Hold Me Tight ( boyslove)

Titik kembali



Titik kembali

0Lagi-lagi kedua keluarga itu berkumpul, kali ini bukan pada istana salah satu milik mereka. Berbondong-bondong dengan langkah tergesa walau dengan kernyitan dahi yang kompak terbentuk. Tiga wanita yang paruh baya yang menenteng tas, serta dua pria di belakang seakan berlaku sebagai pengaman.     
0

Mereka akan memiliki sosok kecil yang mengisi kehidupan, kabar mendadak dari Cherlin membuat semua orang mengira anak gadis mereka yang bahkan belum tuntas perguruan tinggi yang tengah mengandung.     

Namun rupanya lebih membuat mereka menahan napas untuk sepersekian detik. Suara tangis bayi terdengar mendominasi ruangan kecil yang di alamat kan Cherlin.     

"Apa maksud nya ini? Bayi siapa yang kau gendong itu, Lin?"     

Pertanyaan Nina mewakili yang lain. Namun rupanya Cherlin yang mengulas senyum terlalu lebar seakan merasa tak terbeban setelah berkata, "Milik kak Nathan, tapi katanya aku pun di izinkan mengambil peran untuk bayi lucu ini."     

Jika saja ada ruang lebih besar, mungkin saja mereka akan jatuh tergeletak dengan kompak.     

Demi apa pun, bukan secepat itu pula dari kedua belah pihak keluarga ingin menyatukan lewat pernikahan. Hubungan Cherlin dan Nathan yang semakin dekat saja membuat satu bulan terakhir mereka merasa damai. Tapi setelah ada sosok mungil yang berada di tengah mereka dengan tangis kencang seperti itu, bagaimana bisa mereka tak berpikiran buruk?     

Jika Cherlin berada dalam pantauan, dan mustahil tak akan terlihat bentuk fisik yang menyembunyikan kandungan. Maka sosok satu-satunya yang patut di curigai adalah Nathan, kan?     

Kembali berduyun-duyun pergi mencari ruang lebih luas untuk berdiskusi, mengiring mobil-mobil mereka berderet seakan pawai di jalanan.     

Yang paling dekat adalah kediaman Bagas. Anggun bahkan segera bergegas ke dapur dan menyajikan minuman dingin untuk menyegarkan pikiran mereka semua.     

"Bagaimana kita harus memulai pembicaraan ini? Bahkan Nathan sama sekali belum terlihat."     

"Tenang saja tante Rara, sebentar lagi mungkin kak Nathan akan datang bersama dengan kakak ku dan juga Jevin?" sahut Cherlin menyahut Rara. Pergerakannya sedikit sulit untuk mengambil ponsel yang ada di saku celananya, saat bayi yang ada di gendongannya terus saja menangis dan menggeliat.     

****     

Sementara Nathan di lain sisi, melalui satu bulan terakhir dengan begitu berat. Emosinya terus terpacu, terlebih saat di lain pihak memaksanya bertahan dengan sesuatu yang di percayakan padanya.     

Jelas merasa berat untuk membiasakan orang yang menemani sepanjang hari tiba-tiba saja lenyap karena tragedi yang mengenaskan. Di paksa untuk lekas tersadar dan bangkit dari kesedihan saat pernah suatu hati kabar terdengar di telinganya. Bayi itu dalam kondisi yang sempat tak stabil.     

Tak ingin kehilangan untuk kedua kalinya, Nathan pun mengusahakan semaksimal mungkin untuk bisa merawat pemberian berharga dari Lisa padanya.     

Meski pun memang amat berat, Nathan bahkan berusaha menutup habis memori mengerikan pada saat Lisa jatuh tak berdaya dalam kubangan darah.     

Menyibukkan kembali aktivitasnya seperti biasa, bahkan Nathan sering kali lupa waktu untuk makan jika saja Cherlin tak memperhatikannya atau bahkan jika tak memberikan peringatan melalui pesan.     

Ya, mereka memang lebih dekat setelah saat itu. Cherlin yang keras kepala mengajukan diri sebagai pengganti jika Nathan kerja. Wanita itu yang akan ada di posisinya untuk menjaga bayi itu melalui ruang kaca.     

Sampai akhirnya perlahan Nathan mempercayai, memperkenalkan sosok kawan terbaiknya walau yang sempat tergambarkan satu-satunya adalah saat penglihatan Cherlin yang terhalang akibat kerumunan orang-orang yang sama sekali tak berempati.     

