Hold Me Tight ( boyslove)

Kekhawatiran yang sama



Kekhawatiran yang sama

0"Sayang sekali, kita tak bisa mengajak Zeno sekalian untuk pergi jalan-jalan seperti ini."     
0

"Hahha... Dia masih terlalu kecil, Lin."     

"Ya-ya... Aku tahu itu kak Nath... Hanya saja jika kebahagian ku rasanya hari itu berlebih aku akan sangat bersemangat untuk mengajak orang yang ku cintai untuk bersama, membaginya, seperti saat ini."     

"Jadi, sekarang kau bahagia?"     

"Jika tidak, kenapa sedari tadi aku tak bisa melepaskan senyum dari bibir ku? Sungguh, gigi ku bahkan rasanya mulai kering."     

"Apakah itu begitu buruk?"     

"Ah tidak, karena bersama mu, mangkanya aku bisa mentoleransi."     

Nathan kemudian terkekeh, membiarkan Cherlin yang bergelayut manja di lengannya menyandarkan sekalian kepala di bahunya menambah beban tanggungannya yang mengangkut barang belanjaan.     

Sedari tadi, semua orang yang menjumlah keramaian tak lepas menarik intens pada keduanya. Tampilan serasi yang sepakat membuat semua orang berdecak kagum.     

Berada di pusat perbelanjaan yang kebetulan dekat dengan gedung kantor milik Nathan. Cherlin yang menemani makan siang, kemudian menyanggupi ajakan sang pria untuk membeli beberapa perlengkapan bayi untuk Zeno. Tentu saja setelah berhasil menandaskan suapan terakhir makanan yang di bawa oleh Cherlin.     

Ya, meski pun sedikit membuat Nathan tersiksa karena itu. Sungguh, Nathan merasa amat senang jika Cherlin mengusahakan yang terbaik untuknya. Sampai repot-repot menyisakan waktu untuk berkutat di dapur dan membuatkannya menu makan siang bervariasi.     

Sungguh, Nathan tak ingin mengolok tentang rasa masakan Cherlin sedangkan ia sendiri nol besar dalam hal berkreasi di dapur semacam itu. Mengorbankan lidahnya yang mendadak kebas karena terlatih untuk merasakan makanan yang membuat darah tinggi, hanya dominan asin.     

"Ada apa dengan mu?"     

Ah tidak, jangan lagi membuatnya terlihat berlebihan karena Cherlin. Tapi demi apa pun, perutnya begitu terasa sakit, keringat dingin rasanya seperti menetes keluar dari sekujur tubuhnya. Juga dengan rasa pusing yang tak tertahankan. Ini bukan yang pertama kalinya, hingga Cherlin yang kali ini berganti memapah tubuhnya dengan telapak tangannya yang bantu mengusap wajah memerah milik Nathan dengan raut cemas seperti dapat memperkirakan penyebabnya.     

Kantung belanjaannya pun di jatuhkan, Nathan sedikit meringkuk dengan lengan yang menekan bagian perutnya sembari meringis kesakitan.     

"Apakah kau begitu kelelahan menjaga Zeno serta pekerjaan mu di sisi lain?"     

Ah ya, untung saja Cherlin tak sampai sejauh itu menyangka dirinya sendiri sebagai tersangka. Akan lebih baik seperti itu dari pada Nathan yang akan melihat raut penuh dengan rasa bersalah dari wanita itu.     

Nathan pun akhirnya mengangguk. Menatap Cherlin yang berada begitu dekat dengan posisinya. "Ku pikir seperti itu."     

"Harusnya kau bisa membagi waktu dengan baik. Kau tahu, bahkan ibu ku juga sering mampir untuk membantu menjaga Zeno, kan? Juga tante Anggun, kau harusnya bisa sedikit lebih santai," omel Cherlin sembari bergerak perlahan untuk membantu Nathan duduk di bangku yang untungnya tak jauh dari posisi mereka.     

Cherlin nampak begitu repot dan terlihat panik bersamaan. Nathan yang melihatnya pun merasa menyesal karena hal itu.     

"Maaf merepotkan mu," ucap Nathan sembari mendongakkan kepalanya pada Cherlin. Wanita yang sesaat lalu nampak sibuk dengan ponselnya pun kemudian bersimpuh di hadapannya, amat perhatian dengan bantu menakup rahang milik sang pria dengan jemarinya yang bergerak-gerak lembut.     

