Hold Me Tight ( boyslove)

Sebatas khawatir



Sebatas khawatir

0"Keadaan mu sedang tak sehat, kau bisa menyerahkan semuanya pada ku," tawaran Nathan hanya di tanggapi abai oleh Max yang perlahan mulai bergerak menjauhinya. Tanpa sedikit pun gelagat untuk menolehkan pandang padanya sekali pun.     
0

Nathan mengepalkan buku jarinya erat, menarik garis bibirnya pada satu sudut sembari berkata lirih. "Ya, benar... Kita sudah berjalan terpisah terlalu jauh, kan?"     

Mengulang ingat tentang kejadian malam kemarin. Setelah diskusi singkat yang memutuskan aksi pencarian saat itu juga. Memaksa balik arah, karena memang sudah buntu untuk bisa kembali berkelana menyusuri jalan yang sudah seperti ribuan kali mereka lewati. Terlebih dengan tubuh letih yang terkuras makin parah akibat waktu yang terpacu makin cepat tanpa sedikit pun membuat mereka lega untuk hasil sedikit pun yang bisa di dapatkan.     

Max memacu mobilnya gila-gilaan. Bahkan beberapa kali membuat Nathan dan Jevin terombang-ambing karena aksi meliuk pria itu yang amat membahayakan.     

Nathan bahkan sampai mencengkram kain celananya dengan jangkun naik turun akibat ludahnya yang di teguk kasar. Berkali-kali posisi sembunyi nya yang merapat pada bagian sisi pintu tepat di belakang kemudi, membuat kepalanya terantuk dengan tak elitenya. Beberapa benjolan bahkan dirasakan saat pria itu meraba kesakitannya.     

Citttt     

Roda kendaraan berdecit, berpacu dengan aspal yang di yakini menyisakan kepulan asap layaknya gesekan panas terbentuk dengan debu yang membaur. Bagian depan yang terparkir kendaraan lain, khawatir di hantam karena pemberhentian mendadak saat tak sekali pun di dahului pengurangan kecepatan.     

Mata membelalak kompak dari kedua penumpang itu seketika saja terpejam dengan begitu erat, bersamaan dengan tubuh mereka yang otomatis tersentak dan membentur punggung kursi.     

Deg Deg Deggg     

Debar jantung Nathan bahkan sontak memburu. Ekspresi wajahnya sudah benar-benar membatu, dengan kedipan mata yang terlalu lamban. Perutnya yang begah seperti di aduk-aduk, membuatnya otomatis mual saat hendak membuka mulut,     

pandanganya bahkan sudah berputar-putar tak fokus. Ya, masih pada inti bagian baiknya. Untung saja mereka tak mengalami kemalangan dengan musibah yang bisa saja tak terhindari akibat lalu lintas yang masih padat dengan kecepatan ego masing-masing yang saling berpacu untuk merajai jalanan.     

Klik     

Bunyi sabuk pengaman yang di lepas, lantas di lanjut dengan ucapan Max. "Kepala ku rasanya begitu sakit, tak bisa menjadi supir untuk mengantarkan kalian kembali pulang."     

Nathan bergegas keluar dari mobil mengikuti jejak Max, walau setelahya pijakan pria itu nampak tak stabil dengan tubuh terhuyung. Lengannya otomatis berpegangan pada bagian sisi mobil setelah menutup pintu miliknya.     

Namun rupanya berbeda dengan ketakutan yang di rasakan pasti oleh Nathan, remaja yang mengikuti arah pandang sang kakak yang menatap Max yang makin bergerak menjauh itu malah berbinar penuh kekaguman.     

Bibirnya berdecak, dengan lengan yang bertopang di bagian atap mobil sembari kepalanya yang menggeleng tak percaya. "Sungguh, apakah dia bermaksud untuk mengatakan jika keahliannya dalam pacuan berkendara bisa lebih dari tadi?"     

Nathan yang di ajak berdiskusi malah tak sekali pun berniat membalas. Mengabaikan Jevin, pria itu rupanya lebih merasa khawatir pada kondisi Max saat ini. Sungguh, pria setangguh itu kalau bisa mengeluh, mungkin saja memang sudah pada batas ego yang tak bisa lagi untuk di akali.     

Mengabaikan kondisi kesehatannya sendiri, bahkan Nathan melangkahkan kakinya semakin cepat untuk mengikuti pergerakan Max yang mendahului.     

"Loh, Nath! Kita tak pulang?!" teriak Jevin yang dengan panik langsung mencabut kunci milik Max yang masih terpasang.     

Seolah saling kejar-kejaran, mereka pun mengisi ruang hampa di ruang dasar basement dengan hentakan sepatu mereka yang menggema bersahutan.     

"Sial!" Nathan mengumpat dengan deru napasnya yang memburu. Pintu bilik besi yang akan mengantarkan mereka jauh lebih cepat rupanya sudah tertutup.     

