Hold Me Tight ( boyslove)

Tertutup jalan



Tertutup jalan

0"Kau tak ingin tidur?"     
0

Sebuah suara bariton membuat wanita yang mengenakan terusan tipisnya itu membalik badan. Ponsel menyala setelah panggilan suara yang di dapatkannya, lantas mengalih intens netra sayunya ke arah seorang pria yang berdiri di ambang pintu.     

Masih dengan setelan rapi, meski raut pria itu masih tak ubahnya seperti Lisa yang nampak begitu lelah.     

Ya, dia adalah Ilham, pria yang membuat Lisa tersentak saat kedatangannya tadi sore dengan tujuan yang tak sekali pun bisa terpikir oleh wanita itu.     

Ilham berniat mengajaknya untuk menjadi pasangan di acara pertunangan Nathan dan adik Max, yang secara otomatis memperkenalkan wanita itu pada seluruh kawan terdekatnya.     

Sempat membuat Lisa merasa terharu dengan niatan Ilham, namun sekali lagi, rasa was-was dan penuh ketakutan membuat wanita itu seperti tertampar oleh kenyataan.     

Wanita yang tengah hamil besar sepertinya, akan di perkenalkan sebagai peran apa untuk Ilham? Seorang wanita yang kebetulan menampung benihnya? Atau yang lebih parahnya lagi di di berikan embel-embel "Murahan" di yang di sandang?     

Ilham yang tak sekali pun membuka pembicaraan serius satu kali pun untuk kedekatan mereka, jelas saja membuat Lisa merasa jika pria itu hanya sedikit melunak dengan belas kasihan padanya yang sempat di lukai.     

Lagi pula untuk mempertemukan pria itu dengan Nathan yang setiap waktu mewanti-wantinya untuk tak berpengaruh cepat oleh bualan. Masih di pikir terlalu buruk untuk membuat kedua bersahabat itu hancur hanya karena keterlibatannya.     

Di pikir posisi bersembunyi nya saat ini sudah begitu tepat, tak pula terlalu di inginkan peran lebih banyak untuk sekedar mengenalnya. Sungguh, ia sudah amat bahagia dengan ketenangannya bersama dengan Nathan saat ini, meski mungkin saja waktu yang akan menjadi batas akhirannya.     

"Teman pria mu?" lanjut Ilham saat Lisa memutus balas pandang padanya setelah ponselnya kembali berbunyi.     

Hanya menganggukkan kepala ringan, sembari jemarinya meliar di layar ponsel. Tubuhnya yang bersandar di jendela yang lumayan besar, bibirnya yang menarik dua sudutnya lebar di pandang gusar oleh Ilham.     

Entahlah, tiba-tiba saja gemuruh tak nyaman di rasakan pria itu. Lisa yang malah mengabaikan kehadirannya yang sudah berniat baik, di sisi lain malah mengambil kenyamanan yang mungkin saja di rasa lebih menyakinkan dari pria misterius yang tinggal bersama dengan wanita itu.     

"Waktu sudah malam, tak baik untuk mu begadang sampai dini hari seperti ini," pengingat Ilham yang malah mendapatkan balasan menohok dari wanita itu.     

"Kapan kau akan pulang?"     

"Sudah ku bilang jika aku akan menemani mu," balas Ilham dengan pandangannya yang jatuh pada kaki membengkak milik Lisa yang mulai melangkah pergi dari tempatnya. Tanpa alas kaki yang membuat pria itu melihatnya gemas, "Wanita itu bodoh atau bagaimana? Sudah tahu kalau lantai keramik dingin, dan masih pula di coba untuk berjibaku lebih lama? Sungguh, ingin sekali mengangkat kaki wanita yang telah duduk di pinggir ranjang itu," pikir Ilham yang membuat Lisa merasa kikuk karena terus di pandang.     

"Ekhem!" dehem Lisa yang membuat pandangan Ilham kembali terfokus pada kedua netranya. "Tapi ini sudah dini hari, ku rasa baiknya untuk mu segera pulang. Lumayan sisa beberapa jam untuk mu mengistirahatkan diri dari pada hanya mematung di ambang pintu kamar ku, kan?"     

"Wanita hamil tak baik untuk sendirian di rumah, bagaimana kalau tiba-tiba saja kau membutuhkan sesuatu? Lagipula apa memang pria mu selalu seperti ini? Pergi berkelana walau hari jelas saja sudah berganti?" Ilham masih mendebat.     

