sigap Nathan mengikuti sampai ke dalamnya.     

Seorang wanita memberikan pertolongan, sementara Lisa masih terus terfokus pada Nathan yang nampak bersedih.     

"Jaga anak ku, bolehkah aku merepotkan mu seumur hidup?" pinta Lisa dengan suaranya yang terputus-putus.     

"Tentu saja, kau juga akan terus merepotkan ku. Meski pun sedikit menjengkelkan dengan keadaan itu, tapi sungguh... aku sangat bahagia jika kau ada di dekat ku."     

"Baguslah, aku senang mendengarnya, Nath."     

"Jangan pejamkan mata mu! Ku mohon... Ku mohon pada mu, Lis..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.