Menceritakan bagaimana manisnya sosok Lisa, kedekatan mereka, atau bahkan sikap manja wanita itu saat tak bisa tidur jika tanpa sentuhan tangannya yang mengusap perutnya yang menggembung.     

Bahkan Cherlin yang hanya bisa membayangkan saja bisa merasakan betapa saling tergantungnya Nathan dengan Lisa. Sampai terkadang masih membuat wanita itu menangis hanya karena keterdiaman Nathan selama beberapa menit dengan raut yang beruntun perih.     

Di sebuah pusara, Nathan jatuh bersimpuh dengan mengusap nama tersemat yang melengkapi. Meletakkan bunga terindah yang sesalnya hanya bisa di berikan untuk pertama kali.     

Air matanya bahkan kembali jatuh, meski bibirnya mengulas senyum, gagal menunjukkan dirinya baik-baik saja di depan Lisa.     

"Sungguh, aku baik-baik saja, Lis. Di sana, bagaimana kabar mu? Apakah kau sudah bahagia karena bisa kembali berkumpul dengan orang tua mu?"     

Gagal, rupanya setelah berkata demikian air mata Nathan malah jauh tak terbendung. Terisak keras tanpa bisa terkendali, bahkan napasnya seperti tercekat hanya akibat sesuatu yang mengganjal pada batas tenggorokannya.     

Seorang pria yang mengenakan seragam sekolahnya sudah akan mendekat saat Nathan sudah limbung ke tanah basah bekas selaman kemarin. Namun nyatanya pergerakannya gagal, lengannya lebih dulu di cekal oleh seorang pria berwajah datar yang berdiri sejajar dengannya.     

Menarik alisnya untuk menyatu, kernyitan di dahinya pun semakin dalam dengan rahang sembari mengetat.     

"Lepaskan aku! Apakah kau tak lihat jika Nathan membutuhkan sandaran? Dia masih terluka parah, jangan mengajak ku untuk tak mempunyai hati karena hanya sanggup mematung dan mengamati dari jauh seperti ini!"     

"Lalu kau akan membuat Nathan kembali pada titik awal, lagi dan lagi?" Max menyentak Jevin dengan geraman lirihnya. Memberikan balasan lirikan tajam, kemudian menatap kembali Nathan yang kali ini nampak berbicara sesuatu pada mendiang Lisa.     

"Apa maksud mu, bukankah jika kita tidak lekas menyadarkan, akan membuat Nathan makin tenggelam?" balas Jevin yang masih tak habis pikir dengan pemahaman pria berparas oriental di sampingnya itu.     

Sebelum pertanyaan Max menimpal balas dan membuat remaja itu terdiam. "Katakan pada ku, kapan Nathan sempat untuk mencurahkan isi hatinya?"     

Menunduk dalam, terlebih saat Max semakin mendetail secara rinci bagaimana Nathan sampai dengan saat ini.     

"Dia bisa saja menipu kita semua saat saat senyumnya terulas tatkala tanah mengembalikan Lisa pada pangkuan Tuhan. Dia bisa saja menipu kita dengan tampilan rapinya saat ini, bisa saja ia yang bahkan tak sanggup untuk beranjak dari atas ranjangnya dan rupanya menginginkan sunyi yang menemani?"     

.... Bahkan aku lebih memilih menatap Nathan yang mampu mengekspresikan perasaannya seperti sekarang, dari pada ia yang terdiam dengan pandangannya yang hilang? Sungguh, aku bahkan merasa hancur saat Nathan tak merespon sedikit pun pelukan atau bahkan kehadiran ku. Aku bahkan tak bisa memperkirakan se dasar apa titik jatuhnya saat itu, jika bisa, saat ini aku akan memutar balikkan waktu dan menggertak semua dokter untuk mengusahakan penyelamatan pada Lisa. Karena aku sadar, tak ada peran yang akan bisa menggantikan wanita itu sampai kapan pun."     

Jevin kemudian mengangguk, terbuka pemahaman yang rasa memang tepat dari pola pikir Max.     

"Ya, rasanya kau memang benar. Aku pernah bertemu dengan interaksi tak biasa dari Nathan dan juga Lisa. Mereka bukan hanya sekedar dua tubuh yang saling kenal dan secara kebetulan memiliki perasaan ketidakberuntungan yang sama dan akhirnya saling menguatkan. Namun lebih dari pada itu, mereka sudah seperti satu jiwa. Saling memiliki dan merasakan satu sama lain."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.