"Perhatikan juga diri mu sebagai tamu di sini, kau juga terlalu lama untuk ada di lingkup yang seharusnya masih bisa kau batasi."     

Ilham merasa tersindir, Lisa yang mulai ahli untuk menimpal balasnya, membuat pria itu kembali merasa kesal karena tak di hargai sedikit pun. Ia khawatir, menepis sejenak egonya kala wanita itu terus membandingkan dirinya dengan pria yang nampak di banggakan oleh Lisa.     

Namun apa yang di balaskan karena usaha baiknya kali ini? Hanya ekspresi wajah yang mungkin saja menyimpan tawa cekikikan untuknya yang seperti kalang kabut. Ya, wanita itu pasti merasa besar kepala karena seperti diistimewakan olehnya, kan?     

Membalik badan dan lekas beranjak dari tempatnya untuk menyanggupi. Tanpa sedikit pun kalimat yang terlontar, hanya bantingan pintu dari pemilik raut wajah marah itu. Menyisakan Lisa yang perlahan mengulas senyum di bibirnya.     

"Lebih baik seperti ini, kan?" lirih Lisa, sembari perlahan matanya mulai terpejam.     

*****     

Waktu berjalan begitu lambat, saat tak satu pun dari mereka yang merasa tenang untuk sekedar mengistirahatkan diri. Peristiwa yang tak bisa teratasi oleh banyaknya orang yang di perintahkan membuat beberapa orang yang terlibat masih merasakan kecemasan yang mendalam.     

Pencarian masih terus di gencarkan, dengan mengabaikan berita yang sudah mustahil untuk di kendalikan. Seperti yang sudah di perkirakan sejak awal, saham dari kedua keluarga itu terus menurun dan lebih parahnya lagi di tunggangi oleh beberapa oknum yang memanfaatkan.     

Max yang menjadi paling tertekan saat ini, di saat bersamaan egonya melampaui seimbang dengan Nathan yang layaknya terus membuatnya terluka karena kedekatan pria itu yang terlalu pada Jevin.     

Berkumpul pagi-pagi di kediaman Max, bahkan kawan-kawan Nathan turut bersemangat untuk membantu pencarian wanita yang bakal menjadi pendamping pria itu. Kali ini bahkan Ilham turut serta hadir sebagai kawan.     

Memenuhi bagian sofa ruang tamu, pandangan Max masih begitu tajam menyasar tepat pada Nathan yang sengaja mengambil posisi bersebrangan jauh darinya. Dengan adik sambungnya yang manja, memang apa lagi yang membuat hari Max bertambah suram?     

"Bagaimana, sudah kau dapat informasi?" tanya Max pada seorang pria yang menjadi suruhannya.     

Seperti biasa, sebuah laporan tersaji dalam bentuk lembar yang jelas sudah di teliti.     

"Terakhir tertangkap mobil yang di kemudikan oleh Riki berada di persimpangan lampu merah yang tak jauh dari letak hotel. Amat sangat di sayangkannya, tiba-tiba saja kamera pengintai yang ada selanjutnya secara kebetulan mati," jelas seorang pria yang mengenakan jaket kulit berwarna hitam itu. Menimbulkan keanehan dengan mimik wajah yang sama dari semua orang.     

Lantas di kemukakan oleh Nathan yang di lingkupi rasa penasaran. "Mas Riki yang mengatakan dari arah berlawanan mobil boks besar menghadangnya, apakah kau sudah menelitinya juga?"     

"Ada persimpangan jalur yang ada di sana, dan kami sudah menyusuri satu per satu. Kami memang menangkap satu mobil hitam yang seperti di jelaskan detail oleh Riki, namun seperti sudah di skema begitu mulus, plat nomor kendaraan mobil itu ternyata palsu, hilang juga kamera pengawas pada titik akhir yang di sebutkan oleh Riki sebelumnya. Jujur saja, ini begitu sulit."     

Perkiraan Max kali ini semakin kuat, pastinya penculikan Cherlin saat ini berhubungan dengan kabar heboh yang mencuat makin gencar belakangan. Orang yang berpengaruh besar dan menaruh kebencian untuk berita pertunangan antara Nathan dan Cherlin. Masih begitu meluas untuk siapa sosok yang bisa di curigai, karena tak bisa di pungkiri jika banyak musuh dalam selimut. Sungguh, Max tak bisa menduga tentang siapa pun yang patut untuk di selidiki. Tiba-tiba saja buntu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.