Hold Me Tight ( boyslove)

Satu hati yang membeku



Satu hati yang membeku

0Kemudian yang di tunggu-tunggu datang. Membuat semua orang kompak beranjak dari tempat mereka seakan memberi desakan tak sabaran.     
0

Nathan dengan dua pria yang masing-masing ada di sisi kanan dan kirinya, berhenti di ambang pintu dengan wajah sang tokoh utama yang nampak menegang.     

Bibirnya di gigit ketat, buku jarinya bahkan terkepal erat. Kemudian Jevin dan Max yang menyadari, bersama-sama memberikan dukungan dengan tepukan ringan pada bahu Nathan untuk menguatkan.     

Oekkk Oekkk     

Meneguk salivanya kasar, keraguan bahkan membuat langkahnya beranjak mundur dengan terseok. Namun setelah mendengar suara tangisan seorang bayi, getaran hatinya seketika menyentuh sanubari. Otomatis pandangannya terangkat dan meliar untuk mencari keberadaaan hingga terpaku pada sosok malaikat kecil yang di persembahkan untuknya.     

Ya, kali ini hidup bukan jiwanya sendiri yang di bawa. Nathan tak lagi bisa egois atau pun belagak sesuka hati. Demi Lisa, demi janjinya pada wanita yang menemani masa sulitnya sampai sepanjang hidupnya.     

"Jadi, bisa kau jelaskan tentang bagaimana kehadiran bayi itu?"     

Bagas yang mulanya bersuara, mengumpulkan semua orang untuk hadir dalam meja diskusi kali ini.     

Nathan yang mengamati wajah bayi yang ada di dalam gendongan Cherlin dengan tanpa sadar mengulas senyum tipis, kemudian menyasar pandangan pada semua orang sembari berkata penuh keyakinan untuk menjawab.     

"Dia adalah milik ku."     

Jelas saja kata-kata sama yang terdengar awal dari Cherlin membuat para orang tua merasa tak puas. Bukan hal itu yang mereka harapkan untuk di dengar, melainkan penjelasan rinci yang setidaknya bisa membuat tenang dan tak berpikir macam-macam terlalu jauh.     

Kompak menghela napas gusar, kemudian para orangtua itu saling beradu pandang mengisaratkan diskusi singkat. Sementara Nathan masih terlihat tak peduli karena telah memberikan teka-teki. Begitu pula dengan Cherlin, Max, dan Jevin yang masih tertarik pandang pada kekaguman mereka pada bayi mungil yang menggeliat menggemaskan saat di goda dengan milik wajah itu.     

Sampai akhirnya Jonathan yang merasa jengah karena bertele-tele pun bersuara, "Begini, aku hanya ingin memastikan satu hal saja, apakah bayi itu adalah anak mu? Maksud ku apa dia adalah darah daging mu, nak?"     

"Bukan."     

"Ah, syukurlah."     

"Tapi aku akan mengadopsinya."     

Sungguh, belum habis hela napas panjang merasa lega saat Nathan tak mengakui sesuatu yang di anggap mereka adalah hasil sebuah kesalahan besar. Namun saat mencapai ujungnya, kembali Nathan membuat para orangtua tercekat, seketika menjadi amat sulit untuk bernapas.     

Rara yang keras hati kemudian berkata dengan nada bersungut-sungut. "Apa yang kau maksudkan? Belum bisa melakukan segalanya sendiri, dan kau malah mengambil beban lain untuk mempersulit diri mu sendiri?"     

"Ku rasa aku sedang tidak ingin meminta pendapat pada siapa pun. Ini adalah keputusan ku."     

Oeek Oekkk     

Suara berbalas keras dari Nathan rupanya menyentak kenyamanan bayi itu. Cherlin kemudian usaha menimang-nimang dengan usaha semampunya menenangkan, sedang Jevin pun demikian. Max yang berada di sisi lain Nathan pun terang-terangan menggenggam telapak tangan milik pria itu. Menarik intens pandang tajam seolah memperingati Nathan untuk bisa tenang.     

"Ra, dinginkan kepala mu dulu." Sementara Nina yang sudah berbaikan dengan Rara pun memberi peringatan yang sama.     

"Tapi Nathan sudah lebih tak masuk akal, Na! Lihatlah sekarang apa yang telah diperbuatnya!"     