Membungkukkan badan dengan tumpuan lengan pada paha. Nathan pun kemudian menggeram kesal. Sungguh, Max tadi bahkan sempat bertemu pandang dengannya saat ia berlari kencang. Untuk kedua kalinya, apakah kali ini ia bersalah karena berniat baik? Secara langsung, pria itu memang berniat mengabaikannya seperti tadi?     

"Apa yang kau lakukan di sini? Max sudah meminjami kita mobil untuk pulang."     

Nathan masih terdiam, tak menggubris ucapan Jevin yang berhasil mengejarnya. Menekan tombol berulang pada bagian sisi samping pintu besi yang masih tertutup itu, seakan naluri untuk mendesaknya menghampiri pria itu untuk menemani. Seperti di buru waktu untuk segera cepat mengejar.     

"Jadi, kau tinggal di sini dengannya?"     

"Apakah kau tak berniat pulang saja?" sela Nathan cepat, dan tak sesuai dengan pertanyaan Jevin. Keduanya sudah memasuki bilik besi itu dengan tombol yang di tekan pada lantai tertinggi. Tubuhnya menyandar tak berdaya, dengan pandangan mengode pada kunci mobil yang di genggam oleh Jevin.     

Namun rupanya remaja itu masih tetap keukeh untuk mempertahankan ke ikut sertanya.     

Bagian yang begitu luas membuatnya takjub dengan bagian privat yang berada di puncak kekuasaan. Pada bagian sisi ujung yang hanya terdapat satu pintu masuk. Dan yang membuat Jevin lebih tercekat lagi saat Nathan begitu terlihat lincah menekan kode keamanan untuk masuk. Dan berhasil!     

"Sungguh, katakan pada ku! Sebenarnya apa hubungan mu dengan pria itu, Nath?"     

Brakk     

Lagi-lagi hanya bisa di abaikan, Jevin hanya sampai pada batas pintu yang di banting Nathan tepat di hadapannya. Di salah satu ruang depan yang ada di dalam unit apartemen itu.     

Dahinya kemudian mengernyit sembari mengira-ngira. "Apakah memang mereka seintim itu?"     

Jevin lantas menggelengkan kepala, dengan surainya yang di tarik kasar. Ia rupanya juga perlu istirahat. Melempar kunci mobil bermerek malah itu di atas meja, lantas membuatnya masih pantas berlaku sebagai tamu dengan baringannya di atas sofa dengan posisi tubuhnya yang meringkuk.     

Huekkk     

Sedangkan di dalam ruangan itu sendiri, Nathan yang menyusup masuk malah tanpa sedikit pun sopan santun bergegas melewati seorang pemilik yang ternyata masih menyandar di kepala ranjang dengan masih memikirkan kesibukannya berbincang dengan seseorang melalui ponselnya.     

Nathan tak kuat menahan sisa makanannya yang terdorong naik. Meski rupanya rasa pahit yang teramat dan hanya cairan berwarna kuning yang keluar dari mulutnya. Ya, rupanya memang terakhir di ingat hanya satu potong roti lapis yang menjadi asupan, itu pun hanya sarapan.     

Berkumur untuk menghilangkan sisa rasa pahit menjijikkannya. Kemudian Nathan pun membasuh wajahnya pada keran wastafel.     

Tanpa membuang waktu lagi untuk keluar dari kamar mandi dalam itu, bahkan wajahnya yang masih terdapat titik basah pun tak lebih dulu di seka. Membuat liquid berbentuk tetesan itu, perlahan turun dan membasahi tempatnya mematung.     

"Aku bukan anak kecil, aku tahu cara merawat diri ku sendiri, Le..." ucap Max sembari melirik singkat pada posisi Nathan.     

"...."     

"Baiklah, jangan lupa untuk meminum obat mu sebelum tidur. Atau aku akan memarahi mu habis-habisan."     

Mematikan ponselnya, membuat barang kecil yang mahal itu seolah tak berguna dengan melemparkannya begitu saja ke atas nakas.     

Risih dengan kemejanya yang sudah meresap basah, Max pun berniat membuka satu per satu kancing pakaiannya.     

Nathan yang tersentak dari lamunannya tanpa sadar, kemudian melangkahkan kakinya seolah memang menghafal betul setiap sudut ruangan itu. Lemari yang amat besar dengan permukaan tutup bergesernya memantulkan bayangannya.     

Menarik pakaian tidur milik Max berserta dengan pakaian dalam sebagai pengganti. Kemudian di letakkan cepat di atas ranjang. Gerakan lengannya yang siaga, seolah di buru pekerjaan lain.     

"Perlu ku bantu?"     

Max mengangkat satu alisnya, lantas menunjukkan hal sepele yang bisa di lakukannya. Kemeja identiknya tertanggal, membuat bagian tubuh atas berwarna kecoklatan itu terlihat berkilau.     

"Keringat mu begitu banyak, supaya istirahat mu lebih nyaman bagaimana kalau ku seka dengan handuk basah?" tawar Nathan yang rupanya memang amat khawatir dengan keadaan Max saat ini.     

"Perhatikan diri mu sendiri dulu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.