"Bagaimana kau bisa mengatakan hal itu pada ku, kita bukan orang lain, kak Nath." Cherlin nampaknya terlihat salah merangkai kata. Ungkapannya dari hati itu agaknya terlalu terkesan murahan untuknya.     

Menundukkan kepala dalam, meringis penuh sesal setelahnya mengalihkan prasangka Nathan dengan mengganti topik. "Riki akan ke sini. Ku harap kau mau ku antar kan pulang."     

Sejenak ucapan Cherlin membuat keadaan menjadi canggung. Lagi-lagi tentang sebuah status yang nampaknya mendesak harus di beri garis bawah. Apakah Nathan kembali membuat semua orang kesal dengan tingkahnya yang selalu menggantung?     

****     

Tidak, rupanya kali ini Nathan menjelma menjadi pria keras kepala. Menolak tawaran Cherlin yang berbaik hati, malah menghentikan bantuan sampai pada tempat mobilnya di parkir kan. Mengabaikan rasa sakit yang seperti tertinggal di sekujur tubuhnya, kemudian menancap gas kendaraan berwarna merah kesayangannya kembali ke kantor. Ia harus belajar disiplin dan bertanggung jawab, kan? Ya, meski telat kembali beberapa menit setelah jam makan siang berlangsung.     

"Ada apa dengan mu?"     

Seseorang membuka pintu tanpa seizin. Menyuarakan tanya hingga membuat Nathan yang meringkuk di kursi dengan kepala yang terjatuh di atas meja tersentak dari keterdiaman posisi nyamannya.     

Max di sana, melangkahkan kaki dengan penuh percaya diri memasuki ruangan milik Nathan.     

Sembari menahan mati-matian ringisan di bibirnya atau bahkan raut kesakitan, Nathan pun mengangkat pandang pada Max dan seolah di sibukkan dengan membagi fokusnya pada layar pc yang masih menyala.     

"Ah tidak, ku pikir ini akan segera mereda, lupakan saja. Jadi bagaimana dengan wanita yang akan ku sewa? Ishh... Maksud ku untuk pengasuh Zeno," balas Nathan dengan nada sesantai mungkin seolah mereka teman. Ah ya, memang teman, kan?     

Namun belum sempat Nathan keluar dari pemikirannya sendiri, sudah lebih dulu ia di kejutkan dengan pergerakan Max yang secara tiba-tiba saja sudah berada di samping tepat posisi duduknya. "Max..." panggil Nathan dengan nada tanya yang mengakhiri. Demi apa pun, pria itu menggenggam erat pergelangan tangan miliknya, memaksa beranjak dan beralih tempat ke arah sofa.     

Max yang agaknya terlalu meneliti pergerakan Nathan, sampai akhirnya menampilkan raut mencurigai pada Nathan yang tertarik begitu dekat dalam posisi duduk mereka.     

"Jangan merengek, katakan pada ku ada apa dengan mu," tanya Max yang terkesan penuh desakan. Akan makin mencurigakan jika Nathan mengatakan jika dirinya sedang bugar.     

"Hanya sakit perut saja, kau tak perlu mengkhawatirkan ku."     

Harusnya menjadi jawaban yang tepat, tak terlalu bohong juga tak perlu memancing perhatian Max terlalu besar.     

Namun nyatanya Max malah tak menanggapi sedikit pun, alih-alih demikian malah beranjak dari tempat duduknya dan menarik ponsel di dalam saku jas miliknya. Menggulirkan ibu jarinya di layar menyala itu, kemudian membuat Nathan gusar ketika pria jangkun itu mendekatkan ponselnya pada pendengarannya.     

"Kau sedang apa?" Hingga tanpa sadar Nathan menarik lengan Max untuk menarik perhatian. Menjadikan posisi keduanya sama setelah saling tanpa permisi memasuki area pribadi.     

Singkat mempertemukan netra keduanya, hingga Nathan yang memutus terlebih dahulu sembari melepaskan genggamannya yang bahkan tak sampai melingkup penuh milik Max.     

"Menghubungi dokter pribadi ku untuk memeriksa mu."     

"Sungguh, itu terlalu berlebihan. Aku sudah mengoleskan minyak kayu putih, ku rasa tak akan menunggu waktu lebih lama lagi untuk membuatnya mereda," ucap Nathan dengan menekankan setiap kalimatnya. Dagunya kemudian terangkat, mengkode botol kecil yang masih ada di atas meja tepat di depan keduanya.     

"Tapi kenapa aku tak mencium aroma minyak kayu putih?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.