Sementara Rara masih terus menggebu untuk menjadi penentang utama, terlebih sorot matanya menemukan Anggun yang memberikan bantuan dengan menimang bayi itu dan setelahnya berkata pada Bagas.     

"Suami ku, lihatlah betapa menakjubkannya bayi mungil ini. Ku rasa aku sudah sangat lama tak merasakan perasaan bahagia seperti ini setelah Jevin berubah menjadi remaja yang menyebalkan. Ku rasa tak masalah jika Nathan berniat mengadopsi, aku akan dengan senang hati membantu mengasuh."     

"Brengsek!" Rara mengumpat, bangkit dari tempatnya sembari menuding tak sopan pada Anggun yang seketika melenyapkan senyum bahagianya. "Kau pikir kau siapa bisa dengan mudahnya memberikan keputusan mu. Apakah kau lupa pada kenyataan bahwa Nathan adalah anak ku? Bahkan suami mu pun tak memiliki hak sedikit pun."     

"Rasa-rasanya kau berhasil membuat istri ku sakit hati, lagi dan lagi atas ucapan tajam mu itu, Ra!" Bagas menyela, kemudian merangkul bahu sang istri yang sudah mulai turun akibat tersinggung.     

Sementara Rara, seperti tak sedikit pun merasa bersalah. Lengannya bersendekap kemudian berdecih, saat anggapannya Anggun hanya berusaha menarik simpati seperti dahulu. Dengan kesan baik hatinya dan membuatnya seperti paling bersalah. Lihatlah, bahkan sang anak pun melirikkan mata dengan tajam kemudian melontarkan kalimat tajam yang seketika mampu membungkamnya.     

"Yang seperti ini, mungkin saja tak akan membuat ku bisa untuk menerima mu sebagai peran penting di hidup ku. Itu hanya kata-kata yang ku susun sebaik mungkin supaya kau tak lebih merasa sakit hati. Karena kau tak akan tahu sebesar apa aku menyesal karena telah terlahir dari rahim mu."     

*****     

"Anak ini terlalu kecil sayang... Hanya di berikan susu botol tak akan baik untuk kondisi pertumbuhannya."     

"Lalu aku harus bagaimana? Anak ini sudah tak memiliki siapa pun lagi setelah Lisa meninggal dalam kecelakaan waktu itu. Dia adalah kawan ku yang terbaik, tak mungkin aku mengecewakannya dengan tak merawat anak ini sebaik mungkin."     

Ucap Nathan lesu menjawab pertanyaan Anggun. Setelah diskusi yang terus di gencar alot karena pancingan Rara, akhirnya bisa di damaikan dengan Max yang mengambil alih.     

Pria jangkun itu menerangkan segalanya, memperkenalkan Lisa sesuai pandangannya bahkan tak menutup kenyataan tentang kebersamaan mereka bertiga yang sempat tinggal satu atap. Ya, pastinya minus tentang kedekatan Nathan dan Max yang terus menggila dalam penyatuan tubuh tak kenal waktu.     

Agaknya setelah itu semuanya menjadi mengerti tentang betapa tingginya tingkat emosional Nathan terhadap bayi itu.     

Rara yang sepertinya masih tak menerima sedikit pun alasan, segera berpaling pergi dengan anggapan pembenaran yang di bawanya sendiri, serta lagi-lagi sakit hati atas pernyataan dari putra semata wayangnya?     

Namun baiknya semua orang menerima itu, bahkan Jonathan dan Nina pun perlahan mulai mendekat dan memuji serupa atas keajaiban bayi itu.     

Kemudian syarat yang harus di terima Nathan jika masih mau merawat dan mengadopsi bayi itu. "Kau harus kembali tinggal di rumah ini, Nath," putus Bagas yang segera di setujui oleh Nathan. Ya, memang ia tak bisa melakukannya tanpa bantuan dari orang lain, kan?     

Namun kali ini yang menjadi masalahnya adalah ucapan Anggun- wanita yang di panggil Bunda oleh Jevin itu yang dibenarkannya.     

Seketika saja Nathan terduduk lesu di atas ranjangnya, menatap bayi mungil yang perlahan memejamkan matanya dengan sela bibir terbuka akibat pucuk botol yang di masukkan.     

Memandang bayi mungil itu penuh dengan kasih sayang. Namun, apa yang harus di lakukannya sebagai solusi?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.